Pemerintah Salah Hitung Korban Meninggal, Ciptakan Horor Buat Warganya

Baca Juga

MATA INDONESIA, EKUADOR – Wabah Covid19 di Ekuador menjadi horor bagi warganya terutama untuk mengurus korban meninggal dunia. Negara itu sudah salah menghitung korban meninggal dunia, padahal rumah pengurusan jenazah sudah tidak tidak mampu lagi menampung jasad yang jumlahnya bisa ribuan sehingga mereka dibiarkan tergeletak di pinggir jalan.

Kota besar di negara itu Guayaquil bahkan sudah dijuluki kota mayat karena berserakannya tubuh tanpa nyawa tersebut di sembarang tempat.

President Ekuador Lenín Moreno mengakui negaranya telah gagal mengatasi krisis kesehatan tersebut.

Hingga 16 April 2020, pemerintah yakin hanya ada 400 orang meninggal dunia karena virus corona yang mengakibatkan Covid19. Angka yang tercantum di laman statistik worldometer jumlah 474 orang.

Namun, setalah gugus tugas gabung turun tangan mengumpulkan data, ternyata gambarannya berubah drastis.

Faktanya sungguh mencengangkan karena angka meninggal dunia di negara itu bukan lagi dalam ratusan, tetapi sudah ribuan. Dalam dua minggu pertama April saja ada 6.700 orang meninggal karena virus corona.

Layanan kesehatan negara tersebut juga lumpuh karena bagitu banyaknya pasien Covid19 yang berobat sehingga pasien lainnya tidak bisa ditangani dengan baik.

Tidak semua kematian di Provinsi Guayas karena Covid19, sebagian karena gagal jantung, ginjal serta masalah kesehatan lain yang memperburuk kondisi. Akibat fasilitas kesehatan yang buruk mereka tidak tertangani dengan baik.

Begitu banyaknya jenazah yang meninggal dunia baik akibat Covid19 maupun penyakit lainnya negara itu juga kehabisan peti mati, sehingga pemerintah mendistribusikan peti mati dari kardus.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Media Sosial sebagai Alat Propaganda: Tantangan Etika dalam Pengelolaan oleh Pemerintah

Mata Indonesia, Jakarta - Di era digital, media sosial telah menjadi saluran utama komunikasi massa yang memfasilitasi pertukaran informasi dengan cepat. Dalam kerangka teori komunikasi, media sosial dapat dilihat sebagai platform interaksi yang bersifat dialogis (two-way communication) dan memungkinkan model komunikasi transaksional, di mana audiens tidak hanya menjadi penerima pesan tetapi juga pengirim (prosumer). Namun, sifat interaktif ini menghadirkan tantangan, terutama ketika pemerintah menggunakan media sosial sebagai alat propaganda.
- Advertisement -

Baca berita yang ini