MATA INDONESIA, JAKARTA – Di banyak negara termasuk Indonesia, rumput laut saat ini menjadi salah satu komoditas dengan nilai ekonomi tinggi mengingat perannya yang sangat penting dalam berbagai produk pangan maupun non-pangan.
Umumnya, pemanfaatan rumput laut adalah sebagai bahan makanan, seperti untuk agar-agar maupun kue, dan juga sebagai sumber makanan yang bisa dikonsumsi secara langsung, seperti untuk makanan ternak. Sementara, dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pemanfaatan rumput laut sudah sangat beragam, bukan hanya sebagai produk makanan saja.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2016, secara garis besar, produk turunan rumput laut dapat dikelompokkan menjadi 5P, yaitu Pangan, Pakan, Pupuk, Produk Kosmetik, dan Produk Farmasi. Sejumlah laporan juga menyebutkan bahwa rumput laut digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan bahan bakar atau biofuel.
Tingginya potensi rumput laut untuk dikembangkan, tidak hanya disebabkan karena pemanfaatan rumput laut yang sangat beragam, namun juga karena teknik produksi budidaya rumput laut yang relatif mudah dan murah dengan risiko gagal panen sangat rendah, produktivitas tinggi, dan panen bisa dilakukan setiap 45 hingga 60 hari sekali atau sekitar empat kali panen dalam setahun.
Selain itu, harga jual rumput laut yang cukup tinggi juga merupakan salah satu faktor pendorong budidaya rumput laut. Dikutip dari studi jurnal Rumput Laut, Komoditas Potensial yang Belum Termanfaatkan, pengembangan usaha budidaya rumput laut juga dapat menyerap banyak tenaga kerja dan menciptakan efek multiplier ekonomi (efek berganda, di mana sebuah kegiatan ekonomi menggerakkan kegiatan ekonomi lainnya) yang besar dan luas.
Bahkan potensinya bukan hanya untuk sektor perekonomian, namun juga lingkungan. Di mana hamparan budidaya rumput laut bisa memperbaiki keseimbangan ekologi perairan.
Dengan potensi sumber daya alam tersebut, tidak berlebihan jika rumput laut dijadikan salah satu peluang bisnis yang menjanjikan untuk ikut membantu mempercepat terciptanya tujuan pembangunan nasional, khususnya pembangunan kelautan dan perikanan Indonesia.
Lebih jauh lagi, pembangunan kelautan dan perikanan tidak hanya bertumpu pada pendekatan eksploitasi tetapi sudah lebih diarahkan kepada upaya untuk meningkatkan nilai tambah melalui budidaya.
Indonesia, dengan 6,4 juta kilometer luas lautan dan 110 ribu kilometer panjang garis pantai, serta didukung iklim tropis, merupakan wilayah ideal untuk pertumbuhan berbagai jenis rumput laut.
Laporan tahun 2009 mencatat ada 555 jenis rumput laut dari sekitar 8 ribu jenis yang ada di dunia, dapat tumbuh dengan baik di wilayah Indonesia. Termasuk, salah satunya adalah jenis rumput laut bernilai tinggi, Eucheuma cottoni yang diperkirakan nilai total potensinya di Indonesia bisa mencapai 139,7 triliun rupiah per tahun!
Berdasarkan data KKP tahun 2014, produksi rumput laut di Indonesia meningkat signifikan dengan peningkatan mencapai 78,4 persen dari 5,2 juta ton basah rumput laut tahun 2011 menjadi 9,2 juta ton tahun 2013.
Produksi rumput laut di Indonesia didominasi oleh kepulauan Sulawesi dengan kontribusi sebesar 52,3 persen dari total produksi rumput laut basah tahun 2013 yang mencapai 9,2 juta ton.
Kontribusi kedua berasal dari Nusa Tenggara dan Bali yang mencapai 28,1 persen dari total produksi rumput basah nasional. Meski demikian, di tahun yang sama, Indonesia masih memiliki potensi lahan rumput laut yang belum termanfaatkan, yakni sebesar 769,5 ribu hektare.
Sejak mulai berkembang tahun 1980-an, Indonesia dalam perekonomian rumput laut dunia sudah memiliki berbagai posisi strategis, yaitu produksi rumput laut Indonesia merupakan terbesar kedua di dunia setelah Cina.
Menurut data Badan Pangan Dunia (FAO) tahun 2015 menunjukkan, total produksi rumput laut dunia tahun 2013 mencapai 26,98 juta ton basah, dan Indonesia menyumbang 34,47 persen dari produksi tersebut, yaitu sekitar 9,30 juta ton basah.
Sementara produksi rumput laut Cina di tahun yang sama mencapai sekitar 13,56 juta ton basah, atau sekitar 50,27 persen dari total produksi rumput laut dunia.
Sementara tahun 2016, data FAO memperlihatkan bahwa produksi rumput laut Indonesia mengalami peningkatan mencapai 11,6 juta ton basah dengan total produksi dunia sebesar 30 juta ton basah.
Hal itu menjadikan Indonesia berkontribusi hampir 40 persen dari total produksi rumput laut dunia. Kondisi ini didukung oleh kenyataan bahwa rumput laut Indonesia mempunyai daya saing yang relative tinggi di kancah perdagangan internasional. Tercatat, ada beberapa negara yang menjadi tujuan utama Indonesia untuk mengekspor rumput laut, di antaranya Cina, Korea Selatan, Vietnam, dan Jepang.
Lokasi budidaya rumput laut di Indonesia terdapat di hampir semua wilayah pesisir yang memenuhi kriteria, termasuk daerah Lombok, Sumba, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Lampung, Nusa Tenggara Timur, Bali, Kepulauan Seribu, serta perairan Pelabuhan Ratu.
Rumput laut umumnya diperdagangkan dalam bentuk rumput laut basah, produk yang dapat langsung dikonsumsi, dan produk hidrokoloid (karaginan, agar-agar, dan alginat). Berdasarkan data FAO tahun 2011, dari seluruh produksi rumput laut dunia, 65 persen merupakan jenis yang dapat langsung dikonsumsi, 15 persen bahan hidrokoloid, dan 20 persen sebagai bahan pupuk, kertas, dan biofuel.
Di Indonesia, rumput laut yang paling berpotensi untuk dikembangkan beserta manfaatnya adalah spesies Euchema cottoni dan Euchema spinosum sebagai penghasil karaginan, Gracilaria sp sebagai penghasil agar-agar, dan Caulerpa sp sebagai antioksidan, antihipertensi, rematik, mikroba, serta meningkatkan stamina.
Reporter: Safira Ginanisa