MINEWS, JAKARTA-20 ribu ton beras dari stok cadangan beras pemerintah (CBP) bakal dimusnahkan atau disposal oleh Perum Bulog. Alasan pemusnahan karena beras tersebut telah disimpan lebih dari empat bulan atau berpotensi mengalami penurunan mutu.
Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi mengatakan ada 20 ribu ton sudah disetujui oleh rakortas untuk di-disposal. Untuk pemusnahannya, bulog meminta pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengalokasikan anggaran kepada BUMN pangan tersebut.
Stok beras tersebut senilai Rp 160 miliar dengan rata-rata harga pembelian di petani Rp 8.000 per kilogram.
“Ini yang jadi masalah. Dari Pemerintah sudah ada (aturannya), di Kemenkeu belum ada anggaran. Ini kami sudah usulkan. Kami sudah jalankan sesuai Permentan, tetapi untuk eksekusi disposal anggaran tidak ada. Kalau kami musnahkan, gimana penggantiannya,” katanya.
Ada pun sesuai Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 38 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP), disebutkan bahwa CBP harus dilakukan disposal (pembuangan) apabila telah melampaui batas waktu simpan paling sedikit empat bulan atau berpotensi dan atau mengalami penurunan mutu.
Batas waktu simpan terhitung mulai CBP disimpan di gudang yang dikuasai Perum Bulog. Permentan tersebut mulai aktif pada Oktober 2018.
Tri menjelaskan dari 2,3 juta stok beras yang ada di gudang Bulog saat ini, sekitar 100.000 ton beras yang usianya sudah di atas empat bulan. Dari jumlah tersebut, 20 ribu ton beras dengan usia penyimpanan lebih dari satu tahun akan dimusnahkan.
“Semua stok Bulog yang disimpan lebih dari lima bulan itu dapat di-disposal, bisa diolah kembali, diubah menjadi tepung dan yang lain, atau turunan beras atau dihibahkan, atau dimusnahkan,” kata Tri.
Ia menambahkan anggaran untuk penggantian beras yang di-disposal masih dikaji oleh Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan. Bulog berharap adanya sinkronisasi kebijakan antara Kementerian Pertanian dan Kementerian Keuangan karena berpotensi menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Ya semakin rusak kualitasnya kalau ditahan semakin lama. Makanya kami ‘lempar’ ke Kemenko Perekonomian. Kami sudah sampaikan ada sekian ton untuk disposal,” katanya.