MATA INDONESIA, JAKARTA – Siapa sosok orang kuat di belakang Ferdy Sambo sehingga ia punya kekuasaan yang sangat besar? ternyata menurut Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, sosok besar itu tidak lain adalah mantan Kapolri Jenderal Pol Idham Azis.
Idham, disebut-sebut sebagai Sosok kakak asuh Ferdy Sambo. Menurut Sugeng, kedekatan keduanya terjalin saat Idham masih belum pensiun. Bahkan, kata Sugeng, kedekatannya itu membuat Ferdy Sambo mendapatkan posisi strategis di Satgasus Merah Putih.
Namun Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah membubarkan Satgasus Merah Putih tersebut.
Sebelum jadi Ketua Satgasus, Ferdy Sambo adalah sekretaris Satgasus yang ketuanya adalah Idham Azis saat Kapolrinya masih Tito Karnavian.
Menurut Sugeng baru saat Idham Azis menjadiu Kapolri, Ferdy Sambo naik jadi Ketua Satgasus Merah Putih. Bahkan Ferdy Sambo yang harta kekayaan luar biasa ini menempati posisi tersebut selama 3 periode.
”Sambo menjadi Kasatgasus sampai dengan 3 periode. Yang terakhir saat pembunuhan Brigadir J, Sambo masih menjadi Ketua Satgasus. Sugeng mendukung Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membubarkan Satgasus Merah Putih. Sebab, konflik of interest dalam satgas tersebut sangat besar.
“Saya katakan bahwa ini konflik interest yang begitu besar. Sebagai Kadiv Propam, yang tugasnya memeriksa dugaan kode etik polisi, dia juga sebagai Kasatgasus, ini namanya bertentangan sekali. Bagaimana kalau tim Satgasus itu melakukan pelanggaran saat bertugas? karena dia harus memeriksa, maka semuanya harus tertutup,” katanya.
Cerita soal kakak asuh ini kali pertama muncul dari Eks Penasihat ahli Kapolri yang juga Guru Besar Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Prof Muradi. Ia mengungkap adanya sosok kakak asuh yang mencoba membantu Ferdy Samboagar supaya mendapat vonis ringan dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Muradi meminta agar kepolisian tidak takut mengusut keterlibatan kakak asuh ini. Karena, menurut Muradi, jabatan di institusi polisi itu sama dengan di tentara yang bekerja dalam garis komando.
“Kalau dia tidak pegang tongkat komando, selesai sudah, kalau dia jadi kapolda sekadar megang asisten yang tidak strategis, selesai sudah. Kita punya pengalaman ketika Pak Gatot (Nurmantyo) panglima (TNI) diganti, selesai,” ujar Muradi.