MATA INDONESIA, JAKARTA – Para pelaku teror kerap merekam aksi terornya dan membagikannya ke ranah publik melalui media sosial. Konten yang berupa foto atau video cenderung memperlihatkan kekejaman teroris terhadap korbannya.
Tanpa sensor, foto dan video tersebut kerap menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran dari publik ketika menyaksikan konten tersebut.
Pengamat Intelijen dan Terorisme Stanislaus Riyanta, menegaskan bahwa pelaku teror memang sengaja menyebarluaskan video atau foto kekejaman aksinya. Tujuannya hanya satu yaitu menciptakan ketakutan.
“Itu memang tujuannya, menciptakan teror sehingga masyarakat yang ketakutan akan memilih mendukung,” kata Stanislaus saat berbincang dengan Mata Indonesia News, Rabu 27 Januari 2021.
Sejatinya memang Internet bertujuan memudahkan masyarakat untuk melakukan aktivitas, dan teroris merupakan salah satu yang memanfaatkannya.
Luke Bertram dalam tulisannya yang berjudul ‘Terrorism, the Internet and the Social Media Advantage’ menjelaskan bahwa ada dua fungsi internet untuk kelompok teroris.
Pertama, yaitu berfungsi sebagai media komunikasi meliputi rekrutmen, pendirian forum-forum, kolaborasi dengan jaringan lain hingga melakukan propaganda. Kedua, internet berperan untuk memuluskan operasional kelompok teroris yang meliputi sabotase infrastruktur di dunia maya.
Maka secara garis besar dijelaskan bahwa tindakan ini memang didesain untuk menimbulkan reaksi yang kuat di masyarakat. Untuk menangkal hal ini perusahaan teknologi tetaplah menjadi garda terdepan untuk melindungi masyarakat agar tidak termakan propaganda pelaku teror lewat video-video brutal.