MATA INDONESIA, JAKARTA – Pandemi corona (covid-19) yang turut membuat harga minyak terjun bebas, berdampak besar bagi Shell.
Perusahaan energi bikinan Inggris-Belanda ini melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran lantaran memburuknya harga minyak disebut akan memicu penurunan nilai aset perusahaan pada kuartal III 2020.
Shell pun berencana untuk memangkas antara 7.000 hingga 9.000 karyawan dari beragam posisi di akhir 2022. Sebanyak 1.500 staf diklaim sudah setuju untuk meninggalkan perusahaan secara sukarela pada tahun ini.
Pemangkasan ini berjumlah sekitar 10 persen dari total tenaga kerja global Shell yang terdiri dari 80 ribu staf di lebih dari 70 negara.
Kepala Eksekutif Ben van Beurden mengatakan, keputusan tersebut adalah sebuah proses yang tak mudah. Namun tetap harus dilakukan untuk masa depan perusahaan.
“Sangat menyakitkan mengetahui bahwa Anda akhirnya akan mengucapkan selamat tinggal kepada beberapa orang baik,” katanya dalam sebuah wawancara melansir BBC pada Rabu, 30 September 2020.
Atas kebijakan tersebut, Shell pun membidik penghematan antara 2 miliar dolar AS hingga 2,5 miliar dolar AS atau setara Rp 29,6 triliun hingga Rp 37 triliun (kurs Rp 14.800).
Hal tersebut juga dilakukan untuk mengantisipasi penurunan harga minyak dan gas di kuartal III 2020. Shell sendiri telah mengatakan bahwa produksi minyak dan gasnya akan turun tajam menjadi sekitar 3.050 barel minyak per hari.