Campuri Urusan Internal KPK, Komnas HAM Tak Paham Hukum Tata Usaha Negara

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Komnas HAM dianggap tak berwenang untuk menanggapi mengaduan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tak lolos tes TWK. Begitu juga pemanggilan pimpinan KPK untuk dimintai keterangan dianggap telah melampaui wewenang.

Menurut pengacara senior Petrus Selestinus, Komnas HAM seharusnya menyatakan diri tidak berwenang memproses pengaduan 75 Pegawai KPK tersebut. Komnas HAM dinilai tak berhak mencampuri kebijakan internal KPK.

“Alasannya, karena apa yang dilakukan oleh Pimpinan KPK Firli Bahuri dkk merupakan tindakan hukum administrasi negara, berdasar peraturan perundang-undangan yang berlaku, bersifat konkrit, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi sesorang atau badan hukum perdata, yang masuk wewenang Pengadilan TUN,” ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima Mata Indonesia, Rabu 9 Juni 2021.

Kata Petrus, mekanisme pemberhentian 75 pegawai KPK tersebut sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu UU No. 51 Tahun 2009 Tentang Tata Usaha Negara.

“Dengan pemberhentian 75 Pegawai KPK oleh Pimpinan KPK selaku Pejabat Tata Usaha Negara, maka antara 75 Pegawai KPK dan Pimpinan KPK berada dalam sengketa TUN sebagai akibat dikeluarkan Keputusan TUN (Pemberhentian) termasuk sengketa kepegawaian,” katanya.

Artinya urusan 75 pegawai KPK itu seharusnya menjadi wewenang Pengadilan Tata Usaha Negara, bukan Komnas HAM. Untuk itu, Petrus menilai Komnas HAM tak paham tentang Hukum Tata Usaha Negara dan Administrasi Pemerintahan sehingga dengan mudah ditunggangi oleh 75 orang Pegawai KPK yang diberhentikan.

“Itu jelas merupakan tindakan penyalahgunaan wewenang yang dilarang oleh pasal 17 UU No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan,” ujarnya.

Petrus pun menilai sikap pimpinan KPK yang tak menghadiri panggilan Komnas HAM sudah tepat. Menurutnya, pimpinan KPK cukup mengirim surat dan menyatakan keberatan memenuhi panggilan Komnas HAM dan persilakan 75 Pegawai KPK memggunakan haknya mengugat ke PTUN Jakarta.

“Anehnya Komnas HAM tidak bisa membedakan mana yang merupakan tindakan yang masuk kategori Perbuatan Melanggar Hukum dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik dan mana yang masuk kategori Pelanggaran HAM, padahal UU sudah memberikan batasan yang jelas dan tegas, termasuk kapan Komnas HAM boleh bertindak,” katanya. 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pemimpin Terpilih Pilkada 2024 Diharapkan Menyatukan Aspirasi Semua Pihak

Jakarta - Presiden Prabowo Subianto mengatakan bahwa pemimpin daerah yang terpilih dalam Pilkada Serentak 2024 harus mampu menyatukan seluruh...
- Advertisement -

Baca berita yang ini