BWS NT II Belum Terima Surat Penolakan Masyarakat Terkait Pembangunan Bendungan Kolhua

Baca Juga

MATA INDONESIA, KUPANG – Rangkaian penolakan atas pembangunan Bendungan Kolhua rupanya belum sampai ke tangan Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II (BWS NT II). Hal ini diungkapkan oleh Satuan Kerja Pembangunan Bendungan I, Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II Davianto Frangky B. Welkis, ST.

“Seperti informasi yang kami dapat bahwa ada surat penolakan dari masyarakat, namun belum kami terima fisik surat bersangkutan,” ujarnya kepada minews.id, Senin 28 Maret 2022.

Ia juga mengakui bahwa pihaknya belum mengetahui kendala penolakan yang terjadi di kalangan masyarakat Kolhua. BWS NT II juga belum bertatap muka langsung dengan masyarakat terdampak untuk memberikan penjelasan terkait pelaksanaan giat pembangunan dan manfaat serta dampak dari pembangunan itu sendiri.

“Termasuk juga belum diberikan penjelasan/informasi kepada masyarakat terdampak terkait hak-hak yang diterima masyarakat nantinya dari dampak pembangunan dimaksud,” katanya.

Mengingat penggantian lahan terdampak perlu berproses dan prosesnya masih akan berlangsung dengan melibatkan pihak-pihak terkait sehingga untuk informasi besaran nilai penggantian tanah dan bangunan nantinya akan diperhitungkan oleh pihak yang berwenang dalam hal ini Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) dengan mekanisme aturan dan ketentuannya tersendiri. Jadi mesti melalui tahapan yang melibatkan pihak terkait seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang akan mengidentifikasi dan menginventarisasi hingga penilaian oleh KJPP.

“Namun untuk memutuskan bentuk ganti ruginya kembali ke masyarakat yang memutuskan akan seperti apa penggantiannya, melalui musyawarah bentuk penggantian. Jadi keputusannya bukan diputuskan oleh pihak yang membutuhkan lahan dalam hal ini pihak BWS NT II yang juga akan melaksanakan tugas pembangunannya,” ujarnya.

Frangky juga menjelaskan bahwa terkait relokasi warga yang saat ini tinggal dalam area terdampak merupakan salah satu opsi dari bentuk penggantian yang akan ditentukan.

“Apakah pilihan masyarakat mau direlokasi atau mau diganti dengan nilai rupiah tertentu atau dengan opsi yang lain sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundangan yang berlaku terkait pengadaan tanah untuk kepentingan umum,” katanya.

Lebih lanjut ia menambahkan bahwa saat ini ijin lingkungan dan kelayakan lingkungan melalui studi AMDAL sedang dilaksanakan.

“Untuk pelaksanaan konstruksi direncanakan akan mulai dilaksanakan di akhir tahun 2022 ini,” ujarnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini