BIN Banten Gelar Vaksinasi Anak di Cibadak, Lebak

Baca Juga

MATA INDONESIA, LEBAK – Pemerintah telah memulai vaksinasi anak usia 6-11 tahun setelah terbitnya Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) nomor 66 tahun 2021. Untuk itu, Badan Intelijen Negara Daerah Banten (Binda) juga ikut mendukung vaksinasi tersebut yang akan menyasar sekitar 26,5 juta anak di seluruh Indonesia.

Hari ini, 29 Januari 2022, Binda Banten menggelar vaksinasi untuk anak usia 6-11 tahun di Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak.

Kepala Binda Banten, Brigjend Pol Hilman mengatakan, kegiatan bekerjasama dengan PKM Cibadak melakukan vaksinasi di SDN 1 Cimentenf Jaya Kp. Pasirgebang, Desa Cimenteng Jaya, Kec. Cibadak dengan target 100 dosis.

Vaksinasi massal tersebut terus gencar dilakukan selain untuk mendukung program pemerintah juga untuk meningkatkan herd immunity di wilayah Kabupaten Lebak khususnya dan Banten pada umumnya.

“Adapun target vaksinasi yang dilakukan oleh Binda Banten di wilayah Provinsi Banten yakni 95.000 dosis,” ujarnya.

Ia menambahkan, bahwa sampai hari ini pelaksanaan vaksinasi yang dilaksankan oleh Binda Banten sebanyak 84.563 dosis atau 89,01 persen dari sebanyak target 95.000 dosis.

“Khusus untuk Kabupaten Lebak target kita yakni 3.500 dosis dan yang sudah  tervaksin sebanyak 3.275 dosis. Diharapkan, vaksinasi yang terus digencarkan oleh Binda Banten dapat mencapai 95 ribu Dosis hingga akhir bulan Januari 2022,” katanya.

Sebagai catatan, pelaksanaan vaksinasi bagi anak ini dilakukan berdasarkan rekomendasi dari Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization/ITAGI) melalui surat nomor 166/ITAGI/Adm/XII/2021 tanggal 9 Desember 2021 perihal kajian vaksinasi Covid-19 pada anak usia 6-11 tahun.

Reporter : Febrian Reja Aristama

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Judi Daring Ancam Ekonomi Keluarga: Saatnya Literasi dan Kolaborasi Jadi Senjata

Oleh: Ratna Soemirat* Fenomena judi daring (online) kini menjadi salah satu ancaman paling serius terhadap stabilitassosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Di tengah kemajuan teknologi digital yang membawakemudahan hidup, muncul sisi gelap yang perlahan menggerogoti ketahanan keluarga dan moral generasi muda. Dengan hanya bermodalkan ponsel pintar dan akses internet, siapa pun kini bisaterjerumus dalam praktik perjudian digital yang masif, sistematis, dan sulit diawasi. Pakar Ekonomi Syariah dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Satria Utama, menilai bahwa judi daring memiliki daya rusak yang jauh lebih besar dibandingkan bentukperjudian konvensional. Menurutnya, sasaran utama dari perjudian daring justru kelompokmasyarakat yang secara ekonomi tergolong rentan. Dampaknya langsung terlihat pada polakonsumsi rumah tangga yang mulai bergeser secara drastis. Banyak keluarga yang awalnyamampu mengatur pengeluaran dengan baik, kini harus kehilangan kendali keuangan karenasebagian besar pendapatan mereka dialihkan untuk memasang taruhan. Satria menjelaskan, dalam beberapa kasus, bahkan dana bantuan sosial (bansos) yang seharusnyadigunakan untuk kebutuhan pokok keluarga justru dihabiskan untuk berjudi. Hal ini, katanya, bukan lagi sekadar persoalan individu, melainkan ancaman nyata terhadap ketahanan ekonominasional. Ia menegaskan, ketika uang yang seharusnya digunakan untuk makan, biaya sekolahanak, atau keperluan kesehatan malah dipakai untuk berjudi, maka kerusakannya meluas hinggapada tingkat sosial yang lebih besar. Masalah ini juga diperparah dengan munculnya fenomena gali lubang tutup lubang melaluipinjaman online (pinjol). Banyak pelaku judi daring yang akhirnya terjebak utang karena tidakmampu menutup kerugian taruhan. Satria menilai bahwa bunga pinjol yang tinggi justrumemperparah keadaan dan menjerumuskan pelakunya ke dalam lingkaran utang yang sulitdiakhiri. Dalam banyak kasus, kondisi ini menyebabkan kehancuran rumah tangga, konflikkeluarga, hingga perceraian. Efek domino judi daring, katanya, sangat luas dan tidak hanyamerugikan pelakunya saja. Selain aspek ekonomi, Satria juga menyoroti persoalan perilaku konsumsi yang tidak rasional di kalangan masyarakat. Ia menilai bahwa budaya konsumtif yang tinggi membuat masyarakatlebih mudah tergoda dengan janji palsu “cepat kaya” yang ditawarkan oleh situs judi daring. Contohnya, jika seseorang rela mengeluarkan uang untuk rokok meski kebutuhan rumah tanggaterbengkalai, maka godaan berjudi dengan iming-iming hasil instan menjadi semakin kuat. Menurutnya, perubahan pola pikir masyarakat menjadi kunci utama untuk membentengi diri daribahaya ini. Lebih jauh, Satria menegaskan bahwa penanganan judi daring tidak cukup hanya denganpendekatan represif, seperti pemblokiran situs atau razia siber. Ia menilai langkah tersebutmemang penting, tetapi tidak akan menyelesaikan akar masalah tanpa adanya peningkatanliterasi ekonomi dan kesadaran digital masyarakat. “Permintaan terhadap judi daring itu besar, sehingga selama ada permintaan, pasokan akan terus bermunculan,” ujarnya dalam wawancara. Pemerintah, katanya, harus berani menyentuh aspek edukasi publik dengan memperkuat literasidigital, keuangan, dan moral agar masyarakat memiliki ketahanan terhadap jebakan dunia maya. Upaya memperkuat literasi digital dan kesadaran publik kini mulai mendapat perhatian dariberbagai pihak, termasuk dunia akademik. Salah satu contoh nyata datang dari UniversitasLampung (Unila) melalui inovasi bertajuk Gambling Activity Tracing Engine (GATE...
- Advertisement -

Baca berita yang ini