Aktif di Medsos, Remaja di Papua Masih Minim Pengawasan dan Pengetahuan

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAYAPURA – Rumah belajar Papua (RBP) awal tahun ini mengeluarkan hasil penelitian mereka selama 2020-2021. Temanya  tentang Remaja dan Perilaku bermedia sosial di Papua.

Penelitian ini berlangsung di kota dan kabupaten dengan kondisi akses internet baik dan stabil. Misalnya di Biak, Kota dan Kabupaten Jayapura, Timika dan Merauke. 
Metodologinya adalah penelitian campuran. 
Dari hasil penelitian untuk melihat remaja Papua mengakses internet dan bermedia sosial. Meski di wilayah ini sempat ada masalah jaringan internet putus di pertengahan tahun 2021 lalu. Namun ternyata tidak memengaruhi mereka untuk berhenti menggunakan media sosial.
Dari hasil penelitian tersebut, ternyata selama masa internet padam mereka berusaha berkomunikasi dengan SMS dan telepon. Tak hanya itu, remaja Papua tetap mengupdate status, di medsos dan sosial messenger. Malah yang menarik, mereka bahkan sengaja melakukan perjalanan ke kabupaten lain misalnya Kabupaten Kerom untuk bisa mendapatkan falitas internet yang baik.
Kepala Divisi Pendidikan dan Penelitian Rumah Belajar Papua (RBP) Yayan Sopian, mengatakan ada tiga media sosial yang paling banyak peminatnya oleh remaja Papua yaitu  Tiktok, Instagram dan Facebook.
Ada semacam kebiasaan yang terbentuk di kaum remaja bahwa, “sebelum tidur harus cek hp dan bangun tidurpun harus cek hp.

Hal menarik lainnya adalah ada semacam pengelompokan kecenderungan. Remaja usia 10-12 tahun cenderung lebih aktif di tiktok. Dan hanya 10 persen saja yang aktif di facebook.

Usia 12-15 tahun mereka sudah memiliki instagram, akun WhatsApp dan tetap aktif di tiktok. Sedangkan usia 16-18 tahun mereka sudah punya facebook, WhatsApp secara mandiri. Dan kelompok usia 19-21 tahun memiliki tiga akun media sosial (tiktok, instagram, facebook).

“Mereka juga memiliki akun game online, akun sosial messenger (WA, telegram, messenger) dan menonton youtube. Mereka juga memiliki perangkat sendiri, password sendiri , walaupun mereka masih bergantung pada orang tua untuk membeli pulsa dan perangkat,” ujar Yayan Sopyan.

Sementara untuk isu, yang paling diminati adalah olahraga, teknologi, seni budaya, dan kemanusiaan misalnya bencana alam. Sedangkan untuk urusan politik, korupsi, kesehatan dan keamanan tidak begitu banyak peminatnya karena terlalu serius. Dan tidak bisa menjadi bahan pembicaraan dengan teman sebaya.

Untuk device dan perangkat kebanyakan adalah smartphone. ”Hampir semuanya dari hadiah orang tua, kakak, saudara,” kata Yayan.

Sekretaris Eksekutif Rumah Belajar Papua, Dian Wasaraka menjelaskan hasil penelitian ini mengungkapkan tingginya intensitas remaja dalam 6-8 jam perhari ternyata tidak berbarengan dengan kesadaran dan pengetahuan soal internet yang aman.

Kebanyakan dari mereka, melakukannya untuk tetap terhubung dengan teman dan kelompok rujukan atau influencer. Sisanya 2-3 jam mereka gunakan untuk mengerjakan tugas sekolah, berkomunikasi dengan guru dan belajar online.

”Sangat sedikit yang menggunakannya untuk kegiatan produktif seperti bisnis, membangun portofolio digital atau mengikuti kegiatan online positive,” katanya.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Peran Sentral Santri Perangi Judol di Era Pemerintahan Prabowo-Gibran

Jakarta - Kalangan santri dianggap menjadi salah satu elemen bangsa yang mampu terlibat aktif dalam pemberantasan Judi Online yang...
- Advertisement -

Baca berita yang ini