MATA INDONESIA, JAKARTA – Kehebatan Thomas Americo di masa jayanya menjadi kenangan di antara para pecinta tinju Indonesia. Bekal ilmu beladiri Tukumalu yang diwariskan dari sang kakek sejak kecil ternyata menjadi fondasi yang kuat baginya dalam meniti karir sebagai petinju.
Bahkan menurut kabar, Thomas mampu memecahkan batu karang dengan tangan kosong berkat ilmu Tukumalu yang dimilikinya. Namun, ilmu bela diri tersebut memiliki pantangan tersendiri. Konon, Thomas disuruh tak duduk ataupun minum, di sela-sela latihan ataupun pertandingan untu menjaga kesaktiannya tak pudar.
Diduga salah satu biang kerok kekalahannya atas juara dunia WBC kelas welter yunior Saoul Mamby karena ia melanggar pantangan itu.
Di awal pertandingan yang digelar di Gelora Bung Karno, Senayan, 29 Agustus 1981 itu, ia sempat melancarkan serangan cepat dan berhasil melukai pelipis kanan Saoul.
Namun, memasuki ronde ke-15, ia melanggar pantangan itu dan akhirnya menjadi bulan-bulanan pukulan Saoul. Thomas pun gagal merebut gelar juara dunia WBC kelas welter yunior dari tangan eks veteran perang Vietnam itu.
Meski demikian, Thomas tetaplah petinju yang fenomenal pada masanya. Ia diketahui memiliki ketahahan fisik yang kuat dan pukulan yang keras. Adalah Agus Zabara, salah satu petinju pro pertama di Jember, Jawa Timur yang pernah merasakan di-KO Thomas di tahun 1986.
Kala itu, keduanya berjumpa dalam pertandingan kelas welter yunior non gelar 8 ronde. Pertarungan itu dilakukan di Stadion Notohadinegoro Jember.
“Saya habis di ronde ke-7. Wasit Rustam menghitung sampai habis dan saya tidak bangun. Fisik sudah tidak mungkin untuk meneruskan sisa ronde. Saya tidak ada persiapan untuk menghadapi Thomas Americo,” kata Agus.
Agus mengaku menerima tawaran tersebut karena lagi butuh uang. Waktu itu ia sedang menyusun skripsi D3 Ekonomi di Universitas Negeri Jember.
“Waktu timbang badan, saya harus mengantongi batu timbangan agar berat bisa main di kelas welter yunior 63,5 kilogram,” kenangnya.
Tak hanya itu, kehebatan pukulan Thomas juga sudah terbukti sebelumnya dengan berhasil menumbangkan Wongso Suseno dalam perebutan gelar juara Orien Pacific Boxing Federation (OPBF) di tahun 1979.
Setahun berselang, ia berhasil mengalahkan Eddi Button, petinju kelas welter dari Australia. Ia juga sempat mengkanvaskan Sang Mo Koo, seorang petinju asal Korea Selatan dalam perebutan gelar juara tinju profesional Asia Pasifik (OPBF) kelas welter ringan. Saat itu Thomas menerima Rp 6 juta, sebuah bayaran tertinggi petinju pro Indonesia di masanya.