MATA INDONESIA, JAKARTA – Ketika Susannah Rigg, penulis dari BBC Travel turun sejauh tujuh meter di bawah Katedral Metropolitan di Kota Meksiko. Ia merasakan jantungnya berdebar dengan kencang.
Susannah mengaku telah mendengar kabar tentang kuil-kuil yang terkubur di bawah katedral ikonik ini. Namun, sejak ditemukan pada tahun 1970, ia belum bisa melihatnya. Sekarang, ia menjadi bagian dari tur publik yang menjelajahi rahasia kuno yang terletak tepat di bawah katedral ini.
Tur yang dijalankan oleh pemandu katedral ini membantu menghasilkan dana untuk gereja sambil menawarkan wawasan kepada pengunjung tentang dunia di bawah tanah salah satu bangunan paling terkenal di Meksiko.
Susannah menahan nafasnya ketika ia dan rombongannya berjalan menuruni tangga spiral dan baru mengembuskannya ketika melihat Kuil Tonatiuh, Dewa Matahari. Tonatiuh adalah pemimpin Ilahi pada periode yang disebut oleh orang Mexica sebagai “era matahari kelima”, yakni periode di mana diperkirakan akan berakhir dengan kehancuran akibat gempa bumi.
Mengingat Meksiko baru-baru ini diguncang gempa, Susannah merasa gentar selagi berada di bawah tanah. Di dekatnya, ada batu Piedra Chalchihuitl yang sepenuhnya utuh, dengan aksara elegan yang jika diterjemahkan berbunyi “tempat berharga atau sakral”.
Pada 1978, para montir listrik tidak sengaja menemukan monolit raksasa dekat katedral, pemerintah Meksiko pun melakukan penggalian selama lima tahun dan menemukan Templo Mayor (Kuil Agung).
Lalu pada 1991, Program Arkeologi Perkotaan (PAU), yang dipimpin oleh arkeolog Raúl Barrera Rodríguez, menggali area seluas 500 meter persegi (sekitar tujuh blok dari pusat kota Meksiko) untuk menemukan Tenochtitlan.
Karena penemuan-penemuan tersebut, muncul hukum di mana Institut Nasional Antropologi dan Sejarah harus diinformasikan setiap kali ada perbaikan pipa air atau memasang kabel listrik bawah tanah di pusat Meksiko supaya para arkeolog dapat mengawasi prosesnya. Semenjak itu, penemuan di pusat kota Meksiko terus terjadi.
Sebuah renovasi bangunan di belakang Katedral tahun 2015, membantu para arkeolog dari PAU menemukan el gran tzompantli, rak tengkorak sepanjang 35 meter yang pernah dipasangkan tiang-tiang kayu untuk memajang tengkorak korban pengorbanan oleh rakyat Mexica.
Sepanjang dua tahun penggalian yang berakhir pada 2017, hampir 700 tengkorak ditemukan serta sebuah pangkalan dengan lubang pasak di mana pasak kayu berisi tengkorak akan dipajang.
Lalu pada 2017, para arkeolog yang dipanggil ke proyek renovasi sebuah hotel di pusat bersejarah Mexico City menemukan lapangan bola kuno, tempat rakyat Mexica memainkan bola karet dalam ajang Juego de Pelota atau Permainan Bola.
Awal 2020, sejumlah persembahan kurban termasuk kerangka seorang bocah laki-laki yang berpakaian seperti Huitzilopochtli, Dewa Perang Mexica ditemukan di anak tangga Templo Mayor.
Tulang-tulang jaguar dan lapisan-lapisan cangkang serta karang juga ditemukan, sehingga para arkeolog percaya bahwa mereka mungkin akan menemukan makam Ahuitzotl, kaisar Mexica yang memerintah pada 1486 hingga 1502.
Raúl Barrera Rodríguez, seorang arkeolog dari PAU berharap, kesepakatan dengan para pemilik bangunan yang berdiri di atas penemuan tersebut dapat dicapai sehingga sisa-sisa ini dapat segera dipamerkan di museum bawah tanah.
Catatan-catatan yang ditinggalkan oleh para penjajah Spanyol, serta catatan terperinci yang ditulis oleh beberapa biarawan Fransiskan dan penulis cacatan Mexica membantu para arkeolog untuk mengetahui di mana letak terkuburnya kuil-kuil dan artefak-artefak Meksiko.
Beberapa informasi yang berasal dari berbagai tulisan biarawan Bernardino de Sahagún di abad ke-16, menunjukkan bahwa ada sekitar 78 kuil di pusat Tenochtitlan. “Apa yang ditulis Sahagun sangat mencengangkan karena dari sisi arkeologis, kami telah dapat menemukan semua yang ia gambarkan,” kata Barrera.
Namun demikian, menggali di kota seperti Mexico City tidaklah mudah. Rakyat Mexica membangun pusat kota besar mereka bagaikan sebuah pulau kecil di tengah danau. “Di beberapa bagian kota, pada kedalaman 5 meter, kita menemukan air,” jelas Barrera.
Tanah yang tergenang air ini berarti sebagian besar pusat kota tenggelam sekitar 5-7cm per tahun, dan di beberapa daerah sebanyak 40cm per tahun. Karena struktur modern tertentu dibangun di atas platform dan struktur Mesoamerika kuno, berarti tidak semua kota tenggelam pada kecepatan yang sama.
“Beberapa tahun yang lalu ada masalah,” Matos menjelaskan. “Katedral tenggelam dan dinding-dindingnya mulai pecah karena ada bangunan-bangunan pra-Hispanik di bawahnya.”
Meskipun kejadian tersebut merusak bangunan kolonial, para arkeolog justru merasa terbantu karena mereka dapat mengidentifikasi di mana sisa-sisa Mesoamerika dapat ditemukan.
“Kita menemukan sebuah retakan, dan kita tahu jika kita mengikuti retakan itu, mungkin kita dapat menemukan piramida,” ujar Barrera.
Para arkeolog pun mengikuti retakan kecil ini untuk menggali dan menemukan bangunan (yang menyebabkan retakan tersebut. Namun, alih-alih hanya mengejar celah, kemajuan teknologi justru membantu para arkeolog untuk membuat lebih banyak penemuan.
“Ketika kami mulai tahun 1978, kami menggunakan theodolites (instrumen yang digunakan untuk memetakan sudut vertikal dan horizontal),” kata Matos. “Tapi sekarang, kita menggunakan 3D Scanner.”
Barrera menjelaskan bahwa radar penetrasi tanah juga digunakan untuk membantu para arkeolog mendeteksi apa yang ada di bawah permukaan jalan di pusat kota. Meski demikian, menurut Barrera, penggalian tradisional masih diperlukan untuk menguatkan apa yang ditunjukkan oleh informasi dan pemindai geofisika.
“Bagi sebagian orang, menggali kota sibuk yang tenggelam dan rawan gempa bumi tidak ada nilainya. Namun, pendapat seperti itu justru meniadakan sejarah mereka sendiri,” kata Matos. Bagi Matos, penggalian ini telah membantu mengungkap bahwa Kota Meksiko modern memiliki banyak kesamaan dengan Tenochtitlan kuno.
Banyak bangunan bersejarah di pusat kota metropolis yang luas saat ini melayani fungsi yang sama seperti yang mereka lakukan hampir 700 tahun yang lalu.
Ada Katedral Spanyol yang dibangun di atas kuil Mexica, lalu Istana Nasional Meksiko, tempat presiden saat ini tinggal, berdiri di atas puing-puing istana Moctezuma II, kaisar lama Mexica yang terbunuh pada tahap awal penaklukan Spanyol.
“Ini sangat penting karena tetap menjadi kursi kekuasaan, dari Moctezuma II hingga hari ini,” kata Barrera. “Ini sangat simbolis.”
Barrera juga menggambarkan bagaimana sebuah universitas dibangun di tempat dimana sebuah sekolah Mesoamerika pernah berdiri, dan kota Mexica akan memiliki plaza pusat yang memainkan peran yang sama dengan Zócalo modern.
“Kami masih mendapati Mexica hadir dalam kehidupan kita sehari-hari,” jelasnya.
Sangat luar biasa membayangkan bahwa sebuah kota yang didirikan pada 1325 akan memiliki banyak kesamaan dengan megalopolis yang kacau hari ini. Tetapi satu hal yang pasti, detak jantung Mesoamerika masih berdenyut tepat di bawah permukaan kota Meksiko yang modern.
Reporter: Muhammad Raja A.P.