MATA INDONESIA, JAKARTA – Sutan Syahrir, siapa sangka dia yang mendesak Soekarno-Hatta untuk mendeklarasikan kemerdekaan dua hari sebelum tanggal bersejarah 17 Agustus 1945. Bersama Mohammad Hatta, Sutan Syahrir selalu menyerukan pergerakan menuju kemerdekaan Indonesia.
“…Pertama-tama, marilah kita mendidik, yaitu memetakan jalan menuju kemerdekaan.” kata Sutan Syahrir.
Pria kelahiran 5 maret 1909 di kota padang panjang, Sumatera Barat ini dikenal dengan hobinya yang suka membaca buku, khususnya buku-buku terbitan Eropa. Ia kuliah di Fakultas Hukum Universitas Amsterdam, Belanda setelah lulus dengan nilai terbaik pada sekolah elit di Bandung.
Saat semangat kemerdekaan ia lihat mulai pudar dari pemuda Indonesia karena ancaman dan kekangan Belanda. Pada 1931 ia memutuskan untuk berhenti kuliah dan melanjutkan gerakan semangat kemerdekaan di Indonesia.
Saat kembali ke Indonesia, Sutan Syahrir bersama Mohammad Hatta memimpin Partai Nasional Indonesia (PNI Baru) pada 1932. Kegiatan Syahrir dan Hatta di PNI baru membuat pemerintah kolonial Belanda lebih mengawasi secara ketat aktifitas partainya. Pergerakan yang mereka buat dinilai lebih radikal dengan mobilisasi massa besar-besaran.
Tekadnya yang kuat merebut kemerdekaan dari kolonialisme membuat Syahrir melakukan pergerakan ‘di bawah tanah’ dengan membangun jaringan untuk mempersiapkan diri merebut kemerdekaan.
Sutan Syahrir kemudian mendesak Soekarno dan Mohammad Hatta untuk mendeklarasikan kemerdekaaan Indonesia pada tangga 15 Agustus 1945, desakan itu juga didukung oleh para pemuda ketika itu.
Namun, Soekarno-Hatta tidak setuju karena mereka tetap mengikuti hasil keputusan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang mendeklarasikan kemerdekaan pada 24 September 1945.
Pamuda kala itu menerima kekecewaan atas sikap yang dikeluarkan Soekarno-Hatta. Kekecewaan itu berujung pada penculikan Soekarno-Hatta dan dibawa ke Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945.
“…Penyelesaian nasib bangsa kita hanya akan ditentukan oleh orang-orang yang berhati besar,kuat dan jujur serta bercita-cita tinggi dan murni.” – Sutan Syahrir
Pasca kemerdekaan Indonesia, Sutan Syahrir dipercaya menjadi Perdana Menteri pertama Republik Indonesia. Ia menjabat sebagai menteri termuda di dunia dengan usia 36 tahun. Bahkan, beliau juga rangkap jabatan sebagai Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri pada saat itu.
Sutan Syahrir juga dikenal sebagai sosok penting dalam perumusan kemerdekaan Indonesia. Ia juga merupakan perangcang dari perubahan kabinet presidensil menjadi kabinet parlementer di Indonesia.
Sebagai perdana menteri Sutan Syahrir telah melakukan perombakan kabinet sebanyak tiga kali yaitu kabinet Syahrir I, Syahrir II dan Syahrir III. Dalam kancah internasional, beliau juga dikenal sebagai ahli diplomasinya konsisten dalam memperjuangkan kedaulatan Tanah Air.
Kemampuannya dalam hal komunikasi dan diplomasi menjadikan dirinya ditunjuk sebagai perwakilan Indonesia di Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) bersama Haji Agus Salim. Ia aktif membawa nama baik Indonesia di forum-forum Internasional.
Kepandaiannya dalam diplomasi serta berpidato mengenai kedaulatan Indonesia, mematahkan argumen perwakilan Belanda Eelco van Kleffens di forum PBB. Bahkan, berkat dirinya dan Agus Salim berhasil membuat PBB ikut campur dalam masalah Indonesia-Belanda. PBB kemudian mendesak Belanda untuk mengakui kedaulatan Indonesia.
Berkat pidatonya di PBB, ia dikenal sebagai diplomat muda yang berani memerjuangkan kebenaran di kancah Internasional. Bahkan, orang-orang menyebut Sutan Syahrir dengan julukan ‘The Smiling Diplomat.”
Perjuangan Syahrir dalam memperjuangkan kemerdekaan berakhir pada 9 April 1966, saat Sutan Syahrir menghembuskan nafas terakhirnya setelah ditangkap dan dipenjara tanpa pernah diadili oleh pemerintah kala itu. (Maropindra Bagas/R)