MATA INDONESIA, JAKARTA – Irian Barat akhirnya berhasil kembali ke pangkuan RI melalui perjuangan bersenjata bersandi Operasi Trikora dan diplomasi pada tahun 1963. Salah satu negara yang berperan penting dalam memberi dukungan Irian Barat ke pangkauan RI adalah Papua Nugini, negara yang berbatasan langsung dengan Irian Barat.
Ketika Menteri Penerangan Papua Nugini berkunjung ke Indonesia pada 1968, mendapat sambutan yang hangat oleh Boediardjo yang saat itu menjabat Menteri Penerangan RI.
Acara khusus untuk memberikan jamuan makan malam pun digelar di salah satu gedung milik Kedutaan Besar Australia untuk menghormati Menteri Penerangan Papua Nugini itu.
Seperti biasa jamuan makan malam itu dilengkapi minuman bir dan Boediardjo pun berbincang akrab dengan Menteri Penerangan Papua Nugini itu.
Tapi karena tampaknya kebanyakan minum bir dan mulai agak mabuk, Menteri Penerangan Papua kemudian mengajak Boediardjo masuk kamar kecil untuk buang air kecil sambil terus mengobrol.
Sambil membuang air kecil, Menteri Penerangan Papua Nugini itu tiba-tiba berkata kepada Boediardjo, “Mengapa dinamai Irian Barat. Apakah nanti juga ada Irian Timur?” Maksud Menteri Penerangan Papua Nugini itu adalah jika Indonesia memiliki Irian Barat, jangan-jangan nanti juga menginginkan Irian Timur yang dalam kaitan penamaan itu yang dimaksud adalah Papua Nugini sendiri.
Menteri Boediardjo yang merasa disindir sekaligus memahami kekhawatiran Menteri Penerangan Papua Nugini itu kemudian menjamin bahwa Papua Nugini akan aman-aman saja.
Keesokan harinya Boediardjo langsung bertindak cepat dengan menemui Presiden Soeharto dan menyampaikan kekhawatiran Papua Nugini terkait penamaan Irian Barat.
Pak Harto yang kemudian tanggap lalu mengganti nama Irian Barat menjadi Irian Jaya. Tapi, sesungguhnya warga Papua ternyata tidak menyukai nama Irian Jaya. Maka setelah Pak Harto lengser, oleh Presiden Gusdur nama Irian Jaya kemudian diganti dengan nama Papua.
30 Desember 1999 atau 2 bulan 10 hari setelah dilantik menjadi presiden, Gus Dur berkunjung ke Papua (saat itu Irian Jaya). Bukan tanpa alasan, ada dua tujuan dalam kunjungan tersebut. Pertama: berdialog dengan berbagai elemen di Papua. Kedua: melihat matahari terbit pertama milenium ke-dua pada 1 Januari 2000.
Persamuhan dengan berbagai elemen digelar pada 30 Desember 1999 jam 20.00 waktu setempat. Lokasinya di gedung pertemuan Gubernuran, Jayapura. Gus Dur mempersilakan mereka berbicara terlebih dulu. Mereka angkat suara dari yang sangat keras dengan tuntutan merdeka dan tidak mempercayai lagi pemerintah Indonesia hingga yang memuji tapi dengan berbagai tuntutan.
Kemudian, Gus Dur merespons mereka. Banyak hal ditanggapi. Tapi yang penting ini, Gus Dur mengatakan, “Saya akan mengganti nama Irian Jaya menjadi Papua, alasannya?”
Gus Dur lantas mengatakan, “Pertama, nama Irian itu jelek. Kata itu berasal dari bahasa Arab yang artinya telanjang. Dulu ketika orang-orang Arab datang ke pulau ini, menemukan masyarakatnya masih telanjang, sehingga disebut Irian.”
Lalu, Gus Dur melanjutkan, “Kedua, dalam tradisi orang Jawa kalau memiliki anak sakit-sakitan, sang anak akan diganti namanya supaya sembuh. Biasanya sih namanya Slamet, tapi saya sekarang ganti Irian Jaya menjadi Papua.”
Seorang antropolog bahasa Melanesia mencari asal-usul kata Irian yang diceritakan Gus Dur, tapi ia tidak pernah menemukannya. Sohibul riwayah, Ahmad Suaedy menduga, Gus Dur menggunakan alasan bahasa Arab dan tradisi Jawa untuk mencoba ‘menenangkan’ hati orang-orang Islam dan orang-orang Jawa yang berpotensi melakukan protes.
Menteri Negara Percepatan Kawasan Timur Indonesia era Presiden Megawati itu mengisahkan, ketika Kongres Rakyat Papua akan diselenggarakan, Gus Dur menyetujui kongres tersebut dilaksanakan.
Ketika kongres itu mau diadakan, semua orang protes. Itu separatis. Tetapi presiden (Gus Dur) menyetujui kongres itu diadakan.
Bahkan, Gus Dur juga akan membantu terselenggaranya acara kongres tersebut, yaitu dengan memberikan bantuan pendanaan. Ini langkah Gus Dur yang dianggapnya nyeleneh, lain daripada yang lain.
Saat Gus Dur menemui kelompok pro-kemerdekaan tersebut, banyak orang yang protes dan mengira bahwa Gus Dur menyetujui keberadaan mereka.
Gus Dur menegaskan bahwa semua yang ada di Papua adalah saudara-saudara dirinya, saudara sebangsa dan sesama manusia. Hal ini dilakukan Gus Dur tak lain untuk membangun kepercayaan masyarakat Papua kepada pemerintah.
Reporter : Mega Suharti Rahayu