Mengenal Hukum Pembatas Wilayah, Uti Possidetis Juris

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Uti Possidetis Juris, adalah prinsip hukum internasional yang mengesahkan Papua menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Prinsip ini menyatakan, teritori dan properti lainnya tetap berada di tangan pemiliknya, kecuali jika hal yang berbeda diatur oleh suatu perjanjian.

Prinsip hukum ini digunakan sebagai penentu batas wilayah sebuah negara mengikuti batas wilayah negara itu saat masih dijajah. Dalam konteks Indonesia, batas wilayahnya mengikuti batas wilayah saat masih berstatus Hindia Belanda, termasuk di dalamnya ada Papua.

Menurut konteks kolonialisme, Papua secara otomatis ikut merdeka dengan Indonesia ketika Soekarno membacakan proklamasi pada 17 Agustus 1945. Namun, Belanda tetap ingin merebut Papua dari Indonesia.

Hal ini membuat Indonesia berencana menggelar referendum yang dikenal dengan nama Penentuan Pendapat Rakyat Papua (Pepera). Referendum ini dibuat untuk menentukan Papua Barat ingin merdeka atau tetap bergabung dengan Republik Indonesia. Papera digelar dengan menggunakan sistem musyawarah dengan hasil Papua tetap bergabung dengan NKRI.

Eddy mengakui ada banyak pihak yang mempertanyakan keabsahan Pepera karena tidak menggunakan sistem one man one vote. Namun menurutnya, metode pemungutan suara ini sudah dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Papua.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Prof. Eddy Pratomo, mengakui ada pandangan berbeda terkait bergabungnya Papua dengan Indonesia. Namun kedaulatan Indonesia atas Papua telah sah sejak proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.

Menurut Eddy Pratomo, Pepera merupakan upaya resolusi dari Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) atas konflik bilateral antara dua pihak, yaitu Belanda dan Indonesia. Pasalnya, saat penyerahan kedaulatan Indonesia oleh Belanda lewat Konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949, Belanda menangguhkan penyerahan atas Papua bagian barat karena alasan perbedaan etnis.

Belanda beralasan, Papua harus dipisahkan sebagai negara sendiri. Sementara Indonesia berpendapat, Papua menjadi bagian dari Hindia Belanda yang kemudian diserahkan kepada Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan.

Perbedaan pendapat tersebut, membuat KMB akhirnya ditutup tanpa keputusan soal Papua. Masalah ini kemudian dibawa ke PBB untuk memutuskan masalah Papua bagian barat lewat musyawarah untuk bergabung dengan NKRI. Eddy mengatakan, dengan atau tanpa Pepera sekalipun, Papua telah menjadi bagian dari Indonesia.

Eddy Pratomo menjelaskan, prinsip Uti Possidetis Juris juga diterapkan dalam kasus Burkina Faso melawan Republik Mali. Itu sebabnya, desakan pihak-pihak tertentu agar Papua melakukan penentuan nasib sendiri lewat referendum tidak bisa dilakukan.

Reporter : Ade Amalia Choerunisa

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Komitmen Pemerintah Wujudkan Kemandirian Ekonomi Papua Melalui Lumbung Pangan Nasional

*) Oleh : Ratna Juwita Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto telah menunjukkankomitmen kuat untuk melakukan pembangunan Lumbung Pangan Nasional di Kabupaten Merauke, Papua. Melalui program ini, diharapkan Papua tidak hanyamenjadi daerah yang mandiri dalam hal pangan, tetapi juga menjadi motor perekonomian yang memberikan dampak positif bagi seluruh masyarakat.  Sejak diluncurkan, program Lumbung Pangan Nasional yang berbasis di KabupatenMerauke ini mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak. Salah satunya adalahtokoh masyarakat adat Papua, Bonefasius Muenda, yang mengungkapkan bahwaPresiden Prabowo Subianto memiliki perhatian besar terhadap pembangunan di Papua. Menurut Muenda, upaya pemerintah untuk menjadikan Merauke sebagai Lumbung Pangan Nasional mencerminkan niat tulus Presiden Prabowo untuk menyejahterakanmasyarakat Papua. Hal ini tidak hanya terlihat dari kebijakan yang digulirkan, tetapijuga dari langkah konkret yang telah diambil untuk membangun infrastrukturpendukung, membuka lapangan pekerjaan, serta mendorong keterlibatan masyarakatdalam proses pembangunan. Menurutnya, program ini akan memberikan dampak langsung terhadap ekonomimasyarakat setempat, yang selama ini lebih banyak bergantung pada sektortradisional dan terbatas pada kegiatan pertanian subsisten. Melalui Lumbung Pangan Nasional, Merauke akan menjadi daerah yang tidak hanyamengelola hasil pertanian untuk kebutuhan lokal, tetapi juga untuk mendukungketahanan pangan nasional. Dengan lahan yang subur dan potensi besar dalamsektor pertanian, Merauke menjadi pilihan ideal untuk menjadi pusat produksi pangan, baik untuk konsumsi lokal maupun ekspor. Kemudian, Presiden Prabowo juga akan membangun sejumlah infrastrukturpendukung berupa dermaga di Wanam dan jalan sepanjang 135 kilometer dariWanam ke Muting. Infrastruktur tersebut akan memberikan akses bagi petani untukmengangkut alat-alat pertanian dan hasil panen. Dengan kondisi lahan yang rata dan berawa,...
- Advertisement -

Baca berita yang ini