MATA INDONESIA, JAKARTA – Setiap Umat Islam merayakan 1 Muharram, Orang Jawa juga melakukan ritual 1 Suro. Apakah Suro adalah Kalender Hijriyah versi Jawa? Bisa disebut begitu.
Dari niatnya, Kalender Jawa yang disusun Sultan Agung selaku penguasa Keraton Yogyakarta memang berusaha agar masyarakat Jawa atau setidaknya keluarga keraton menyelenggarakan perayaan adat Jawa yang berdekatan atau selaras dengan perayaan hari besar Islam.
Kalender Jawa juga disebut sebagai Kalender Sultan Agungan karena diciptakan pada pemerintahan Sultan Agung (1613-1645). Sultan Agung adalah raja ketiga dari Kerajaan Mataram Islam.
Sebelum memeluk Islam, masyarakat Jawa menggunakan kalender Saka yang berasal dari India untuk melihat penanda hari.
Kalender Saka didasarkan pergerakan matahari (solar), sedangkan Kalender Hijriyah atau Kalender Islam berdasarkan pergerakan bulan (lunar). Akibatnya perayaan-perayaan adat yang diselenggarakan keraton tidak selaras dengan perayaan-perayaan hari besar Islam.
Untuk itulah, Sultan Agung menciptakan sistem penanggalan baru yang merupakan perpaduan Kalender Saka dan Kalendar Hijiriyah. Di kemudian hari penanggalan itu dikenal sebagai Kalender Jawa atau Sultan Agungan.
Kalender itu meneruskan tahun Saka, namun melepaskan sistem perhitungan yang lama dan menggantikannya dengan perhitungan berdasar pergerakan bulan. Karena pergantian tersebut tidak mengubah dan memutus perhitungan dari tatanan lama, maka pergeseran peradaban ini tidak mengakibatkan kekacauan, baik bagi masyarakat maupun bagi catatan sejarah.