MATA INDONESIA, JAKARTA – Tanggal 20 November menjadi tanggal bersejarah bagi rakyat Bali. Pada tanggal tersebut 75 tahun silam, terjadi pertempuran antara rakyat Bali dan Belanda yang disebut Pertempuran Puputan Margarana.
Sesuai namanya, Pertempuran Puputan Margarana terjadi di Desa Marga, Kecamatan Margarana, Tabanan, Bali. Pimpinannya Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai, selaku Kepala Divisi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) untuk wilayah Sunda Kecil (Bali dan Nusa Tenggara) dan sekitarnya.
Pertempuran ini terjadi saat Netherlands Indies Civil Administration (NICA) atau Belanda datang ke Indonesia. Tujuannya menguasai daerah kekuasaan Jepang, yang saat itu mengalami kekalahan dalam Perang Dunia II melawan pasukan Sekutu.
Kedatangan Belanda ke Indonesia ternyata tidak hanya menjadikan pulau Jawa sebagai sasarannya. Namun juga menyasar ke daerah-daerah lain di Indonesia, salah satunya adalah Bali. Dan pada 2 Maret 1946, pasukan Belanda mendarat di Bali. Kedatangannya mendapat pertentangan pejuang kemerdekaan Indonesia, khususnya rakyat Bali.
Melalui surat dari Letnan Kolonel J.B.T Konig, Belanda mengajak I Gusti Ngurah Rai untuk berunding. Namun, I Gusti Ngurah Rai menolak perundingan itu. Ia bertekad akan terus melakukan perlawanan terhadap Belanda yang ada di Bali.
Untuk menghadapi Belanda, I Gusti Ngurah Rai membentuk Batalyon Ciung Wanara. Ia juga membentuk basis-basis perjuangan di banyak desa di Bali, seperti Desa Tegaljadi, Desa Kelaci, Desa Banjar Adeng, Desa Marga, Desa Selanbawak, Desa Banjar Bedugul, Desa Banjar Ole, Desa Banjar Kelaci, dan desa-desa lainnya.
Pada 19 November 1946 malam, pasukan I Gusti Ngurah Rai diam-diam merebut persenjataan pasukan Belanda yang sedang berada di Tabanan. Sontak saja aksi ini membuat Belanda murka.
Keesokan harinya, 20 November 1946, di pagi-pagi buta, Belanda mengerahkan pasukan untuk mengepung desa Marga, desa yang menjadi pertahanan pasukan I Gusti Ngurah Rai. Di sinilah terjadi aksi tembak-menembak pasukan I Gusti Ngurah Rai. Banyak pasukan depan Belanda tewas tertembak.
Semakin geram, akhirnya Belanda melakukan aksi serangan dari berbagai arah. Namun usaha tersebut gagal lantaran pasukan I Gusti Ngurah Rai berhasil melakukan serangan balik.
Sempat menghentikan aksi penyerangannya selama satu jam, Belanda kembali mengerahkan pesawat pengintai. Banyak pasukan Belanda melakukan penyerangan. Namun, lagi-lagi usaha tersebut gagal. Pasukan Belanda pun mundur sejauh 500 meter untuk menghindari pertempuran.
Tak ingin menyia-nyiakan, I Gusti Ngurah Rai beserta pasukannya lolos dari kepungan Belanda. Sayangnya, Belanda bangkit kembali dengan mengerahkan bala bantuan dari seluruh kekuatan militernya yang ada di Bali. Mereka mendatangkan pesawat pengebom dari Makassar. Tak hanya itu, Belanda juga mengirim pesawat terbang untuk memburu I Gusti Ngurah Rai beserta pasukannya
Penyerangan besar-besaran ini nyatanya tak membuat I Gusti Ngurah Rai dan pasukannya gentar. Meski dari segi jumlah dan persenjataan mereka kalah jauh. Di momen inilah I Gusti Ngurah Rai memerintahkan pasukannya melakukan “puputan” atau perang habis-habisan. Seluruh pasukan tersebut gugur, termasuk I Gusti Ngurah Rai sendiri.
20 November menjadi tanggal untuk mengenang peristiwa tersebut. Di bekas arena pertempuran juga berdiri Tugu Pahlawan Taman Pujaan Bangsa.
Reporter: Intan Nadhira Safitri