MATA INDONESIA, JAKARTA – Kiprah George Soros di dunia investasi dan keuangan dunia memang cukup fenomenal. Harus diakui kalau Inggris lah yang menjadi awal karir Soros menuju konglomerat kelas dunia.
Di tahun 1992, ia sukses menghancurkan nilai tukar poundsterling hingga menyebabkan Inggris dilanda krisis ekonomi yang akut. Peristiwa ini dinamakan ‘Rabu Hitam’ alias Black Wednesday.
Ia memang piawai menjadi spekulan, namun ternyata Soros bukanlah lulusan ilmu Ekonomi. Ia ternyata adalah seorang doktor Filsafat. Gelar ini berhasil diraihnya di London School of Economics (LSE) pada tahun 1954.
Lulus kuliah dengan gelar dan ijasah di tangan tentu membuat Soros yakin bisa mendapatkan pekerjaan yang layak. Namun, ternyata semua tak sesuai ekspektasinya.
Ia terpaksa harus menjadi penjual keliling di sepanjang pantai Welsh. Soros kemudian mencoba melamar pekerjaan di bank di London, namun sebagian besar tidak merespons.
Beruntung seorang direktur pelaksana di Singer & Friedlander mau menerimanya untuk bekerja. Soros ditawarkan untuk mengisi posisi entry-level.
Pada tahun 1954, Soros mulai bekerja sebagai pegawai di bank tersebut, sebelum akhirnya dipromosikan ke departemen arbitrase. Saat berada di bank tersebut, salah satu rekan kerja Soros, Robert Mayer, merekomendasikan Soros untuk bekerja di bisnis orang tuanya, F.M. Mayer di New York pada tahun 1956.
Kinerjanya terbilang cemerlang di sana. Setelah membangun reputasi di lapangan, dia hijrah ke ke Wertheim & Co. pada tahun 1959 sebagai analis sekuritas Eropa.
Dia terus bekerja, pindah ke bank investasi yang bermarkas di New York, Arnhold dan S. Bleichroeder pada tahun 1963.
Pendek kata, pada tahun 1969, Soros dipercaya mengelola pendanaan bernilai 4 juta dolar AS, yang termasuk 250.000 dolar AS dari uang Soros sendiri. Dana tersebut tumbuh menjadi Quantum Fund.
Pada gilirannya Soros mengganti nama pendanaan yang dikelolanya menjadi Soros Fund pada tahun 1973, dengan aset 12 juta dolar AS.
Kepiawaian dalam membaca laju pasar saham dan keuangan global pun kian terasah. Salah satu peristiwa fenomenal yang barangkali menjadi ajang ‘balas dendam’ Soros terjadi di tahun 1992.
Daily Telegraph melaporkan, pada musim panas 1992, Soros mengendus devaluasi poundsterling dan berharap keuntungan darinya.
Ia lalu meminjam sekitar 6,5 miliar poundsterling dari Bank of England dan mengonversinya menjadi Deutchmark dan Franc (masing-masing mata uang Jerman dan Perancis sebelum Euro).
Perkiraan Soros terbukti. Nilai mata uang Inggris yang semula tinggi segera ambrol. Setelah mengembalikan pinjaman awal, 1 miliar poundsterling pun masuk ke rekeningnya. Atas aksinya tersebut, Soros pun mendapat julukan sebagai pria yang membuat bank sentral Inggris bangkrut (The Man Who Broke the Bank of England).