MATA INDONESIA, JAKARTA – Catalunya merupakan rumah bagi tim sepak bola terkenal, Barcelona. Wilayah ini masih jadi bagian dari Spanyol. Daerah otonom dengan luas wilayah 32.114 Km2 itu selalu ingin melepaskan diri dari Spanyol.
Kenapa begitu?
Pada tahun 1939 merupakan pergolakan warga Catalunya terhadap pemerintahan Spanyol. Kediktatoran Jenderal Francisco Franco yang memerintah saat itu berhasil memancing amarah warga Catalunya setelah Franco menghapus status otonom.
Dalam karyanya “The Spanish Holocaust”, Paul Preston menjelaskan saat Franco memerintah, berbagai jenis tindakan represif terhadap Catalunya dan juga penduduknya. Pada masa pemerintahan Franco, pasukan Spanyol banyak membantai warga.
Pada tahun 1960, Catalunya menjadi kawasan pusat industri oleh Franco guna menaikan perekonomian Spanyol. Karena itu migrasi besar-besaran terjadi. Banyak orang-orang Spanyol pindah ke daerah Barcelona dan sekitarnya. Walaupun menjadi wilayah industri terbesar di Eropa, perkembangan industri dan ekonomi tidak mendapat dukungan dari pemerintah Spanyol.
Pada 1970 Marco Bontje dan Sako Musterd dalam karyanya “Inventive City-Regions: Path Dependence and Creative Knowledge Strategies” menjelaskan mulai muncul gerakan-gerakan demokrasi yang menyebarkan seruan “Anti-Franco”. Mereka menyuarakan kebebasan politik dan sosial, amnesti bagi tahanan politik, pembangunan kembali hak otonomi, serta menggalang kekuatan dengan gerakan pro demokrasi lainnya.
Usaha mereka tidak sia-sia. Pada tahun 1975 saat Franco meninggal dan terjadi masa peralihan, status otonom kembali seperti semula. Namun ini tidak memuaskan hati para orang Catalunya. Demo untuk pelepasan daerah dari Spanyol terus terjadi. Tercatat, pada 2010 sekitar 25 persen warga ingin lepas dan merdeka dari Spanyol. Dua tahun kemudian, tepatnya pada tahun 2012 angkanya meningkat menjadi 57 persen. Pada 6 November 2014 akhirnya berlangsung pemungutan suara untuk mengukur aspirasi masyarakat yang menghendaki kemerdekaan. Tercatat hampir setengah dari total 5,4 juta penduduk saat itu memilih merdeka. Inilah awal dari Referendum.
1 Oktober 2017 adalah hari pelaksanaan referendum kemerdekaan Catalunya. Proses pemungutan suara berlangsung dan menghasilkan sebanyak 2.004.038 juta suara menyetujui kemerdekaan.
Namun saat itu Pemerintahan Spanyol di Madrid tidak tinggal diam. Mereka menolak dan akhirnya terjadi bentrokan. Ratusan warga menjadi korban akibat bentrokan tersebut. Pada 27 Oktober 2017 parlemen Catalunya resmi mendeklarasikan kemerdekaan dari Spanyol. Namun, selang beberapa jam pemerintah Spanyol menggugurkan deklarasi itu dengan membubarkan parlemen dan mengganti hasil referendum.
Persoalan ingin lepas dari Spanyol sebenarnya sederhana. Pertama karena faktor ekonomi dan entitas kebangsaan.
Dari faktor ekonomi, warga Catalunya merasa Pemerintahan Spanyol di Madrid tak pernah mengurus mereka. Sedangkan dari entitas kebangsaan, orang-orang Catalunya percaya bahwa mereka berasal dari nenek moyang yang bukan menjadi bagian dari Spanyol modern. Mereka percaya Catalunya adalah wilayah independen.
Menurut sejarah, Catalunya takluk pada 1714 kepada pemerintahan Raja Philip V. Orang-orang Spanyol paham sebenarnya kalau adanya perbedaan entitas, oleh karena itu Pemerintahan Spanyol memberikan status otonom di daerah Catalunya agar tidak mencoba untuk merdeka. Namun usaha itu sia-sia.
Sampai sekarang demo tersebut masih berlanjut. Pada 11 September 2021 kembali terjadi demo yang menyerukan kemerdekaan Catalunya. Demo pada 11 September ini sekaligus menandai peristiwa La Diada atau peristiwa jatuhnya Barcelona ke tangan Spanyol pada 1714 silam.
Reporter: Desmonth Redemptus Flores So