Peran Wanita sebagai Ibu dalam Perspektif Islam dan Feminisme

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Agama Islam memandang ibu sebagai sosok yang sangat dimuliakan. Bahkan seorang anak diwajibkan lebih dulu hormat kepada ibu sebelum ayahnya.

Hal itu tertulis dalam hadis riwayat Abu Hurairah Radiyallahu’annhu, yang mana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh kita untuk berbuat baik tiga kali lebih besar kapada ibu dibanding ayah.

“Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ ‘Ibumu!’ ‘Ibumu!, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari)

Ada banyak dalil dalam Alquran yang menjadikan kedudukan ibu sebagai perempuan sangat mulia dan diistimewakan.

Dalam Alquran Surat Luqman ayat 14 disebutkan, “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kamu kembali.”

Dalam surat itu, tertulis jelas bahwa sebagai anak perlu menghormati ibunya. Ibu telah diberi kekuatan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala untuk mampu tetap kuat dalam keadaan apapun ketika mengandung seorang bayi dan melahirkannya.

Kemuliaan seorang ibu dapat ditemui dalam sosok Maryam binti Imran yang kisahnya diabadikan dalam ayat-ayat Alquran. Maryam merupakan ibu dari Nabi Isa Alaihis salam yang putranya tersebut lahir tanpa dicampuri seorang laki-laki. Kondisinya itu membuat Maryam dibenci dan dihina banyak orang. Namun, Maryam tetap sabar dan tawakal mengingat apa yang terjadi padanya adalah kehendak Allah Subhanahu wa ta’ala.

Selama menjalani masa kehamilannya, Maryam mengasingkan diri demi keselamatan sang bayi. Perjuangannya sebagai seorang ibu serta keteguhan imannya membuat Maryam menjadi wanita paling mulia yang dipilih Allah Subhanahu wa ta’ala. Sebagaimana disebutkan dalam Alquran Surat Ali Imran ayat 42 yang berbunyi, “Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata: ‘Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita yang ada di dunia.”

Dari kisah Maryam, dapat diketahui betapa besar kemuliaan seorang ibu. Oleh sebab itu, tidak diperkenankan seorang anak berbuat durhaka kepada ibunya.

Hal itu diriwayatkan dalam salah satu hadis, “Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kalian berbuat durhaka kepada ibu-ibu kalian.” (HR. Bukhari)

Ibu sudah banyak berkorban mulai dari mengandung, melahirkan, hingga senantiasa mencurahkan kasih sayangnya semasa mendidik dan mengurus anak hingga tumbuh dewasa. Selain itu, ibu juga melakukan tugasnya sebagai ibu rumah tangga dengan penuh keikhlasan.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu ‘Addi dalam al-Kamil, dari jalur Musa bin Muhammad al-Maqdisi dari Ibnu Abbas, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata, “Surga itu (berada) di telapak kaki ibu, dari jalur manapun masuk dan dari jalur manapun pula keluar.”

Dari keterangan di atas, sangat jelas kedudukan ibu sebagai perempuan begitu tinggi dan harus dihormati. Islam telah mengatur kehidupan perempuan yang dijelaskan dalam hadis-hadis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Islam juga memberikan kedudukan penting dalam persamaan hak dengan kaum laki-laki sehingga tidak ada diskriminasi bagi perempuan.

Kesamaan hak dalam Islam diatur dalam Alquran yang terbagi dalam beberapa bagian, antara lain kesamaan dalam hak asal penciptaan, kesamaan dalam hak taklif (kewajiban yang harus dilaksanakan setelah umur balig) dan pahala, kesamaan dalam hal hudud (hukuman) dan syariat, serta kesamaan dalam penggunaan harta dan kepemilikan harta.

Dengan demikian jelas Islam menjunjung tinggi kesetaraan gender yang diiringi dengan keadilan gender. Berbeda halnya dengan kesetaraan gender yang kerap digaungkan kaum feminis. Kesetaraan gender dalam feminisme belum tentu berarti keadilan gender bagi perempuan.

Sarah Gamble dalam bukunya The Routledge Companion to Feminism and Postfeminism mengartikan feminisme sebagai paham, kajian, dan gerakan sosial yang bertujuan untuk mengubah status rendah perempuan dalam masyarakat yang mengutamakan perspektif laki-laki. Feminisme bertujuan untuk mendapatkan kesetaraan gender di berbagai lingkup kehidupan.

Kaum feminis mengampanyekan hak-hak perempuan, termasuk hak untuk memilih, memegang jabatan politik, bekerja, mendapatkan upah yang setara dan menghilangkan kesenjangan upah gender, memiliki properti, mendapatkan pendidikan, memiliki hak yang sama dalam pernikahan, dan untuk memiliki cuti kehamilan.

Mereka juga berupaya untuk memastikan akses terhadap aborsi itu legal dan melindungi perempuan dari pemerkosaan, pelecehan seksual, dan kekerasan dalam rumah tangga.
Dalam sebuah artikel yang berjudul ‘Gender, Embodiment and Cultural Practice: Towards a Relational Feminist Approach’ ditegaskan bahwa aspek dari gerakan feminisme yang paling menonjol adalah fakta bahwa mereka melabeli diri sendiri sebagai individu yang bebas, berpendidikan tinggi, dan memiliki hak penuh atas tubuh mereka.

Peran serta kedudukan perempuan yang diperjuangkan oleh kaum feminis memiliki beberapa perbedaan dalam Islam, di mana perempuan mempunyai hak sebagaimana kaum laki-laki, namun pada hal-hal tertentu ada yang tidak sama. Hal ini disebabkan fungsi dan tugas utama yang diemban laki-laki berbeda dengan perempuan.

Sebagai contoh, dalam lingkup pekerjaan, para ulama sepakat bahwa mencari nafkah merupakan kewajiban suami kepada istri. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Alquran Surat Al-Baqarah ayat 233 yang berbunyi, “Kaum ibu hendaklah menyusui anak-anak mereka selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada kaum ibu (istrinya) dengan cara yang baik dan benar. (Allah) tidak akan memberikan kadar beban kepada hamba-Nya kecuali dengan kadar kesanggupan (hamba tersebut).”

Kendati demikian, istri yang merangkap seorang ibu bukan berarti tidak diperkenankan mencari nafkah. Namun, semua harus atas izin suami dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, seperti untuk mengembangkan diri dan membantu perekonomian keluarga.

Islam memang menjunjung tinggi hak-hak perempuan dengan tetap memiliki batasan dan aturannya sebagaimana tertera dalam Alquran dan hadis. Ini berbeda jika dikaitkan dengan gerakan feminisme, khususnya di Barat. Feminisme Barat cenderung mengedepankan liberalisme atau kebebasan dari perempuan dalam memilih jalan kehidupan mereka sendiri tanpa terkekang dalam batasan-batasan yang diberikan oleh masyarakat, perusahan ataupun pemerintah.

Feminisme Barat dipengaruhi ideologi yang berbeda dengan ideologi agama Islam, karena dasar ideologi seorang Muslim adalah hadis dan Alquran sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya.

Oleh sebab itu, perlu digarisbawahi bahwa baik perempuan dan laki-laki diciptakan Allah Subhanahu wa ta’ala dengan kapasitas yang berbeda namun berhak mendapatkan keadilan dan hak yang diperlukan.

Reporter: Safira Ginanisa

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Peran Sentral Santri Perangi Judol di Era Pemerintahan Prabowo-Gibran

Jakarta - Kalangan santri dianggap menjadi salah satu elemen bangsa yang mampu terlibat aktif dalam pemberantasan Judi Online yang...
- Advertisement -

Baca berita yang ini