MATA INDONESIA, JAKARTA – “Suara Golkar, Suara Rakyat” menjadi slogan dari salah satu partai di Indonesia, yakni Partai Golongan Karya (Golkar). Saat ini partai berlambang Pohon Beringin itu dipimpin Airlangga Hartarto, selaku Ketua Umum.
Dibentuk sejak 20 Oktober 1964, Golkar sudah melakukan 12 kali pemilihan Ketua Umum untuk menentukan siapa yang akan memimpin partai ini menuju tujuan yang dikehendaki. Inilah nama-nama yang berperan membawa perubahan bagi partai besar saat masa orde baru itu.
- Djuhartono (1964-1965)
Brigadir Jenderal Djuhartono, atau yang lebih dikenal sebagai Djuhartono adalah tokoh pejuang kemerdekaan yang menentang pemerintahan kolonial Belanda. Djuhartono juga menjadi ketua umum yang pertama dan kerapkali dianggap sebagai “Golkar yang Sukarnois”. Bahkan saat itu Soekarno pernah berkata bahwa dengan bantuan Djuhartono, ia dapat menampung PKI. Di bawah kepemimpinan Djuhartono, partai yang awalnya sekretariat bersama itu lebih condong dan dekat dengan Soekarno.
- Suprapto Sukowati (1965-1972)
Brigadir Jenderal Suprapto Soekowati atau yang lebih dikenal sebagai Suprapto Sukowati, adalah tokoh pejuang kemerdekaan dari Jawa Timur. Suprapto Sukowati juga menjadi ketua umum kedua yang mampu membawa partai ini terus berkembang sejak orde lama tumbang dan digantikan Orde Baru. Dengan bantuan militer, Golkar mampu menandingi partai besar di masa itu seperti PNI, Masyumi, serta Murba.
Di masa kepemimpinan Sukowati inilah Golkar mulai berpihak pada Soeharto. Kepengurusan pun dirombak demi kesolidan organisasi. Setelah Soekarno tumbang, bersama-sama dengan perwira Angkatan Darat, Golkar menjadi pemenang dalam pertarungan politik nasional dan kian lama kian kuat karena banyak golongan atau organisasi yang ingin bergabung.
- Amir Moertono (1973-1983)
Mayor Jenderal TNI Amir Murtono adalah salah satu Jenderal Indonesia di rezim Soeharto yang terkenal setelah menjadi Ketua umum ketiga. Ternyata Amir Moertono adalah kawan lama Soeharto di masa peristiwa Serangan Umum 1 Maret di Yogyakarta. Saat itu Amir Moertono masih menjadi letnan dan menjadi kepercayaan Soeharto.
Tak Hanya itu, Soeharto dan Amir Moertono juga pernah terlibat satu rangkaian pada saat kampanye pembebasan Irian Barat tahun 1960-an. Saat itu Soeharto menjadi Panglima Operasi Mandala Pembebasan Irian Barat (Trikora), sementara Amir Moertono menjadi Ketua Seksi Aksi Pengerahan Massa di Front Nasional Pembebasan Irian Barat.
- Sudharmono (1983-1988)
Letnan Jenderal TNI (Purn.) H Soedharmono, atau yang sering disebut Soedharmono adalah ketua Golkar keempat. Di masa kepemimpinannya, Sudharmono sering melakukan inspeksi keliling ke daerah-daerah. Ia juga menggerakkan anggota Golkar untuk mendapatkan lebih banyak pemilih terutama pemilih muda dan ibu-ibu. Hal ini membuahkan hasil. Partai ini mendulang suara sebesar 72% pada Pemilu 1987.
- Wahono (1988-1993)
Mayor Jenderal Wahono, atau yang sering disebut Wahono menjadi ketua umum Golkar yang kelima, menggantikan Sudharmono. Banyak pengamat yang beranggapan bahwa Wahono dipilih karena hubungan dekatnya dengan Soeharto. Di masa kepemimpinannya, perwira militer seolah-olah kembali aktif dalam dunia perpolitikan. Banyak yang berpendapat bahwa Wahono dianggap condong mengakomodir kepentingan militer.
- Harmoko (1993-1998)
Harmoko menjadi ketua umum Golkar yang keenam dan menjadi orang pertama non-militer yang menduduki jabatan tersebut. Karena sebelumnya memang Golkar dipimpin oleh mereka yang berasal kalangan militer. Ia juga menjadi pencetus istilah “Temu Kader”. Harmoko juga dituding menjadi penyebab jatuhnya Soeharto karena terus mendorongnya untuk menjabat sebagai presiden. Mantan wartawan ini setelah orde baru tumbang tidak lagi berkiprah di dunia politik.
- Akbar Tandjung (1998-2004)
Ir. Akbar Tanjung, atau yang lebih dikenal sebagai Akbar Tanjung adalah ketua umum Golkar ketujuh. Ia pernah menjadi anggota FKP DPR-RI yang mewakili Provinsi Jawa Timur di periode 1977-1988. Selama menjadi ketua umum, ia pernah menjadi sorotan publik karena lolos dari jerat hukum setelah Mahkamah Agung menerima permohonan kasasinya. Kisah sukses Akbar Tandjung saat orde baru tumbang berhasil melakukan konsolidasi ke daerah-daerah sehingga Golkar yang berubah namanya menjadi Partai Golkar berhasil menempati urutan kedua setelah PDIP di pemilu pertama setelah masa reformasi. Akbar Tanjung juga sukses membawa Golkar menjadi pemenang pemilu di tahun 2004.
- Jusuf Kalla (2004-2009)
Jusuf Kalla adalah ketua umum Golkar kedelapan. Pada 10 Januari 2007, ia melantik pengurus Badan Penelitian dan Pengembangan Kekaryaan Partai Golkar di Kantor DPP Partai Golongan Karya sebanyak 185 orang, yang mayoritas anggotanya adalah pejabat publik, pegawai negeri sipil, cendekiawan, pensiunan jenderal, hingga pengamat politik yang memiliki gelar master, doktor, dan profesor.
Banyak yang berpendapat bahwa Golkar mengalami penurunan sejak masa kepemimpinannya. Ini dibuktikan dari perolehan kursi di parlemen yang kian menurun.
- Aburizal Bakrie (2009-2014)
Aburizal Bakrie menjadi ketua umum Golkar kesembilan pasca kepemimpinan Jusuf Kalla. Ada penilaian yang serupa dengan penilaian yang ditujukan kepada Jusuf Kalla saat kepemimpinannya. Di kepemimpinan Aburizal, Golkar tidak menghasilkan prestasi apapun. Selain sering terjadi konflik, perolehan suara Golkar di Pemilu terus menurun.
- Aburizal Bakrie & Agung Laksono (2014-2016)
Di tahun 2014-2016 Golkar memiliki dualisme kepemimpinan antara Aburizal Bakri dari hasil munas Bali dan Agung Laksono dari hasil munas Jakarta. Di awal Maret 2015, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia mengeluarkan surat keputusan yang mengesahkan Golkar pimpinan Agung Laksono.
Pada tanggal 10 Juli 2015, kasus ini diadili oleh empat hakim untuk memutuskan penolakan gugatan yang diajukan oleh Ketua Umum hasil Munas Bali Aburizal Bakrie terkait dualisme kepengurusan partai. Dualisme kepemimpinan ini mulai berakhir sejak adanya kesepakatan untuk melakukan tindakan penyelesaian yang dipimpin oleh mantan Ketua Umum Golkar, Jusuf Kalla di awal tahun 2016. Akhirnya dualisme kepemimpinan resmi berakhir pada 17 Mei 2016.
- Setya Novanto (2016-2017)
Terpilih sebagai ketua umum Golkar kesebelas menggantikan dualisme kepemimpinan, Setya Novanto, politikus asal Jawa Barat. Satu tahun kepemimpinannya, Golkar tak luput dari gejolak, terlebih lagi ia terlibat dalam kasus korupsi e-KTP.
- Airlangga Hartarto (2017–Kini)
Airlangga Hartarto sebagai ketua umum Golkar keduabelas hingga kini mampu membawa semangat bagi internal Golkar untuk meningkatkan kinerja guna menghadapi beragam tantangan. Banyak tokoh yang berpendapat bahwa sifat-sifat optimistis Airlangga tak hanya mampu memajukan Golkar semata, namun juga mampu memajukan politik Indonesia. Golkar pun nyaris tak ada konflik internal dan cenderung satu suara meski banyak tantangan karena sejumlah kadernya terlibat kasus korupsi.
Reporter: Intan Nadhira Safitri