MATA INDONESIA, JAKARTA – Tak ada yang menyangka, tiba-tiba saja personel band Koes Bersaudara yang sedang tampil manggung di rumah Kolonel Koesno, seorang pejabat Angkatan Laut di Jati Petamburan, Jakarta, ditahan aparat keamanan. Saat itu empat Koeswoyo bersaudara baru saja naik ke atas panggung. Lantunan lagu milik The Beatles, ‘I Saw Her Standing There’, terpaksa berhenti.
Kejadian ini terjadi pada 29 Juni 1965. Koes Bersaudara diajak manggung di acara yang dihadiri oleh staf Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Indonesia. Entah siapa yang membocorkan, tiba-tiba saja sekumpulan masa dari Pemuda Rakyat, organisasi sayap PKI, melakukan unjuk rasa di depan rumah.
Keributan itu menjadi dalih aparat keamanan polisi untuk menahan empat bersaudara itu, Tonny Koeswoyo, Nomo Koeswoyo, Yon Koeswoyo dan Yok Koeswoyo. Keempatnya dimasukkan dalam satu sel nomor 15 penjara Glodok. Mereka ditahan selama 3 bulan tanpa diadili sama sekali.
Sejak berdiri pada 1960, keempat bersaudara ini sudah menjadi perhatian pemerintah. Koes Bersaudara yang saat itu masih bernama Koes Brother membawakan lagu-lagu beraliran rock and roll The Beatles
dan The Everly Brothers. Presiden Sukarno tak suka mendengar musik-musik itu karena dianggap kontra revolusioner.
Tekanan pemerintah-pun kian menjadi. Piringan hitam Koes Bersaudara pun turut dibakar dalam berbagai aksi unjuk rasa yang didalangi oleh PKI. Partai ini tengah menjadi anak emas Sukarno. Organisasi Sayap PKI, Lekra, benar-benar memusuhi Koes Bersaudara hingga mereka akhirnya dipenjara. Namun masa di penjara ini tak lama. Gelombang demonstrasi anti Sukarno, Koes Plus dibebaskan sehari sebelum meletusnya tragedi 30 September 1965. Mereka-pun melanjutkan karier musik dan merekam album bertema perlawanan ‘To The So Called The Guilties’.
Namun kebersamaan band inipun tak lama. Salah seorang personelnya Nomo Koeswoyo memutuskan keluar dan lebih memilih bisnis. Koes Bersaudara pun bertransformasi menjadi Koes Plus. Tonny sebagai anak tertua harus mengambil personel dari luar keluarga Koeswoyo untuk mengisi posisi penabuh drum dan gitar bas. Tonny mengajak dua musisi yang sudah dikenalnya, Kasmuri (Murry) dan Totok A.R., pemain bass group Philon. Band ini lalu memakai nama Koes Plus, artinya keluarga Koes plus dua orang “dari luar”.
Masuknya Murry sebagai drummer menggantikan Nomo Koeswoyo membawa warna baru dalam musik Koes Plus. Warna musik Koes Plus mencakup genre yang luas, yang tampak pada berbagai album yang dirilisnya. Ini merefleksikan persaingan berbagai aliran musik Indonesia di masa 1970-an: pop (dengan sentuhan rock and roll), dangdut/melayu, pop keroncong, pop berbahasa Jawa (dengan sentuhan lelagon dan langgam Jawa maupun musik melayu), pop anak-anak, dan juga pop folk. Kekhasan lainnya adalah kemampuan semua anggotanya dalam mengisi vokal utama dan mencipta karya-karya yang menjadi populer.
Efek dari kepopuleran band ini, membuat produser perusahaan rekaman menjadikan Koes Plus sebagai kiblat industri rekaman. Sehingga saat itu, band-band yang akan rekaman mau tidak mau harus meniru gaya Koes Plus.
Pada tahun 1972-1976 musik Indonesia benar-benar dikuasai oleh lagu-lagu Koes Plus. Baik radio atau orang pesta selalu mengumandangkan lagu Koes Plus. Barangkali tidak ada orang-orang Indonesia yang waktu itu masih berusia remaja yang tidak mengenal Koes Plus. Kapan Koes Plus mengeluarkan album baru selalu ditunggu-tunggu pecinta Koes Plus dan masyarakat umum.
Karena banyak jasanya dalam pengembangan musik, masyarakat memberikan tanda penghargaan terhadap prestasinya menjadi kelompok legendaris dengan diberikannya tanda penghargaan melalui “Legend Basf Award, tahun 1992. Prestasi yang dimiliki disamping masa pengabdiannya dibidang seni cukup lama, produk hasil ciptaan lagunya pun juga memadai karena sejak tahun 1960 sampai sekarang berhasil menciptakan 953 lagu yang terhimpun dalam 89 album. Prestasi hasil ciptaan lagu untuk periode kelompok Koes Bersaudara sebanyak 203 lagu (dalam 17 album),sedang untuk periode kelompok Koes Plus sebanyak 750 lagu dalam 72 album.
Reporter: Marlinta Nursanti