Kisah Pengusaha Makanan dari Indonesia di Inggris yang Bertahan di Masa Pandemi

Baca Juga

MATA INDONESIA, LONDON – Tak mudah berbisnis makanan di masa pandemi ini. Selain daya beli menurun, banyak larangan beraktivitas keluar membuat bisnis makanan ini menjadi tersendat.

Itu yang dirasakan dua warga Indonesia, Pinondang Sinaga dan Zukni Legowo yang tinggal di London Inggris. Untuk bertahan hidup mereka harus memeras otak sedemikian rupa bisnis makanannya tetap berjalan.

Zukni (kiri) dan Pino, membuka warung sebelum pandemi dan menjual berbagai panganan Indonesia termasuk sate, bakso.
Zukni (kiri) dan Pino, membuka warung sebelum pandemi dan menjual berbagai panganan Indonesia termasuk sate, bakso.

Kisah Pinondang Sinaga alias Pino perlu diacungi jempol. Ia keluar dari pekerjaannya dan memilih membuka warung makanan di London, Inggris. Kejadiannya akhir tahun 2019, persis beberapa bulan sebelum Covid-19 menyerang Inggris.

Warung makanan ini berlokasi di Camden, sebuah distrik di barat laut London. Sekitar 4 km dari pusat kota dan menjadi pusat perkantoran pemerintahan London. Awalnya Warung Pino cukup mengundang perhatian. Tak lama ia pun sudah punya pelanggan tetap.

Namun memasuki Maret tahun 2020 terjadi serangan tsunami Covid-19 ke Inggris. Pemerintah pun memberlakukan lockdown di kota London dan melarang kegiatan di luar rumah. Semuanya berhenti total.

Tak ada kata menyerah bagi Pino. Ia segera mengurus izin untuk tetap buka dengan konsep ‘Take Away’. Namun nama warungnya belum terkenal sehingga ia sulit bersaing dengan restoran-restoran yang sudah menyediakan jasa online. Akhirnya Pino mencoba menghubungi jasa makanan online seperti Uber Eats dan Deliveroo. Perlahan-lahan order makanan pun masuk dan bertambah seiring waktu. Hingga tak terasa bisnis warungnya ini berjalan sampai setahun. Kira-kira Juli 2021 kondisi Inggris pun sudah mulai mereda. Pemerintah memperbolehkan orang-orang untuk beraktifitas dengan protokol kesehatan yang ketat. Bar, Pub, restoran pun boleh buka dan melayani pengunjung.

Sadar ini adalah peluang, Pino memberanikan diri untuk membuat usahanya lebih besar lagi. Ia pindah ke lokasi yang cukup populer bagi warga London, Camden Market. Salah satu destinasi turis di London yang menyajikan berbagai toko aneka produk dan kuliner.

Warung Pino buka pada tengah hari sampai dengan jam 18.00. Pino akan datang pada pagi hari untuk memasak makanan sebelum membuka warungnya. Walaupun hanya ada 10 kursi yang tersedia, ia sengaja membiarkan aroma asap sate yang sedang ia bakar menyebar ke luar. Hal ini ternyata menarik minat orang yang lewat. Pino sengaja membakar Sate setiap jam makan siang. Dan terbukti, warungnya selalu penuh dengan pengunjung. Terkadang mereka antre untuk mencicipi makanan khas Warung Pino.

Untuk memenuhi minat pelanggannya, ia menghabiskan sekitar 60 blok tempe mendoan dan sekitar 120 kilogram daging sapi untuk rendang di menu Nasi Padang. Menurut Pino sekitar 60 persen dari pelanggannya adalah orang-orang Indonesia dan sisanya adalah warga lokal. Pino mengatakan kalau kebanyakan orang Indonesia lebih suka memesan Nasi Padang, Bakso, Gado-Gado, dan Mie Ayam, sedangkan orang lokal lebih tertarik dengan rendang daging dan sate ayam.

Namun, pindahnya lokasi Warung Pino menimbulkan masalah baru. Yaitu biaya yang tinggi baik untuk operasional ataupun sewa. Total biaya untuk satu tahun bisa mencapai sekitar 60.000 sampai 100.000 Poundsterling atau dalam Rupiah sekitar Rp. 1,16 sampai Rp. 1,93 Miliar. Biaya tersebut sudah termasuk semua keperluan dapur, seperti kompor, peralatan masak.

Triple Hot Spicy

Kisah lainnya adalah Zukni Legowo, pemilik restoran Triple Hot Spicy. Masalah perizinan yang ketat merupakan salah satu tantangan yang harus ia hadapi saat pertama kali mau membuka usahanya. Namun, Zukni mengikuti prosedur berbelit-belit dengan baik dan benar.

Awalnya sebelum ia membuka usaha kulinernya, Zukni bekerja sebagai supir pengantar tamu-tamu dari Indonesia. Namun, karena Pandemi, Zukni memutuskan untuk membuat bakso dan menjualnya secara online. Selain itu, ia juga menjualnya dengan membuka kedai di berbagai bazar acara masyarakat Indonesia.

Saat lockdown, ia sempat shock dan terpaksa menutup kedainya. Namun ia tetap mencoba berjualan online. Baru saat Pemerintah Inggris melonggarkan aturan lockdown, Zukni bisa bernafas lega. Ia kemudian menyewa sebuah toko di kawasan Camden. Tak berapa lama ia membuka kedainya, makanannya laris manis. Sekarang ia bisa menghabiskan sekitar 300 sampai 400 porsi per menu dalam seminggu.

Sama seperti Pino, pelanggannya mayoritas orang-orang Indonesia. Nasi Padang dan Mie Bakso adalah menu andalan Zukni. Ia juga menyediakan es cendol dan jajanan pasar.

Biaya hidup yang tinggi membuat Zukni bekerja gotong royong bersama keluarganya. Ia terkadang berbagi tugas dengan sang istri. Mulai dari belanja, masak, bersih-bersih, sampai melayani di kafe. Istrinya bertugas membantu, memasak dan menyiapkannya.

Baik Zukni maupun Pino sudah memiliki rencana untuk melebarkan usaha mereka dengan membuka cabang di beberapa kota. Mereka ingin membawa nama Indonesia ke kancah global dan membuat makanan Indonesia dapat bersaing dengan negara-negara tetangga, seperti Thailand, Malaysia, dan lain sebagainya yang sudah banyak buka di sana.

Reporter: Desmonth Redemptus Flores So

 

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Tindakan OPM Semakin Keji, Negara Tegaskan Tidak Akan Kalah Lawan Pemberontak

Organisasi Papua Merdeka (OPM) banyak melancarkan aksi kekejaman yang semakin keji. Maka dari itu, negara harus tegas untuk tidak...
- Advertisement -

Baca berita yang ini