Kisah Eurico Guterres Pernah Dituduh Ingin Bunuh Soeharto, Kini Diberi Gelar Bintang Jasa Utama dari Presiden Jokowi

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Usia Eurico Barros Gomes Guterres atau yang karib disapa Eurico Guterres sudah lewat separuh abad. Namun ia masih terlihat gagah mengenakan stelan jas hitam saat menerima penghargaan Bintang Jasa Utama dari Presiden Jokowi, Kamis 12 Agustus 2021.

Sebenarnya ini bukan kali pertama Guterres mendapat penghargaan dari Indonesia. Tahun 2020 lalu, ia mendapat sertifikat penghargaan berupa medali dan sertifikat Patriot Pertahanan Nasional dari Menteri Pertahanan Prabowo. Penghargaan ini diperuntukkan juga bagi 11.485 eks milisi Timor Leste.

Lelaki brewok dan berambut gondrong itu cukup dikenal luas oleh warga Nusa Tenggara Timur (NTT), meski tak setenar Ramos Horta maupun Xanana Gusmao – dua Presiden Timor Leste. Namun, bagi milisi yang menolak kemerdekaan Timor Leste dan warga eks Timor Timur yang memilih gabung NKRI, sosoknya harum.

Guterres lahir di Waitame, Uatolari, Viqueque, Timor Portugis, 4 Juli 1969 silam. Ia dibesarkan oleh seorang warga sipil Indonesia, dan kemudian dikirim untuk belajar di sekolah Katolik Hati Kudus Yesus di Becora, Dili.

Namun, ia malah putus sekolah di SMA. Guterres kemudian terlibat dalam kegiatan gangster kecil-kecilan, termasuk menjadi pelindung sebuah tempat judi bola guling di Tacitolu, Dili.

Tahun 1988, Guterres sempat ditangkap oleh intel militer Indonesia. Ia dituduh terlibat dalam komplotan untuk membunuh Presiden Soeharto yang akan mengunjungi Dili bulan Oktober tahun itu.

Seiring berjalannya waktu, sosok Guterres yang sebelumnya pro kemerdekaan Timor Leste berbalik arah menjadi pro-Indonesia (Pro integrasi). Ia pun disebut-sebut direkrut menjadi seorang informan untuk Kopassus. Namun, diam-diam ia turut menjadi agen ganda terhadap gerakan kemerdekaan. Ia kemudian dipecat pada sekitar 1990.

Di tahun 1994, Prabowo, yang saat itu menjadi seorang perwira anti-pemberontakan Timor Leste, nampaknya tertarik dengan kemampuan Guterres. Ia yang saat itu menjabat sebagai pemimpin milisi Aitarak dan Wakil Panglima Pro Integrasi lalu direkrut menjadi bagian dari Garda Muda Penegak Integrasi (Gardapaksi). Ikut bergabung pula Panglima Pro Integrasi Joao Tavares dan kepala stafnya, Herminio da Costa da Silva.

Gardapaksi adalah sebuah organisasi yang memberikan pinjaman dengan bunga rendah untuk memulai usaha kecil. Namun Eurico Cs juga dipakai sebagai informan dan dalam satuan pro militer.

Pada 1997, ia melanjutkan sekolahnya. Guterres mulai belajar ekonomi di sebuah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) yang dikelola oleh Filomeno Hornay yang pro integrasi. Namun, ia hanya bertahan selama tiga semester. Ia kemudian menikah dengan kemenakan Uskup Baucau Mgr. Basílio do Nascimento, hingga dikaruniai tiga orang anak.

Selama aktif sebagai milisi, nama Guterres kala itu dianggap berbahaya bagi PBB. Ia diduga membunuh tiga pekerja bantuan dalam serangan massa di kantor komisaris tinggi PBB untuk pengungsian (UNHCR) di kota Atambua, perbatasan Timor Barat. Pembunuhan tersebut memicu kecaman internasional terhadap Indonesia.

Amerika dan Bank Dunia memeringatkan bahwa bantuan vital bisa terancam jika milisi Timor Leste tidak dikendalikan. Alhasil, Guterres harus ditangkap dan diserahkan ke PBB untuk diadili.

Tak hanya itu, ia juga dicurigai terlibat dalam serangan terhadap rumah seorang tokoh pro-kemerdekaan Timor Leste, Manuel Carrascalao, pada bulan April 1999 di mana beberapa orang terbunuh.

Pada 27 November 2002, Pengadilan Negeri HAM Ad Hoc di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 27 November 2002 memvonis Guterres 10 tahun penjara. Ia dituduh melakukan pembantaian pasca-referendum dan penghancuran ibukota Dili. Namun pada 2008, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali kasus tersebut dan membebaskannya.

Meski pernah jadi buronan internasional dan sempat ditangkap PBB, Guterres tetap menjadi sosok yang berjasa bagi Indonesia. Dia adalah seorang milisi yang berjuang untuk Indonesia, meski terkenal sangat kejam. Menurut Irish Times, Eurico Guterres menentang pemungutan suara kemerdekaan di Timor Leste pada tahun 1999.

Pasca jajak pendapat, ia memilih bergabung dengan Indonesia. Guterres pun masuk ke dunia politik. Ia kerap bergonta-ganti kapal sejak 1999. Mulai dari Partai Golkar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Amanat Nasional (PAN), partai Persatuan Indonesia (Perindo), hingga terakhir bergabung dengan Partai Gerindra pada 2021 lalu.

Guterres juga pernah menjadi Ketua Umum Uni Timor Aswain (UNTAS) pada 2010 hingga 2019 lalu. UNTAS adalah wadah resmi yang mewakili warga eks Timor Timur yang masih setia dan menetap di Indonesia.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sinergitas TNI, Polri, dan KPU Jadi Kunci Keamanan Pilkada Serentak 2024

Jakarta – Menjelang Pilkada serentak 2024 yang akan dilaksanakan pada 27 November mendatang, berbagai lembaga negara terus memperkuat sinergitas...
- Advertisement -

Baca berita yang ini