MATA INDONESIA, JAKARTA – Mungkin anak muda zaman sekarang kurang familiar dengan sosok Eleanor Marx. Namun patut diketahui, Eleanor ternyata adalah putri bungsu dari filsuf, sejarawan dan sosiolog, Karl Marx. Wanita yang dijuluki “Tussy” ini punya rekam jejak sebagai aktivis beraliran sosialisme. hampir separuh hidupnya dicurahkan untuk membela para pekerja di London, Inggris.
Titik Awal, Membela Buruh di Irlandia dan Prancis
Ia lahir dengan nama lengkap Jenny Julia Eleanor Marx pada 16 Januari 1855 di Soho, London, Inggris. Di masa mudanya, ia sudah melakukan perjalanan ke Prancis dan Irlandia. Eleanor telibat dengan masyarakat Fenian yang mendukung peraturan rumah untuk Irlandia. Sementara untuk Prancis, ia memberikan support untuk Paris dan Asosiasi Pekerja Internasional.
Dalam perjuangannya, Eleanor ditemani oleh Edward Aveling yang kemudian menjadi suaminya. Pria penganut Marxis Inggris ini ditemuinya pada tahun 1882. Dalam kurun waktu 15 tahun, mereka memfokuskan pada penyebaran sosialisme dan pembentukkan serikat buruh untuk para pekerja tidak terampil dan pengenalan 7 jam seminggu kerja.
Dari Bloody Sunday di London Menuju Silvertown
Pada 13 November 1887, Eleanor turut hadir dalam aksi “Bloody Sunday” di London. Ketika itu banyak para pengawal dan polisi memukul dan menyerang para pekerja yang datang ke Parlemen Square. Akibatnya dua orang buruh tewas, 200 dibawa ke rumah sakit, 300 ditangkap, dan 160 dipenjara.
Selanjutnya, tahun 1889 Eleanor aktif mendukung aksi mogok bersama para pekerja karet di Silvertown, London. Di tahun yang sama para pekerja gas juga membentuk Cabang Wanita dari Serikat Pekerja Gas dan Pekerja Umum Nasional. Cabang tersebut berhasil membawa wanita pemukul bawang di pabrik Crosse dan Blackwell.
Jadi Penerjemah Bahasa
Selain ikut membela hak-hak perempuan, Eleanor juga mempunyai kemampuan untuk menerjemahkan berbagai bahasa. Karena kemampuannya itu, Eleanor sering berpidato pada pertemuan massa di Hyde Park dan bekerja sebagai penerjemah untuk Pekerja Sosialis Internasional dan Kongres Sosialis Eropa Lainnya.
Bahkan, Eleanor juga pandai berbahasa Norwegia sehingga dalam beberapa kesempatan ia pernah menerjemahan Ibsen dalam bahasa inggris dan buku Amy Levy, Reuben Sachs ke dalam bahasa Jerman.
Hidup Berpindah-pindah dan Melarat
Sebelum Elenaor bisa menjadi aktivis untuk para pekerja, ia mempunyai banyak rintangan dalam hidupnya. Eleanor dan Marx pernah diusir dari Prancis karena politik paham sosialis revolusioner yang dianut sang ayah.
Setelah diusir, Eleanor dan ayahnya tinggal di rumah sewaan di Kota Kentish, Inggris. Mereka selalu berada di situasi yang serba kekurangan, terutama dalam hal finansial dan kesehatan.
Sampai akhirnya, Eleanor memutuskan untuk bekerja di London. Ia sering mengunjungi ruang baca Perpustakaan di Inggris hingga akhirnya menemukan rekan dan juga kelak menjadi suaminya, Edward Aveling.
Meninggal Dunia akibat Sianida, Diduga karena Aveling Nikah lagi
Eleanor sendiri meninggal pada 31 Maret 1898. Ia merenggang nyawa di atas tempat tidurnya, setelah menegak racun sianida. Sebelum meninggal, ia sempat meninggalkan dua catatan pendek.
Hingga saat ini penyebab bunuh diri putri bungsu Karl Marx ini masih menjadi misteri. Namun, dugaan yang paling kuat kala itu penyebab kematian Eleanor akibat Aveling yang sedang sakit, namun diam-diam menikahi seorang aktris muda. Hal ini yang membuat Eleanor kecewa dan sakit hati lalu memutuskan bunuh diri.
Selang lima bulan kemudian, Aveling juga meninggal dunia. Selain karena penyakit yang dideritanya, ia juga terbebani dengan tuduhan sebagai orang yang bertanggungjawab atas kematian Eleanor. (Fitria Nur Rahmawati)