Kisah Akhir Kediktatoran Presiden Irak Saddam Hussein di Tiang Gantung

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Menjabat sejak 16 Juli 1979, Presiden Irak ke-5 Saddam Hussein harus mengakhiri masa jabatannya yang sudah 24 tahun di tiang gantung. Sang diktator akhirnya dieksekusi di tiang gantung pada Desember 2006 lalu.

Saddam yang boleh disebut dikhianati oleh mantan sekutunya, Amerika Serikat, harus menghadapi kenyataan pahit setelah negaranya dibombardir oleh pasukan koalisi pada 9 April 2003.

Saddam digulingkan dalam invasi Irak dan ditangkap oleh pasukan AS. Ia kemudian diadili atas kasus pembunuhan terhadap 148 warga Syiah di Dujail pada tahun 1980.

Pada 5 November 2006 Hakim Ketua Rauf Rasheed Abdel Rahman menjatuhkan hukuman mati dengan cara digantung, atas kejahatan kemanusiaan yang ia perbuat. Tidak tinggal diam, Saddam kemudian mengajukan banding.

Namun Mahkamah Agung Irak menolak banding yang ia ajukan dan segera melaksanakan vonis yang telah diberikan. Saddam juga didakwa atas pembunuhan terhadap ribuan etnis Kurdi dalam oprasi Anfal pada tahun 1988. Kemudian pada 30 Desember 2006 Saddam meninggal dalam eksekusi gantung yang dijatuhkan padanya.

Semasa menjadi pemimpin, Saddam menciptakan pemerintahan yang otoriter. Ia mempertahankan kekuasaannya melalui Perang Iran-Irak tahun 1980-1988, dan Perang Teluk pada 1991. Perang tersebut menjadi sebab turunnya standar hidup dan hak asasi manusia.

Pria yang lahir pada 28 April 1937 ini memegang kekuasaan penuh dalam konflik antara pemerintah dan angkatan bersenjata. Ia membentuk pasukan keamanan yang menindas dan mengkukuhkan wibawanya terhadap aparat pemerintahan.

Pada masa pemerintahannya, Saddam menindas gerakan-gerakan yang dianggap mengancam, khususnya gerakan kelomok etnis atau keagamaan yang memperjuangkan kemerdekaan dan pemerintahan yang otonom. (Hastina/RyV)

Berita Terbaru

Dekan Adab UINSA dicopot, SEMA PTKIN angkat bicara

Mata Indonesia, Surabaya – Senat Mahasiswa (SEMA) Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) se-Indonesia turut merespon terkait dengan pencopotan Dekan Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya yang dinilai sepihak dan tanpa proses yang jelas. Pencopotan yang dilakukan oleh Rektor UIN Surabaya, Prof Akhmad Muzakki, memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk mahasiswa dan civitas akademika UIN Surabaya.
- Advertisement -

Baca berita yang ini