Kekuasaan di Jepang, Pertarungan Shogun dan Kaisar

Baca Juga

MATA INDONESIA, TOKYO – Sejak masa pemerintahan Keshogunan, peran Kaisar Jepang memang meredup. Di masa ini kaisar Jepang hanyalah sebagai simbol kekuasaan tradisional formalitas semata, sementara kekuasaan pemerintahan yang sebenarnya dipegang oleh para shogun.

Shogun di Jepang, sama dengan Jenderal di Indonesia. Shogun berarti panglima tertinggi angkatan bersenjata. Dalam praktiknya shogun berperan sebagai kepala pemerintahan, layaknya perdana menteri. Namun negara-negara lain seringkali menganggap shogun sebagai “Raja Jepang”, ini karena shogun memiliki pengaruh kekuasaan yang kuat dan kaisar hanyalah sebagai simbol kekuasaan tradisional formalitas semata.

Dalam sejarahnya, pemerintahan keshogunan terkenal sebagai periode pemerintahan bakufu. Dan sebenarnya, sistem pemerintahan para shogun ini adalah wujud kekuasaan pemerintahan kaum militer.

Di zaman ini, kaum militer atau samurai masuk ke dalam golongan kelas sosial tertinggi di Jepang. Tentulah shogun ini berasal dari orang-orang terpandang yang memiliki jabatan di suatu daerah. Mereka memiliki hak istimewa.

Di masa sebelumnya, setiap wilayah di Jepang memiliki kekuatan independensi yang sama kuatnya. Sehingga pemerintahan terpusat tidak lagi berlaku.

Kemudian di era Keshogunan Kamakura (1192-1333), Keshogunan Muromachi (1333-1573), dan Keshogunan Tokugawa (1603-1867). Barulah para shogun berkuasa secara penuh terhadap seluruh wilayah Jepang.

Shogun Tokugawa
Shogun Tokugawa

Keshogunan Tokugawa adalah keshogunan terakhir di Jepang dengan pemerintahannya yang diktator. Pemerintahan di zaman Keshogunan Tokugawa terkenal sebagai Zaman Edo atau Zaman Tokugawa.

Saat itu, Tokugawa Ieyasu menjadi Sei-i Taishōgun (jenderal) pertama di era Tokugawa. Sebenarnya Ieyasu tidak memenuhi syarat sebagai shogun, karena ia bukan keturunan klan Minamoto. Namun ia memalsukan garis keturunannya agar dapat menjadi shogun. Dan sejak saat itu secara turun-temurun keturunannya menjadi shogun hingga insiden Restorasi Meiji.

Dalam masa Keshogunan Tokugawa, terdapat pembagian kelas-kelas sosial bagi rakyat Jepang, yakni samurai sebagai kelas sosial tertinggi, lalu setelahnya ada petani, pengrajin dan pedagang sebagai kelas sosial terendah. Pembagian kelas sosial ini nyatanya memicu pemberontakan karena sistemnya yang kaku dan tidak memungkinkan rakyat untuk berpindah kelas.

Persoalan tentang pajak juga kerap kali menimbulkan pertikaian lokal antara kelas-kelas sosial. Melihat keadaan yang demikian, Keshogunan Tokugawa akhirnya mengambil kebijakan untuk bersekutu dengan kekuatan asing.

Namun nampaknya ini salah langkah, karena hal ini membuka peluang bagi kelompok anti Keshogunan Tokugawa untuk bertambah kuat. Periode terakhir di keshogunan ini muncul gerakan Bakumatsu. Yakni sebuah gerakan yang memiliki tujuan untuk menggulingkan Keshogunan Tokugawa.

Hingga akhirnya terjadilah Perang Boshin, yang menjadi puncak bagi Restorasi Meiji. Perang ini terjadi saat kaisar bersekutu bersama-sama dengan sejumlah daimyo yang berpengaruh.

Perang Boshin
Perang Boshin

Akhirnya para kaisar dan sejumlah daimyo berhasil menumbangkan kekuasaan Keshogunan Tokugawa. Keshogunan Tokugawa resmi berakhir setelah Tokugawa Yoshinobu, Shogun Tokugawa ke-15 mundur. Tercatat bahwa masa kekuasaan Keshogunan Tokugawa berlangsung selama 264 tahun. Setelahnya, kekuasaan Jepang kembali ke kekaisaran yaitu  Kaisar Taisei Hokan.

Reporter: Intan Nadhira Safitri

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Waspada Hoaks OPM, TNI : Rumah Bupati Puncak yang Dibakar Bukan PosMiliter

Oleh: Loa Murib Kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali menunjukkan pola lama merekadalam menutupi aksi brutal yang dilakukan terhadap masyarakat sipil. Dalam upayamembenarkan tindak kekerasan, OPM menyebarkan disinformasi bahwa rumah milik BupatiPuncak dan kantor Distrik Omukia yang mereka bakar di Papua Tengah merupakan pos militeryang digunakan oleh TNI. Tuduhan tersebut segera dibantah secara resmi oleh pihak militer danterbukti tidak memiliki dasar fakta. TNI melalui Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih, Kolonel Infanteri CandraKurniawan, memberikan klarifikasi bahwa bangunan yang dibakar oleh OPM tidak difungsikansebagai markas militer. Tindakan pembakaran itu murni merupakan aksi kriminal yang disengajauntuk menciptakan ketakutan, mengganggu ketertiban umum, dan mencoreng wibawa negara di mata masyarakat Papua. Bantahan ini menjadi penegasan bahwa OPM kembali menggunakanstrategi disinformasi untuk mengaburkan realitas dan membangun opini publik yang menyesatkan. Disinformasi semacam ini memperjelas bahwa OPM tidak hanya mengandalkan kekerasanbersenjata, tetapi juga propaganda informasi sebagai instrumen perlawanan mereka. Merekamenciptakan narasi seolah-olah aparat keamanan adalah pihak yang menyebabkan keresahan, padahal masyarakat sipil justru menjadi korban utama dari aksi teror yang dilakukan olehkelompok tersebut. Manipulasi informasi yang dilakukan OPM jelas bertujuan untuk merusakkepercayaan publik terhadap negara dan aparat keamanan. Kejadian yang menimpa Kabupaten Yahukimo menjadi contoh konkret betapa kejamnya aksiOPM. Dalam serangan yang dilakukan belum lama ini, seorang pegawai honorer PemerintahKabupaten Yahukimo tewas akibat kekerasan yang mereka lakukan. Insiden ini menunjukkanbahwa OPM telah melampaui batas kemanusiaan dan menjadikan nyawa warga sipil sebagai alattawar dalam narasi perjuangan mereka yang keliru. Merespons insiden tersebut, aparat gabungan dari Satgas Operasi Damai Cartenz bergerak cepatbegitu mendapat laporan dari jajaran Polres Yahukimo. Tim langsung turun ke lokasi kejadian, melakukan evakuasi korban ke RSUD Dekai, mengamankan tempat kejadian perkara, sertamengumpulkan bukti-bukti untuk mengungkap pelaku. Kecepatan ini menunjukkan bahwanegara tidak tinggal diam dalam menjamin perlindungan bagi rakyat, dan siap menghadapisegala bentuk teror yang mengancam stabilitas wilayah. Kepala Operasi Satgas Damai Cartenz, Brigjen Pol Faizal Ramadhani, menegaskan bahwaseluruh aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok separatis akan ditindak secara tegas sesuaihukum. Penegakan hukum ini bukan hanya penting untuk memberikan keadilan bagi para korban, tetapi juga menjadi pernyataan tegas bahwa kekuatan bersenjata tidak akan dibiarkanmerusak keutuhan dan kedamaian di Papua. Kekejaman OPM, yang ditunjukkan melalui aksi pembakaran, pembunuhan, serta provokasiberulang, memperlihatkan bahwa kelompok ini bukanlah representasi perjuangan rakyat Papua. Sebaliknya, mereka adalah ancaman nyata yang menghalangi pembangunan dan menimbulkanketakutan di tengah masyarakat. Klaim mereka sebagai pembebas Papua tidak sejalan dengankenyataan bahwa mereka justru memperparah penderitaan rakyat melalui aksi-aksi brutal yang dilakukan. Kasatgas Humas Damai Cartenz, Kombes Pol Yusuf Sutejo, mengimbau masyarakat untuk tidakterprovokasi oleh informasi yang belum terverifikasi. Ia menegaskan bahwa perlindunganterhadap masyarakat sipil menjadi prioritas utama. Dalam situasi seperti ini, partisipasi aktif dariwarga untuk melaporkan aktivitas mencurigakan di lingkungannya menjadi elemen pentingdalam menjaga keamanan. Negara juga terus menunjukkan komitmennya untuk hadir tidak hanya melalui pendekatankeamanan, tetapi juga melalui pembangunan yang merata dan berkelanjutan. Berbagai program pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, serta pemberdayaan ekonomi telahdigulirkan sebagai bentuk nyata perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan rakyat Papua. Kehadiran negara di Papua bukanlah dalam bentuk represi, tetapi dalam wujud pelayanan danpemberdayaan. Narasi OPM yang menyebut Papua berada dalam penjajahan adalah bentuk manipulasi sejarah. Papua merupakan bagian sah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan hal itu telahditegaskan melalui proses hukum dan politik yang diakui secara nasional maupun internasional. Setiap upaya untuk memisahkan diri dari Indonesia, apalagi melalui kekerasan bersenjata danpropaganda menyesatkan, merupakan pelanggaran terhadap konstitusi yang harus ditindak tegas. Kesadaran masyarakat Papua akan pentingnya perdamaian kini semakin menguat. Kolaborasiantara tokoh adat, tokoh agama, dan masyarakat sipil dalam menjaga ketertiban dan menolakaksi kekerasan menjadi sinyal kuat bahwa Papua ingin maju bersama dalam bingkai NKRI. Kekuatan kolektif masyarakat ini menjadi benteng terdepan dalam menangkal pengaruh burukdari kelompok separatis. Mengecam tindakan keji OPM dan membongkar propaganda mereka bukan semata-matatanggung jawab aparat keamanan. Ini adalah kewajiban moral seluruh rakyat Indonesia dalammenjaga keutuhan bangsa dan memperjuangkan masa depan Papua yang aman dan sejahtera. Sudah terlalu banyak korban yang jatuh akibat disinformasi dan kekerasan yang dibungkusdengan dalih perjuangan. Penegakan hukum, pendekatan informasi yang jernih, serta pembangunan yang inklusif harusterus diperkuat untuk mengikis pengaruh kelompok separatis. Dengan semangat kebersamaandan kehadiran negara yang nyata,...
- Advertisement -

Baca berita yang ini