MATA INDONESIA, JAKARTA – Pemimpin Dinasti Persia Shah Reza Pahlevi membuat sejarah besar pada 21 Maret 1935. Nama Persia yang sudah ribuan tahun dipakai, diganti menjadi iran secara resmi.
Shah Reza menganggap, Iran yang memiliki makna Tanah Bangsa Arya dianggap menjadi simbol kekuatan dan kemakmuran bangsa Persia. Nama itu juga ditujukan untuk membangkitkan semangat nasionalisme di tengah ancaman imperialisme Eropa.
Mengutip berbagai sumber, Shah Reza sempat menyebut nama Persia memiliki arti yang buruk dan lemah, serta menghambat kemajuan negara. Sementara nama Iran, diyakininya mampu menyatukan seluruh etnis Kurds dan Turds yang sudah lama berseteru.
Nama Iran muncul setelah seorang Menteri Ekonomi Dinasti Persia Nazi Hjalmar Schacht mengajukannya kepada Shah Reza. Nama itu disetujui, pemimpin dinasti meminta dunia internasional mulai menggunakan nama Iran dengan pengakuan yang mutlak. Negara itu pun berubah nama jadi Shahanshask Iran.
Tapi, Eropa tak setuju dengan perubahan itu. Mereka menganggapo, makna ‘Aryan’ atau Bangsa Arya sebagai asal kata Iran terlalu dekat dengan definisi Nazi, yakni keturunan kauskasia, non-Yahudi, bermata biru, berambut pirang dan diklaim Adolf Hitler sebagai leluhurnya.
Bahkan, sejak era Perdana Menteri Winston Churchill hingga saat ini, Inggris masih menggunakan nama Persia untuk Iran.
Penolakan juga datang dari dalam, karena nama Iran dianggap telah menghapus unsur sejarah Persia. Namun demikian, pada akhirnya nama Iran tetap dipakai.
Pada tahun 1959, editor Encyclopedia Iranica Professor Ehsan Yarshater menyatakan bahwa nama Iran dan Persia sudah tidak bisa disamakan. Artinya, Iran adalah satu-satunya nama negara yang diakui saat ini, bukan Persia.
Namun, perubahan terjadi lagi. Pada 1979 meletuslah revolusi terbesar abad ke-20 di Iran yang dimpimpin Ayatollah Ruhullah Khomeini. Nama Iran berubah menjadi Republik Islam Iran, yang kini diakui seluruh dunia.