JRR Tolkien Menulis Trilogi The Lord of The Rings Selama 12 Tahun

Baca Juga

MATA INDONESIA, LONDON – Tak mudah mengerjakan trilogi The Lord of The Rings. Novel legendaris yang kemudian menjadi film dengan judul yang sama ini membutuhkan waktu 12 tahun untuk menulisnya.

Novel pertama The Fellowship of the Ring terbit tahun 1954 ini sebenarnya adalah lanjutan dari novel The Hobbit yang terbit di tahun 1937. Karena sukses, Tolkien pun melanjutkannya dengan dua novel lainnya The Two Towers (1955), dan The Return of the King (1955).

Tolkien lahir 3 Januari 1892 di Bloemfontein di Orange Free State, Afrika Selatan. Sebelum menjadi penulis, Ia sempat berkarier di bidang militer dan terlibat dalam perang dunia I. Usai perang, ia terlibat dalam penyusunan kamus Oxford English Dictionary dan memilih menjadi pengajar kuliah Literatur Inggris di Universitas Leeds. Pada 1924, karena kemampuan akademisnya, pihak universitas menganugerahinya dengan gelar profesor.

Dengan pengetahuannya yang luas, ia mengarang banyak cerita berdasarkan legenda dan mitos. ia juga menghasilkan cerita fantasi yang maju pada masa itu.

Seperti saat ia menulis kisah The Lord of the Rings. Tolkien menulis kisah epik pahlawan penyelamat manusia dari makhluk-makhluk semacam monster. Kisah khayalan dunia dengan makhluknya ini berdasarkan pengetahuan Tolkien tentang filologi dan cerita rakyat.

Cerita yang tampil adalah makhluk mitos, seperti penyihir, kurcaci, peri, orc, dan tentu saja, hobbit, makhluk pendek berkaki lebar.

Sebenarnya novel Tolkien tak layak untuk anak-anak. Novel ini juga bukan trilogi walaupun terbit dalam tiga bagian. Novel ini jadi trilogi untuk mengurangi risiko bagi penerbitnya jika gagal dalam penjualan.

Dan ternyata novel The Lord of The Ring mendapat sambutan yang sangat baik. Jajak pendapat pada 1996 menyebut bahwa trilogi The Lord of the Rings merupakan buku terbaik abad ke-20. Keberhasilan itu membuat penulis dari generasi selanjutnya tertantang untuk menulis fiksi fantasi. Trilogi ini juga laris manis. Terjual lebih dari 50 juta kopi dalam 30 bahasa.

Disiplin

Sampai sekarang, orang masih kagum terhadap kemampuan Tolkien dalam mengarang cerita dengan tokoh- tokoh yang sangat imajinatif. Ia berhasil menciptakan dunia manusia dan hobbits. Tolkien mampu mengambarkan dunia Hobbits lengkap dengan landscapenya.

Ia menulis trilogi ini selama 12 tahun.

Ceritanya kompleks dan rumit. Memang, isi cerita yang tertulis merupakan buah dari pikiran Tolkien. Bagaimana tidak? Tolkien memakan waktu 12 tahun untuk menulis karyanya. Belum lagi ia harus menunggu 5 tahun agar bukunya terbit. Plot cerita ini sangat matang dan detil.

Orang yang tahu cara kerja Tolkien akan salut dengan kedisplinannya. Dia seorang ahli bahasa. Menulis menjadi hobi yang ia tekuni sejak masih kecil. Begitu juga dengan membaca. Sehingga saat ia mengarang cerita pun semuanya berdasarkan riset dari berbagai literasi yang ia baca.

Tolkien biasa menulis dengan imajinasinya. Ia terbiasa dengan membuat struktur cerita dari awal. Ia membangun dunia sendiri dalam ceritanya. Ia tak mau mencampurkan dunia di tulisannya dengan situasi dan kondisi yang ada.

Inilah yang membedakan Tolkien dengan penulis lain. Ia tak mau mengadaptasi setting atau tema yang sudah ada. Tolkien membuat tema dan settingnya sendiri. Ia pun tak mau terjebak dengan plot yang ada dalam cerita. Ibaratnya cerita yang ia tulis sudah ada dalam gambarannya. Saat menulis ia hanya menggabungkan dengan riset dan literasi yang ia baca.

Nyaris selama 12 tahun, Tolkien hidup dalam dunianya sendiri. Meski ia sibuk mengajar dan terkadang sakit, setiap hari ia akan duduk di depan mesin tiknya dan mulai menulis. Bahkan ia sempat sakit parah namun tetap saja bertahan dengan kegiatannya menulis.

Tolkien penggemar puisi. Jadi saat ia stuck menulis. Ia akan membaca dan menulis berbagai puisi. Terkadang dari puisilah ide untuk melanjutkan cerita. Ia pun menerima kritikan dari kawan-kawannya. Setelah menjadi sebuah karya, maka ia akan memberikannya kepada kawannya. Tolkien merasa dengan mendengar saran atau kritik, dia bisa berusaha jadi lebih baik lagi.

Setelah punya caranya sendiri untuk menulis, Tolkien tinggal mencari inspirasi. Novel Tolkien itu banyak terpengaruh dari karya lain atau pandangan tertentu. Kemampuannya dalam berbahasa baik Jerman, Latin, Prancis, Inggris Kuno, Italia, Welsh, Arab membuat ia membaca karya apa saja. Tak heran, pengaruh dari berbagai budaya pun ada dalam berbagai karyanya.

Dalam sebuah wawancara, Tolkien mengatakan trilogi The Lord of The Rings sebenarnya hasil dari pengalaman hidupnya. Dari menjadi yatim piatu, kisah cinta Tolkien dan istrinya, hingga pengalaman saat menjalani era Perang Dunia.

Penulis: Deandra Alika Hefandia

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Flu Singapura Tak Ditemukan di Bantul, Dinkes Tetap Waspadai Gejala yang Muncul

Mata Indonesia, Bantul - Dinkes Kabupaten Bantul menyatakan bahwa hingga akhir April 2024 kemarin, belum terdapat kasus flu Singapura yang teridentifikasi. Namun, Dinkes Bantul tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada. "Kami belum menerima laporan terkait kasus flu Singapura di Bantul. Kami berharap tidak ada," ujar Agus Tri Widiyantara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul, Sabtu 4 Mei 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini