MINEWS, JAKARTA – Dian Al Mahri dikabarkan meninggal dunia pada Jumat, 29 Maret 2019. Mengenang sosok almarhumah, akan langsung mengingatkan kita pada Masjid Kubah Emas yang megah.
Nama masjid satu ini pernah begitu mencuat sekitar tahun 2006 karena kemegahan dan keindahan arsitekturnya. Masjid ini bahkan sampai diklaim sebagai masjid terbesar di Asia Tenggara.
Menilik ke belakang, ternyata masjid ini punya sejarah pembangunan yang panjang dan menarik. Berawal dari mimpi Hj Dian Al Mahri yang ingin mendirikan sebuah masjid megah dan indah dengan gaya arsitektur mewakili ciri keislaman yang kuat.
Untuk mewujudkan impiannya itu, pada tahun 1996 Dian mulai membuat perencanaan pembangunan Masjid Kubah Emas. Dia pun mulai melakukan pencarian referensi ke beberapa negara di Timur Tengah seperti Masjid Al Hamra di Spanyol, Masjid Kesultanan Oman di Oman, Masjid di Karbala Irak, dan beberapa masjid di Turkey. Gaya arsitektur dari masjid-masjid itulah yang menjadi inspirasi dalam rencana pembangunan kawasan Masjid Kubah Emas.
Sepanjang tahun 1997 perencanaan konsep besar pun disiapkan. Konsepnya tidak hanya membangun masjid, tapi juga mencakup rumah tinggal Hj Dian, gedung serbaguna, dapur umum, cluster villa, ruko, kawasan pendidikan, dan sarana umum. Untuk memetakan seluruh bangunan tersebut, setidaknya dibutuhkan areal seluas 60 hektar.
Di tahun yang sama, proses pencarian lahan pun mulai dilakukan. Lokasi yang diincar tidak terlalu jauh dari Jakarta, mempunyai udara yang relatif sejuk, dan tidak dilalui jaringan listrik tegangan tinggi. Beberapa lokasi sempat jadi pertimbangan diantaranya daerah Sentul Bogor, Cikarang Karawang, Sawangan Depok, dan Parung Bogor. Dari semua alternatif tersebut akhirnya Dian memilih daerah Meruyung, Limo, Depok.
Pada pertengahan 1998 pembebasan lahan seluas 3 hektar mulai dilaksanakan. Pada tahun itu, Indonesia tengah dilanda krisis. Namun pelaksanaan pembangunan kawasan Kubah Emas tetap dimulai. Ditandai dengan pemancangan tiang pancang pertama di lokasi bangunan masjid oleh Komisaris Yayasan Dian Al Mahri pada tanggal 27 Oktober 1998.
Di saat semua pembangunan kontruksi berhenti dan PHK terjadi di mana-mana, pembangunan kawasan Masjid Kubah Emas justru menciptakan lapangan kerja. Tak kurang dari 1000 tenaga kerja diserap di awal masa pembangunannya. Sebagian besar berasal dari sekitar kawasan pembangunan.
Pencanangan pembangunan masjid dilakukan pada tanggal 27 Oktober 1998. Setelah itu secara simultan semua pembangunan yang telah direncanakan mulai dibangun. Pemancangan tiang pancang areal rumah tinggal Hj Dian dilakukan pada tanggal 23 Maret 1999. Gedung serba guna di bulan April 2001. Dapur umum di bulan Februari 2002. Akhirnya, semua pembangunan tahap pertama selesai dibangun pada akhir 2005.
Selama proses pembangunan, Hj Dian juga terjun langsung melakukan pengawasan secara intens. Mulai dari material kontruksi yang digunakan, material finishing, material granit, marmer, hingga pasir pun beliau ikut mengurusnya. Untuk granit, Hj Dian bahkan melanglang buana dari galeri ke galeri di mancanegara seperti Brazil, Turki, dan Cina. Bahkan dia sampai mengunjungi lokasi penambangan.
Lampu gantung pun tak luput dari perhatiannya. Sebuah lampu sangat besar memiliki tinggi 14 meter dengan bentang 6 meter serta estimasi berat 2,5 ton dipesan dan didesain langsung dari pabriknya di Austria. Desain lampu tersebut didapat Hj Dian saat berkunjung ke sebuah masjid di Oman. Pihak pabrik yang membuatnya sempat terkejut karena lampu yang nantinya terbuat dari material solid berlapiskan emas itu, ternyata akan digunakan untuk tempat ibadah.
Tak kalah fantastis, lima kubah masjid yang melambangkan rukun Islam, seluruhnya dibuat dengan balutan mozaik berlapis emas 24 karat yang materialnya langsung diimpor dari Italia.
Masjid Kubah Emas Dian Al Mahri pun akhirnya rampung dibangun dan diresmikan pada tanggal 31 Desember 2006, bertepatan dengan pelaksanaan salat Idul Adha 1427 H. Peresmian dilakukan sendiri oleh pendiri Masjid Dian Al-Mahri, Hj Dian Djuriah.
(Berbagai sumber)