Ini Kisah Unik Ibu Tien Soeharto, Termasuk Larang Pak Harto Jadi Presiden Lagi

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Berbicara soal Presiden ke-2 Republik Indonesia (RI) pasti teringat juga istrinya, Ibu Tien Soeharto, yang konon menjadi bagian dari ‘keberuntungan’ Pak Harto. Perempuan yang nama lengkapnya Siti Hartinah itu memiliki kehidupan unik sejak dalam kandungan Raden Ayu Hatmanti Hatmohoedojo, sang ibunda, karena setelah 12 bulan dalam perut barulah dia dilahirkan.

Lahir Setelah Masuk Kandang Kambing

Seperti dituturkan Siti Hardijanti atau yang lebih dikenal dengan Mbak Tutut, putri hasil pernikahan Ibu Tien dengan Pak Harto, saat itu berita perempuan yang mengandung 12 bulan menghebohkan Kawasan Jaten, Karanganyar, Jawa Tengah.

Melalui laman www.tututsoeharto.id, Raden Ayu Hatmanti Hatmohoedojo pernah bercerita langsung kepada Mbak Tutut sebagai cucunya soal itu. Karena Siti Hartinah sudah terlalu lama dalam kandungan, ayahnya KPH Soemoharjomo mengikuti sebuah saran agar sang ibu dibawa ke kandang kambing.

Alasannya sederhana saja, kambing baru melahirkan anaknya setelah 12 bulan mengandung anaknya. Jadilah KPH Soemoharjomo membawa sang istri ke kandang kambing dan menyuruhnya duduk di tangga masuk kandang itu sebentar.

Keesokan harinya 23 Agustus 1923, Siti Hartinah lahir, keluar dari perut Raden Ayu Hatmanti Hatmohoedojo.

Entah karena lama berada dalam kandungan atau memang faktor genetika, bayi Siti Hartinah tidak seperti baru dilahirkan, sosoknya sudah agak besar. Selain itu minum susunya banyak sekali.

Namun, Raden Ayu Hatmanti percaya, akibat sering dibawa ke luar rumah saat masih dalam kandungan, Siti Hartinah jadi tidak betah tinggal lama-lama di rumah. Dia senang membantu teman-temannya, menjadi sukarelawan kesehatan dan anggota Palang Merah Indonesia (PMI). Intinya, sejak muda Ibu Tien memang senang melakukan kegiatan sosial di luar rumah.

Bikin Pak Harto Kecele (Tertipu)

Kisah Siti Hartinah bertemu Soeharto yang di kemudian hari menjadikannya ibu negara, juga diwarnai keunikan.

Masih dituturkan Mbak Tutut melalui laman pribadinya itu, Ibu Tien mengaku Pak Harto sebenarnya agak tertipu atau kecele ketika menikah.

Menurut penuturan Ibu Tien kepada Mbak Tutut, Pak Harto memang kepincut atau terpikat hatinya saat melihat Ibu Tien pertama kali yang langsing dan kulitnya kuning langsat.

Setelah itu Soeharto langsung melamarnya. Namun seperti penuturan Ibu Tien, Pak Harto sepertinya agak kaget setelah menikah istrinya tiba-tiba menjadi gemuk dan berkulit agak gelap.

“Kowe ngerti Wuk (Nak), waktu bapak dikenalin ke ibu … terus nglamar kae, ibu baru saja sembuh dari sakit kuning, kulitnya kuning, kurus, ketok menik-menik, dadi bapakmu rodo kesengsem, ternyata kok sekarang ibu agak hitam (karena aktif di Palang Merah). Bapakmu kecele .. (hi hi hi), ora menik menik ning menuk-menuk saiki,” begitu Mbak Tutut menuliskan kenangan sang ibu dalam laman pribadinya.

Larang Pak Harto Jadi Presiden Lagi Karena Mau Pergi

Keunikan lain Ibu Tien yang mungkin tidak banyak diketahui adalah keinginannya agar suaminya tidak lagi dipilih jadi Presiden.

Fakta itu terungkap dalam buku, “Pak Harto, The Untold Stories.” Hal tersebut terungkap dari mulut Ibu Tien saat upacara Golkar Tahun 1996 kepada Mien Sugandhi yang menjabat Menteri Peranan Wanita saat itu.

“Tolong katakan kepada … (Ibu Tien menyebut nama salah seorang petinggi Golkar), agar Pak Harto jangan menjadi presiden lagi. Sudah cukup, sudah cukup. Beliau sudah tua.”

“Lo, kalau begitu siapa yang mumpuni untuk menggantikan beliau?” kata Mien Sugandhi saat itu.

“Biarlah itu diserahkan dan ditentukan oleh Pemilu saja. Aku sudah tidak mau lagi. Aku mau pergi, aku lungo (pergi). Pokoke aku lungo,” kata Ibu Tien.

Mien Sugandhi seperti dilansir tribunnews menyampaikan pesan itu kepada orang yang dimaksud Ibu Tien, tetapi orang itu tak percaya. April 1996, Ibu Tien benar-benar pergi untuk selama-lamanya. Maret 1998 Pak Harto tetap dipilih menjadi presiden, namun hanya bertahan dua bulan karena massa memaksanya berhenti dari jabatan itu

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Transformasi Ekonomi Indonesia: Swasembada Pangan dan Energi Jadi Prioritas Strategis

Di tengah kompleksitas situasi geopolitik dunia yang terus berkembang, Indonesia memposisikan program kemandirian pangan dan energi sebagai prioritas strategisnasional. Pemerintah menunjukkan keseriusan dalam memperkuat sektor pertanian dan energi terbarukan, sebagai bagian dari transformasi ekonomi menuju kemandirian dan penciptaan lapangan kerja berkelanjutan. Transformasi ekonomi Indonesia melalui program swasembada pangan dan energimerupakan wujud nyata dari cita-cita kemandirian bangsa yang telah lama didambakansejak era kemerdekaan. Program strategis ini tidak hanya bertujuan mengurangiketergantungan impor, tetapi juga menghidupkan kembali semangat berdikari yang menjadi fondasi kedaulatan nasional Indonesia.  Dalam konteks kemandirian bangsa, swasembada pangan dan energi menjadi pilar utama yang menentukan kemampuan Indonesia untuk berdiri tegak di tengah dinamikaglobal yang penuh ketidakpastian.  Swasembada bukan tujuan jangka pendek, tetapi fondasi kemandirian nasional. Pemerintah terus membangun visi jangka panjang yang mencakup ketahanan logistik, kedaulatan ekonomi, dan stabilitas nasional. Perspektif ini menegaskan bahwa program swasembada harus dipahami sebagai investasi strategis untuk generasi mendatang. Peter Abdullah, Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Segara Research Institute, memberikan perspektif mendalam mengenai pentingnya transformasi struktural ini bagimasa depan bangsa Indonesia. Menurut Peter Abdullah, upaya pemerintah untuk mewujudkan kemandirian bangsamelalui swasembada pangan dan energi merupakan langkah strategis dalammemperkuat ketahanan nasional, baik dalam situasi damai maupun krisis global. Pandangan ini menegaskan bahwa program swasembada bukan sekadar target produksi, melainkan investasi jangka panjang untuk stabilitas negara.  Ketahanan pangan dan energi bukan semata isu ekonomi, melainkan bagian daripertahanan negara. Dalam konteks ini, pemerintah mendorong penguatan sektordomestik agar Indonesia tidak bergantung pada impor dalam kondisi darurat. Strategi ini menjadi semakin relevan mengingat berbagai gejolak geopolitik yang kerapmempengaruhi rantai pasokan global. Peter Abdullah melihat upaya ini sebagaimomentum penting untuk mengubah paradigma pembangunan yang selama ini terlalubergantung pada sektor ekstraktif dan impor. Fokus pada transformasi ekonomi ini tidak hanya bertujuan mencapai swasembada, tetapi juga menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih resilient dan inklusif. Denganmemperkuat fondasi domestik, Indonesia diharapkan dapat mengurangi kerentananterhadap fluktuasi harga komoditas global dan shock ekonomi eksternal. Peningkatan produktivitas menjadi fokus utama dalam roadmap swasembada nasional. Pemerintah mulai membenahi sistem insentif agar petani memperoleh keuntungan yang layak, sekaligus menarik generasi muda kembali ke sektor pertanian. Langkah inidipandang krusial mengingat tantangan regenerasi yang dihadapi sektor pertanianIndonesia. Pemerintah mengedepankan keseimbangan antara harga yang terjangkau bagikonsumen dan pendapatan yang memadai bagi petani. Strategi ini diharapkan dapatmeningkatkan daya beli masyarakat perdesaan dan mendorong pertumbuhan ekonominasional yang lebih merata. Dukungan terhadap komoditas unggulan seperti beras terus diperkuat dalam program swasembada nasional. Pemerintah melihat potensi besar untuk mencapai swasembada, mengingat kapasitas panen Indonesia yang lebih tinggi dibanding negara-negara maju. Optimisme ini didukung oleh kondisi geografis dan iklim Indonesia yang...
- Advertisement -

Baca berita yang ini