MATA INDONESIA, JAKARTA – Nama Indonesia pernah tercatat dalam penghargaan Nobel bidang kedokteran. Negara kita tercatat di penghargaan tertinggi dalam bidang ilmu pengetahuan tersebut karena jasa seorang Christiaan Eijkman.
Dia dilahirkan di Nijkerk, Belanda 11 Agustus 1858 dari orang tua yang seorang kepala sekolah.
Sekolah kedokteran militer di Universitas Amsterdam lah yang mengantarkannya berkenalan dengan Hindia Belanda sekarang Indonesia pada 1883 setelah dia menempuh pendidikan di situ sejak 1875.
Eijkman diberangkatkan sebagai petugas kesehatan menuju Semarang, Cilacap di Jawa Tengah dan Padangsidempuan, Sumatera Utara.
Namun, dua tahun kemudian Eijkman kembali ke Belanda pada 1885 karena menderita sakit karena dia terkena malaria saat betugas di Cilacap.
Di Belanda dia bekerja di laboratorium E. Forster di Amsterdam dan laboratorium bakteriologi Robert Koch di Berlin. Di kota itulah di berkenalan dengan CA Pekelharing dan C. Winkler, yang mengunjungi ibu kota Jerman sebelum keberangkatan mereka ke Hindia.
Pada 1887, Pekelharing dan Winkler ditugaskan ke Hindia Belanda. Sebelum berangkat Pekelharing mengusulkan kepada Gubernur Jenderal agar laboratorium yang untuk sementara didirikan untuk Komisi di Rumah Sakit Militer di Batavia dibuat permanen.
Proposal itu langsung diterima, dan Christiaan Eijkman diangkat sebagai Direktur pertamanya, sekaligus menjadi Direktur “Sekolah Dokter Djawa” (Sekolah Kedokteran Jawa) yang kemudian menjadi Universitas Indonesia. Eijkman bertugas sejak 15 Januari 1888 sampai dengan 4 Maret 1986.
Saat menjadi direktur laboratorium itu lah Eijkman menemukan kulit ari beras di Indonesia mengandung vitamin B. Penelitiannya bersama Gowland Hopkins Eijkman tersebut berhasil memenangkan Nobel Fisiologi atau Kedokteran tahun 1929
Itu lah pencapaian tertinggi Eijkman untuk dirinya dan Indonesia. Setahun kemudian dia meninggal dunia di Utrecht, Belanda.