MATA INDONESIA, JAKARTA – Puteri Diana sang Wonder Woman, dikenal sebagai sosok perempuan seksi dan tangguh dengan dua senjata andalannya, tali lasso dan gelang anti peluru. Ia adalah puteri bangsa Amazon yang hidupnya abadi dan menjadi salah satu superhero dunia.
Lalu benarkah di dunia nyata ini ada namanya bangsa Amazon yang didominasi perempuan?
Jika mengacu mitologi Yunani kuno, Bangsa Amazon—yang dikisahkan seluruh penduduknya adalah perempuan tangguh itu—terkesan cuma takhayul. Sumber cerita tentang Amazon mayoritas dari legenda pahlawan-pahlawan mitologi Yunani. Bangsa Amazon terkesan hanyalah cara lelaki untuk menjinakkan perempuan yang punya pendirian.
Dalam kisah-kisah Yunani Kuno, perempuan Amazon adalah target para pahlawan lelaki itu untuk dilawan, ditiduri, atau menjadi pembantu sepanjang perjalanan si lelaki menaklukkan musuh. Makanya, Ratu Amazon bernama Antiope dalam cerita klasik Yunani diculik Raja Theseus lalu dipaksa jadi istrinya. Hilang sudah semua sifat tangguhnya sebagai perempuan Amazon.
Berdasarkan artefak seni Bangsa Yunani kuno termasuk merujuk karya-karya seni tersebut, ternyata suku bangsa Amazon ini memang ada. Sebagian pakar arkeologi menduga Bangsa Amazon adalah orang-orang Scythian. Itu julukan untuk suku nomaden di dataran Stepa dekat Pegunungan Kaukasus. Peradaban Scythian berkembang selama kurun Tahun 900 hingga 200 Sebelum Masehi.
Bangsa Scythian ini sudah biasa berpindah-pindah dari Benua Eropa ke Asia. Lokasi pekuburan bangsa nomaden ini dapat ditemukan di Pegunungan dekat Siberia, Laut Hitam, Turki, sampai Cina modern.
Selama ini, arkeolog mengira yang dikuburkan adalah laki-laki Scythian, karena pada tanah pekuburan mereka ditemukan kerangka itu dikelilingi senjata macam belati, panah, perisai, atau cambuk. Di era itu, sangat tidak lazim bila perempuan dikuburkan dengan alat perang. Hal itu menunjukkan bahwa mereka berperang dengan cara yang sama dengan kaum pria.
Banyak tulang peninggalan para kaum wanita ditemukan dikubur bersama dengan panah, anak panah, cambuk, belati, dan kuda. Kenyataannya, para petarung wanita mengambil sepertiga bagian dari kuburan massal dengan senjata adalah metode unik dari perang Scynthia yang menawarkan kesempatan setara dalam setiap gender. Sejarawan Yunani Herodotus pernah mengisahkan tradisi itu dalam tulisannya mengenai suku Amazon.
Kuda-kuda yang digunakan cepat dan kuat, memudahkan para pahlawan untuk meninggalkan tempat bahaya. Juga membantu para pengendara meringkus musuh. Panah Scythian juga merupakan ‘senjata super pada masanya. Berukuran lebih kecil, namun lebih hebat dari yang ditemukan pada musuh-musuh mereka.
Namun, cara bertarung yang menjadi kelebihan utama Scythian, membuat mereka berhasil menaklukkan para Yunani dan Roma selama berabad-abad.
Dengan alat-alat itu, kekuatan merupakan isu kecil. Wanita yang terlatih diuntungkan di medan perang. Kesetaraan itu berlanjut sampai rumah. Seperti kaum prajurit pria, mereka biasa menghirup asap marijuana di tepi api unggun, dan minum susu kuda. Ini dibuktikan, lagi-lagi dari penemuan di kuburan mereka.
Secara virtual, setiap Scynthian dikubur dengan peralatan mengisap ganja. Para tubuh wanita petarung juga dilengkapi dengan tato di kulit, dengan motif hewan fantasi dan pola geometris.
Namun, benarkah perempuan Scythian seperti gambaran mitologi Bangsa Amazon? Jika merujuk pada artefak yang tersisa, misalnya yang ditemukan pakar di Kazakhstan, maka cukup sulit membuat spekulasi apapun. Soalnya, bangsa nomaden ini belum mengenal peradaban tulis, walaupun sudah pasti punya bahasa tutur. Pakar hanya bisa berharap deskripsi Yunani Kuno sebagian menggambarkan kenyataan perempuan Scythia.
Masalahnya, banyak detail soal perempuan tangguh Amazon dipastikan dilebih-lebihkan. Misalnya gambaran kalau para prajurit perempuan itu membangun peradaban mandiri tanpa lelaki, dengan cara bersetubuh dengan orang asing, lalu hanya merawat perempuan. Cerita itu dipastikan cuma fantasi.
Cerita-cerita itu kemungkinan berasal dari tafsir penulis Yunani kuno bernama Hellanikos. Ia menyebut kata Mazon dalam bahasa kuno artinya adalah buah dada. Sehingga Amazon artinya “hanya punya satu buah dada.”
Berdasarkan penelusuran keterangan Hellanikos keliru. Sumber kisah Amazon justru didasarkan pada seorang prajurit perempuan gagah berani bernama Ratu Amezan.
Salah satu keterangan penulis Yunani yang bisa dipercaya, pada akhirnya, adalah deskripsi kalau prajurit perempuan Scythian memanah dari atas kuda di belakang barisan tempur lelaki.
Adrienne Mayor, pakar peradaban kuno dari Universitas Stamford yang mendalami berbagai kitab klasik seputar Amazon, menyatakan taktik perang macam itu sangat masuk akal dan banyak dipakai di masa tersebut.
Di kebudayaan bangsa-bangsa nomaden lainnya, kemampuan menunggang kuda dianggap lebih penting dari jenis kelamin. Selain itu, sudah banyak ditemukan pula indikasi bahwa di berbagai kebudayaan nomaden, lelaki menjadi bagian dari infanteri penggempur sementara perempuan akan bertugas memanah untuk menyerang musuh dari jauh. /Dari berbagai sumber
Reporter: Indah Utami