MATA INDONESIA, JAKARTA – pajak pertambahan nilai (PPN) bakal dinaikan pemerintah dari 10 persen menjadi 12 persen. Wacana ini mengundang banyak pro dan kontra karena bahan-bahan sembako, biaya pendidikan hingga layanan kesehatan bakal dikenai PPN. Rencana itu tertuang dalam draf RUU Perubahan Kelima Atas Undang-undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
Rencana pemerintah ini pun ikut ditanggapi oleh Direktur PT.TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi. Ia mengatakan, kenaikan PPN akan berdampak terhadap menurunnya daya beli masyarakat sebab sampai saat ini masih stagnan kondisinya.
“Karena kenaikan PPN bakal membuat harga-harga menjadi naik pula karena sistem PPN di Indonesia bersifat value added tax. Artinya setiap proses nilai tambah produksi maupun distribusi akan dikenakan PPN,” ujarnya dalam rilis yang diterima Mata Indonesia, Rabu 9 Juni 2021.
Ibrahim juga menjelaskan bahwa kalau ada kenaikan PPN, maka akan mengakibatkan kenaikan berbagai rantai pasokan produksi maupun rantai pasokan distribusi.
“Kenaikan 2 persen itu berlipat ganda, bertubi-tubi kenaikannya, kemudian secara akumulasi kenaikannya bisa jadi lebih dari 2 persen,” katanya.
Ibrahim pun melanjutkan bahwa sebenarnya kenaikan PPN ini sangat bertentangan dengan upaya pemulihan ekonomi yang masih akan berlanjut hingga tahun depan.
“Apalagi kalau seandainya menggunakan single tariff, ini tentu akan berdampak terhadap upaya Pemerintah untuk mendorong konsumsi masyarakat,” ujarnya.
Ia pun menyarankan bahwa pemerintah boleh berencana menaikan PPN menjadi 12 persen di tahun depan, namun harus mempertimbangkan kondisi kesehatan karena walaupun masyarakat sudah di vaksinasi, namun belum tentu covid-19 akan berakhir tahun depan.
“Bahkan bisa timbul varian baru yang lebih ganas lagi sehingga belum ada jaminan bahwa pemerintah bisa mengembalikan kondisi perekonomian seperti sebelum terjadinya pandemi,” katanya.