Lebaran Datang, Pedagang Bimbang, Masyarakat Pilih Bertahan gegara Efisiensi Anggaran

Baca Juga

Mata Indonesia, Yogyakarta – Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintahan Prabowo Subianto berdampak signifikan terhadap berbagai sektor di Yogyakarta.

Salah satu dampak yang paling terasa adalah penurunan okupansi hotel dan reservasi restoran, yang berimbas langsung pada para pedagang sayur di pasar tradisional seperti Pasar Beringharjo.

Hotel dan restoran yang selama ini menjadi pelanggan utama pedagang sayur kini mengurangi pembelian bahan baku secara drastis, dengan penurunan pasokan mencapai 30–50 persen.

Sutinah, seorang pedagang sayur di Pasar Beringharjo, mengungkapkan bahwa meskipun hotel masih membeli bahan baku, jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

“Hotel-hotel masih mengambil sayuran, tapi sangat sedikit, bahkan tidak sampai setengah dari tahun-tahun lalu,” ujarnya pada Jumat 28 Maret 2025.

Ia menambahkan bahwa penurunan ini sudah terasa sejak awal Ramadan 2025, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya saat pemesanan tetap stabil meski dalam periode puasa.

Saat musim liburan atau peak season, pesanan sayur dari hotel dan restoran bisa mencapai Rp1 juta hingga Rp1,5 juta per hari.

Sementara itu, pada hari biasa di low season, pemesanan bisa mencapai Rp1,5 juta per minggu.

Namun, kondisi saat ini membuat banyak pedagang mengalami penurunan pendapatan.

Penurunan Daya Beli Menjelang Lebaran

Dampak dari lesunya sektor perhotelan juga dirasakan dalam penjualan eceran di pasar tradisional.

Jika pada Lebaran 2024 lalu lapak pedagang mulai ramai sejak hari ke-21 Ramadan, tahun ini kondisinya jauh berbeda. Para pedagang mengaku enggan membawa stok dalam jumlah besar karena fluktuasi harga dan menurunnya jumlah pembeli.

“Sekarang ada pembeli, tapi jumlahnya sedikit. Padahal stok kami cukup banyak. Hotel bilang karena tamu sepi, jadi mereka tidak berani stok banyak,” jelas Sutinah.

Selain itu, harga sayuran yang berfluktuasi semakin menyulitkan pedagang.

Saat ini, hanya cabai rawit yang mengalami kenaikan signifikan hingga Rp100 ribu per kilogram, sementara harga sayuran lainnya hanya mengalami kenaikan kecil.

Para pedagang khawatir menumpuk stok karena risiko sayuran cepat busuk.

Ida, pedagang lain di Pasar Beringharjo, mengakui bahwa kenaikan harga menjelang Lebaran justru mengurangi jumlah pembeli.

“Penurunan ini cukup signifikan, lebih dari 30 persen. Padahal tahun lalu, pada H+10 Ramadan sudah ramai pembeli hingga Lebaran, meskipun harga tahun lalu lebih tinggi dibandingkan sekarang,” ujarnya.

Ia bahkan membandingkan kondisi saat ini dengan masa pandemi Covid-19, di mana pembeli sangat sepi. Untuk menghindari kerugian, ia memilih untuk tidak mengambil stok dalam jumlah besar.

“Kami kulakan dari Muntilan dan Magelang. Tapi dengan curah hujan tinggi seperti sekarang, harga makin naik, sementara pembeli justru makin berkurang,” tambahnya.

Sementara penurunan daya beli masyarakat di Jogja dan di Indonesia umumnya ini sudah diprediksi oleh Ekonom Sekolah Vokasi UGM, Yudistira Hendra Permana.

“Perbedaan tren konsumsi ini berkaitan dengan tren deflasi yang berlangsung hingga sekarang, melemahnya nilai tukar, kenaikan harga emas yang tinggi, penurunan IHSG, itu adalah hal-hal yang mengindikasikan kita tidak baik-baik saja,” ujar Yudis.

Menurutnya berbagai faktor mulai dari isu sosial, politik dan ekonomi itu sendiri yang tak mampu dibenahi oleh pemerintah.

Bahkan efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah serta tekanan ekonomi global mempengaruhi daya beli rakyat yang turun drastis.

“Kegagalan dalam mengkoordinasi hal-hal tersebut menjadi akumulatif dan menyebabkan apa yang kita alami di hari ini,” kata Yudis.

Jika dibiarkan, tentu ini merugikan ke masyarakat secara simultan. Terutama UMKM dan pengusaha kecil yang sudah berdiri lama.

Kendati demikian, Yudis menyarankan masyarakat tak perlu melakukan penghematan ekstrem. Mengingat tindakan berhemat atau tidak mengeluarkan uang ini di satu sisi akan menyebabkan perdagangan dan sektor-sektor aktivitas ekonomi berisiko sepi.

“Ya, pelan-pelanlah. Kencangkan sabuk, tapi jangan terlalu kencang, nanti malah sakit sendiri. Jadi, berhemat dan konsumsi yang diperlukan saja,” katanya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Stok BBM Tetap Terjaga Pada Masa Arus Balik 2025

Oleh : Ruli Aulia Wijaya )* Puncak arus balik 2025 diprediksi akan menjadi momen penting bagi jutaan pemudik yang akan...
- Advertisement -

Baca berita yang ini