Perhatian, Ini Konsekuensinya jika Menolak Aturan Privasi Baru WhatsApp

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Pengguna WhatsApp kembali menerima pemberitahuan tentang pembaruan dari aplikasi perpesanan tersebut terkait kebijakan Privasi. Adapun pembaruan kebijakan tersebut akan berlaku serentak mulai 15 Mei 2021.

Hingga batas waktu 15 Mei 2021, pengguna masih bisa menolak pembaruan tersebut dengan memilih ‘nanti’. Namun, bagi yang setuju terhadap pembaruan tersebut, bisa memilih ‘terima’ dan bisa menggunakan WhatsApp lagi.

Jika sampai batas waktu habis tidak menerima atau melakukan pembaruan, maka pengguna tidak akan bisa menggunakan aplikasi tersebut. Mengingat, statusnya sudah tidak akif.

Pemerhati keamanan siber sekaligus staf Engagement and Learning Specialist di Engagge Media, Yerry Niko Borang, menegaskan bahwa kebijakan itu tetap berjalan meski pengguna tidak menerima pembaruan.

“Ini memang kebijakan WA hanya sempat ditunda kemarin karena ada protes. Akan dijalankan walau bagaimana pun juga,” kata Yerry.

Adapun hal ini tidak lepas dari rencana WhatsApp yang ingin memperbarui aplikasinya, namun akhirnya tertunda hingga 15 Mei 2021. Terdapat lima poin pembaruan kebijakan privasi WhatsApp.

Pertama, enkripsi tidak dibaca pihak ketiga. Dalam hal ini WhatsApp tidak bisa membaca percakapan pribadi selama terenkripsi secara end to end.

Kedua, WhatsApp bisa membuat bisnis lebih mudah termasuk memberikan pertanyaan dan jawaban secara cepat. Percakapan melalui akun bisnis ini bersifat opsional. Hanya akun WhatsApp Business yang bisa melakukan pembaruan kebijakan privasi ini.

Ketiga, yaitu WhatsApp bertanggung jawab atas perubahan yang terjadi, dengan memberitahukan hal ini kepada pengguna.

Keempat, kebijakan privasi baru membantu Facebook untuk mendapatkan data WhatsApp Business sekaligus memberikan akses ke obrolan bisnis. Tujuannya untuk membantu pengguna memonetisasi layanannya dengan baik.

Kelima, pembaruan ini membuat WhatsApp bisa menambah soal informasi cara kerja aplikasi. Pembaruan ini termasuk proses pendataan serta menjaga data pengguna tetap aman.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Judi Daring Ancam Ekonomi Keluarga: Saatnya Literasi dan Kolaborasi Jadi Senjata

Oleh: Ratna Soemirat* Fenomena judi daring (online) kini menjadi salah satu ancaman paling serius terhadap stabilitassosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Di tengah kemajuan teknologi digital yang membawakemudahan hidup, muncul sisi gelap yang perlahan menggerogoti ketahanan keluarga dan moral generasi muda. Dengan hanya bermodalkan ponsel pintar dan akses internet, siapa pun kini bisaterjerumus dalam praktik perjudian digital yang masif, sistematis, dan sulit diawasi. Pakar Ekonomi Syariah dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Satria Utama, menilai bahwa judi daring memiliki daya rusak yang jauh lebih besar dibandingkan bentukperjudian konvensional. Menurutnya, sasaran utama dari perjudian daring justru kelompokmasyarakat yang secara ekonomi tergolong rentan. Dampaknya langsung terlihat pada polakonsumsi rumah tangga yang mulai bergeser secara drastis. Banyak keluarga yang awalnyamampu mengatur pengeluaran dengan baik, kini harus kehilangan kendali keuangan karenasebagian besar pendapatan mereka dialihkan untuk memasang taruhan. Satria menjelaskan, dalam beberapa kasus, bahkan dana bantuan sosial (bansos) yang seharusnyadigunakan untuk kebutuhan pokok keluarga justru dihabiskan untuk berjudi. Hal ini, katanya, bukan lagi sekadar persoalan individu, melainkan ancaman nyata terhadap ketahanan ekonominasional. Ia menegaskan, ketika uang yang seharusnya digunakan untuk makan, biaya sekolahanak, atau keperluan kesehatan malah dipakai untuk berjudi, maka kerusakannya meluas hinggapada tingkat sosial yang lebih besar. Masalah ini juga diperparah dengan munculnya fenomena gali lubang tutup lubang melaluipinjaman online (pinjol). Banyak pelaku judi daring yang akhirnya terjebak utang karena tidakmampu menutup kerugian taruhan. Satria menilai bahwa bunga pinjol yang tinggi justrumemperparah keadaan dan menjerumuskan pelakunya ke dalam lingkaran utang yang sulitdiakhiri. Dalam banyak kasus, kondisi ini menyebabkan kehancuran rumah tangga, konflikkeluarga, hingga perceraian. Efek domino judi daring, katanya, sangat luas dan tidak hanyamerugikan pelakunya saja. Selain aspek ekonomi, Satria juga menyoroti persoalan perilaku konsumsi yang tidak rasional di kalangan masyarakat. Ia menilai bahwa budaya konsumtif yang tinggi membuat masyarakatlebih mudah tergoda dengan janji palsu “cepat kaya” yang ditawarkan oleh situs judi daring. Contohnya, jika seseorang rela mengeluarkan uang untuk rokok meski kebutuhan rumah tanggaterbengkalai, maka godaan berjudi dengan iming-iming hasil instan menjadi semakin kuat. Menurutnya, perubahan pola pikir masyarakat menjadi kunci utama untuk membentengi diri daribahaya ini. Lebih jauh, Satria menegaskan bahwa penanganan judi daring tidak cukup hanya denganpendekatan represif, seperti pemblokiran situs atau razia siber. Ia menilai langkah tersebutmemang penting, tetapi tidak akan menyelesaikan akar masalah tanpa adanya peningkatanliterasi ekonomi dan kesadaran digital masyarakat. “Permintaan terhadap judi daring itu besar, sehingga selama ada permintaan, pasokan akan terus bermunculan,” ujarnya dalam wawancara. Pemerintah, katanya, harus berani menyentuh aspek edukasi publik dengan memperkuat literasidigital, keuangan, dan moral agar masyarakat memiliki ketahanan terhadap jebakan dunia maya. Upaya memperkuat literasi digital dan kesadaran publik kini mulai mendapat perhatian dariberbagai pihak, termasuk dunia akademik. Salah satu contoh nyata datang dari UniversitasLampung (Unila) melalui inovasi bertajuk Gambling Activity Tracing Engine (GATE...
- Advertisement -

Baca berita yang ini