MATA INDONESIA, JAKARTA – Siapa yang tidak tahu orang yang sering mengucapkan “tenggelamkan”? Ia adalah Susi Pudjiastuti, seorang mantan Menteri Kelautan dan Perikanan dari Kabinet Kerja 2014-2019 di bawah Pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Pada saat beliau masih menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, ia terkenal dengan sifat tegasnya, dan tak main-main soal ucapannya.
Selama menjabat, Susi sangat giat memberantas pencuri ikan ilegal di Indonesia. Ia tak segan-segan menenggalamkan kapal asing yang terbukti mencuri ikan di Indonesia.
Dalam jangka waktu 3 tahun 11 bulan, Susi sudah menenggelamkan 488 kapal asing yang masuk secara ilegal untuk mengambil ikan di perairan Indonesia.
Selama dua tahun peraturan yang dibuat oleh Susi Pudjiastuti diterapkan, persediaan ikan di Indonesia bertambah 5,4 juta ton. Pada 2018, persediaan ikan mencapai 13,1 juta ton, lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya.
Kebijakan tegas yang diambil Susi ntuk menangkap kapal asing yang mencuri ikan sangat berdampak mengingkatnya espor ikan di Indonesia.
Selain penenggelaman kapal, Susi juga melarang alat tangkap yang merusak lingkungan, yaitu alat penangkapan ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets). Lalu, setahun kemudian, Susi menerbitkan surat edaran mengenai pembatasan penggunaan alat penangkap ikan cantrang di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Indonesia (WPPNRI). Cantrang adalah alat untuk menangkap ikan berbentuk jaring karena menurut Susi dapat merusak ekosistem dasar laut.
Kebijakan Susi ini ditentang oleh para nelayan di berbagai daerah, nelayan meminta untuk larangan penggunaan cantrang dicabut. Pada Januari 2018, Susi dengan tegas mengatakan bahwa larangan cantrang belum dicabut dan ditunda sampai waktu yang ditentukan.
Ditundanya mencabut larangan itu karena Susi membuat pengalihan untuk nelayan mengganti alat tangkap ikan. Kesepakatan ini disetujui dari hasil pertemuan tertutup antara Presiden Joko Widodo, Susi Pudjiastuti, dan perwakilan nelayan.
Lalu, Susi juga melarang ekspor benih lobster melalui Permen KKP No 56/2016 mengenai larangan penangkapan atau pengeluaran lobster, kepiting, dan rajungan dari wilayah Indonesia.
Menurut Susi berakibat kerusakan ekologi karena permintaan yang sangat tinggi dari luar negeri yang mengenyebabkan eksploitasi besar-besaran. Bukan hanya itu, mengekspor benih lobster berakibat hanya menguntungkan petembak negeri lain karena harganya yang murah.
Reporter: Laita Nur Azahra