MATA INDONESIA, JAKARTA – Kekerasan dalam Rumah Tangga atau KDRT ternyata berpotensi terjadi selama pandemi Covid-19. Bahkan kondisi ini dialami anak-anak usia sekolah karena tidak bisa mengenyam pendidikan di bangku sekolah. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim menegaskan bahwa kondisi yang terlalu lama tidak sekolah bisa mempengaruhi kondisi psikologis anak.
“Ini sudah terlalu lama ( tak sekolah tatap muka) kondisi psikologis anak kita dan kognitif learning loss anak kita sudah terlalu kritis,” kata Nadiem.
Meski demikian, Nadiem belum bisa memberikan informasi terkait jumlah anak yang mengalami kekerasan. Namun, menurut data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sejak Maret hingga Juni 2020, kasus kekerasan domestik yang dialami anak mencapai 4.729 kasus.
Selain itu, KPAI juga menegaskan bahwa kekerasan yang paling sering dialami anak selama pandemi adalah kekerasan seksual. Tercatat jumlah aduannya mencapai 3.272 kasus dan sisanya yaitu kekerasan fisik yang diterima anak.
KPAI juga menegaskan bahwa laporan kekerasan terhadap anak yang diterima sepanjang tahun 2020 tergolong tinggi sejak 10 tahun ke belakang.
“Tren kasus pelanggaran hak anak di era pandemi Covid-19 berubah dibanding tahun-tahun sebelumnya. Kondisi Covid-19 berdampak pada kasus yang dialami anak,” kata KPAI.
Survei global Save the Children juga mengemukakan pada tahun 2020, 46 negara termasuk Indonesia memperlihatkan secara nyata dampak pandemi tersembunyi yang dialami langsung oleh anak. Beberapa di antaranya, anak-anak lebih berisiko mengalami kekerasan domestik bahkan risikonya meningkat tiga kali lipat dari sebelum pandemi.