Dibilang Gak Islami, Kue Klepon Malah Eksis di Luar Negeri Sampai Jadi Camilan Favorit Artis Korea Ini

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Hingga kini, kue klepon masih ramai dibahas usai dicap tidak Islami oleh seorang pengguna Twitter. Namun banyak netizen memprotes pernyataan tersebut.

Di luar kontroversi yang terjadi, kue klepon sendiri sudah sejak lama lho jadi kudapan favorit masyarakat Indonesia. Tekstur kenyal dan rasa manisnya bikin jajanan pasar satu ini digemari banyak orang.

Tak terkecuali oleh artis Korea Selatan, Choi Siwon. Yup, siapa sangka gaes member boyband Super Junior (Suju) itu menyukai kue klepon.

Hal ini terungkap dari sebuah video lama yang pernah diunggah akun @mrs_choi di Twitter. Dalam video yang sempat viral itu, Siwon mencicipi Klepon dan mengaku suka kue bertabur kelapa parut tersebut.

Dalam video, terlihat Siwon mencicipi klepon. Awalnya tampak ekspresi kebingungan di wajah idol ganteng itu saat mengunyah makanan.

Namun kemudian, terlihat ia sangat menikmati kue tersebut. Penasaran dengan kue yang ia makan, Siwon pun bertanya ke pemandu acara.

“What?! Tlepon? Klepon? Sedap sedap!” kata Siwon sambil mengacungkan jempol dan melempar senyuman.

Fans pun dibuat heboh lantaran tak menyangka Siwon menyukai kue tradisional khas Indonesia itu.

Gak cuma disukai Siwon Suju, kue klepon sebenarnya juga sudah dikenal dan disukai masyarakat di berbagai negara. Misalnya saja Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Jepang bahkan Australia, Amerika hingga Afrika.

Di Afrika Selatan contohnya, kue klepon sudah cukup dikenal oleh masyarakat di sana. Bahkan pernah ditampilkan di Festival ASEAN 2019 yang digelar di Pretoria, Afrika Selatan beberapa waktu lalu. Kemudian di Australia, para food bloggers di sana juga kerap mengulas serta belajar membuat kue klepon lho gaes!

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini