MATA INDONESIA, JAKARTA – Bagi para pasien Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri (isoman) di rumah tentu wajib mengetahui tekanan suhu dan saturasi oksigen. Untuk mengetahuinya perlu diukur dengan alat yang bernama oximeter. Lantas bagaimana dengan yang tak memiliki oximeter?
Menurut Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, memang normalnya orang memakai oximeter. Namun kalau tak punya oximeter, pasien bisa mengetahui saturasi oksigennya dengan menghitung napas.
Hal itu juga diamini oleh Kepala Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Prikasih, dr. Gia Pratama. Ia menjelaskan bahwa pasien dikatakan sesak bila napasnya di atas 24 kali per menit.
“Normalnya napas seseorang untuk memenuhi kebutuhkan oksigennya berada pada kisaran 16-20 kali per menit,” katanya, baru-baru ini.
Ia juga mengungkapkan bahwa bagi orang sehat biasanya daya tampung dan kapasitas paru-paru bagus dan besar sehingga bisa memuat berliter-liter udara yang masuk.
“Nah kalau paru-parunya (terkena Covid-19), boro-boro berliter-liter, baru sekian ratus mililiter juga sudah butuh napas lagi, makanya jumlah napasnya jadi tinggi. Napasnya pendek-pendek, apalagi kalau jumlah napasnya di atas 24 kali mulai cek ada apa di paru-parunya,” ujarnya.
Sebagai informasi, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) melaporkan, sekitar 31-40 persen pasien COVID-19 mengeluhkan sesak napas. Kondisi sesak napas menyebabkan pasien sulit bernapas sehingga membuat mereka terengah-engah.
Dada mungkin terasa terlalu sesak untuk menarik atau menghembuskan napas sepenuhnya. Setiap napas pendek saja membutuhkan usaha yang lebih besar dan membuat pasien dengan keluhan sesak napas merasa terengah-engah. Rasanya seperti bernapas melalui sedotan.