MATA INDONESIA, – Perkembangan zaman yang kian cepat bergerak mengajak setiap insan, khususnya manusia untuk beradaptasi dan berinovasi. Kemunculan teknologi membawa manfaat terhadap dinamika kehidupan manusia, sehingga segala sesuatu berlangsung lebih efektif dan efisien. Manusia dipaksa supaya mampu beradaptasi terhadap pesatnya perkembangan dunia supaya tidak ketinggalan langkah kakinya untuk bersaing dan berkolaborasi dengan sesama manusia.
Fenomena perkembangan zaman dapat disebut sebagai peralihan zaman. Segala kegiatan dan alat bantu manusia dalam bekerja mengalami perubahan yang cukup drastis. Sebelum ada penemuan teknologi, para petani mengandalkan pacul dan menyirami secara tradisional, saat ini sudah ada kendaraan untuk membajak sawah dan menyiraminya pun menggunakan drone yang mampu mengeluarkan air. Sistem pengecekannya pun dapat dimonitor melalui handphone. Awalnya melakuka semuanya sendiri, lalu dibantu oleh kerbau (hewan lainnya), lalu saat ini teknologi. Bahkan, Ketika musim panen tiba, para petani dapat memanen dengan teknologi kendaraan yang tidak perlu menggunakan metode tradisional. Petani mulai beralih menggunakan kendaraan semacam traktor yang berguna untuk membantu petani dalam memanen.
Perkembangan teknologi juga tidak hanya terjadi pada sektor pertanian. Media pun turut dipaksa beradaptasi oleh perkembangan teknologi. Pada mulanya setiap orang membaca berita dari koran yang akan diantar oleh loper setiap pagi hari, saat ini semua sudah beralih ke alat canggih yang dapat disimpan di dalam saku, yaitu handphone. Membaca berita jauh lebih mudah dan praktis, karena hanya membuka telepon pintar langsung dapat memulai membaca berita hari ini. Bahkan, perputaran informasinya jauh lebih cepat dibandingkan koran kertas yang perlu menunggu berita selanjutnya di esok hari. Buku pun juga berlaku hal yang sama, dari cetak lalu transisi menjadi online. Jual beli buku terjadi di dunia maya dan transaksi dapat dilakukan hanya dengan transfer antar bank, ketika sudah selesai transaksi, buku pun dapat langsung diakses dan dibaca.
Sama halnya dengan para penulis yang aktif menulis pada rentan waktu tahun 80-an hingga saat ini. Mereka merasakan perubahan alat yang dia gunakan untuk menulis. Awalnya hanya dengan menggunakan mesin tik lalu berevolusi hingga saat ini menjadi sebuah komputer atau laptop yang lebih praktis untuk digunakan. Tingkat kepraktisan dan efisiensi yang sangat memadai, membawa nilai positif bagi siapa pun yang menggunakannya secara optimal untuk kebaikan pula.
Perkembangan zaman sangat cepat dan progresif. Keberalihan dari sistem tradisional menuju modernitas sudah bukan hal yang menakjubkan. Pasalnya, inovasi dari para ilmuwan yang terus merealisasikan imajinasi dan menyelaraskan dengan kebutuhan pasar tidak pernah habis. Terobosan yang dihadirkan dan ditawarkan memanjakan setiap orang. Membeli dan membaca buku tidak perlu repot pergi ke toko buku. Mencari berita terbaru sudah dipaparkan di media sosial.
Kemajuan era modernitas ternyata cukup mempengaruhi psikologis dan tumbuh kembang anak. Saya dan anak-anak yang lahir di era tahun 1990-an hingga era saat ini memiliki sudut pandang dan jiwa adaptif yang berbeda bila dibandingkan dengan era boomers, orang tua. Kami (saya dan generasi milenial) anak tahun 90-an hingga sekarang seakan-akan lahir sudah berdampingan dengan fakta dan data. Hal ini rasanya cukup relevan dengan apa yang pernah dituangkan oleh Yuval Noah bahwa di masa depan dataisme akan menjadi suatu agama. Seluruh hal berisikan mengenai data-data yang dibaca. Berbicara mengenai politik atau sistem pemerintahan Indonesia akan menyertakan hasil bacaannya dari sumber yang dibaca. Jika tidak menyertakan sumber, maka akan ditanya oleh rekan bicaranya perihal sumber bacaan dalam mengungkapkan suatu pernyataan.
Melihat dinamika kehidupan saat ini dan mencoba menerawang atau menerka masa depan, sepertinya buku, artikel berita, analisa, opini, jurnal, dan sebagainya akan memegang peran tinggi dalam suatu diskursus. Lingkungan, isi pembicaraan, diskusi, pola pikir, sekolah, skripsi, dan sebagainya memaksa saya dan anak milenial lainnya untuk mengunyah serta menelan isi buku sehingga dapat dicerna oleh tubuh. Semua orang saat ini tengah dan akan selalu sibuk mencari dan menunjukkan data terakurat. Tanpa disadari, hal ini membawa kebaikan pada struktur dan pola pikir masyarakat. Semula yang berbicara atau bergunjing tanpa didasari oleh data atau hanya berita simpang siur, perlahan akan didesak oleh lingkungan sekitar untuk berbicara sesuai fakta. Siapa yang akan merasakan dampak dari “dataisme” ini? Tentu saja milenial saat ini sudah akan merasakan dampaknya dan merekalah motorik utamanya. Siapakah pahlawannya yang dapat memotorik milenial dan mempengaruhi dalam segala aspek seperti diskursus filsafat, politik, pemerintah, sains, dan sebagainya? Literasi.
Literasi dan Pahlawan
Apa itu literasi? Siapa yang perlu mendalami dunia literasi? Apakah literasi merupakan pahlawan milenial saat ini? Mengapa harus literasi yang menjadi pahlawan milenial? Kenapa tidak Soekarno? Soeharto? Soe Hok Gie? Tan Malaka? Ranggalawe? Kapan milenial mulai menyadari bahwa literasi adalah pahlawannya? Dan kapan literasi dapat menjadi pahlawan milenial? Bagaimana literasi berperan penting sebagai pahlawan? Di mana letak kepahlawanan dalam bentuk literasi? Pertanyaan-pertanyaan reflektif mampu membuka jalan pikiran baru untuk mendalami lebih dalam mengenai kondisi milenal saat ini.
Literasi merupakan kemampuan individu dalam membaca dan menulis. Membaca dapat dipahami seperti mengulik atau membaca berbagai sumber-sumber bacaan dan mampu membedakan antar tulisan yang meliputi gaya penulisan, alur cerita, struktur bahasa, menganalisa suatu bacaan, dan sebagainya. Menulis lebih kepada merangkai atau merangkum hasil yang dibaca, atau memberikan liputan dan analisa menggunakan gaya bahasa sendiri dan ditujukan kepada para pembaca supaya mudah memahami isi tulisan.
Perjalanan saya dan anak muda lainnya (milenial) dalam mencari jati diri kerap melibatkan tokoh atau figur yang dapat menjadi acuannya. Apabila ditanya mengenai sosok pahlawan yang saya kagumi, tentu akan mengarah kepada sosok bapak dan ibu saya, serta Ki Ageng Suryomentaram yang mengiringi alam pikiran saya. Jujur, untuk mengarungi sosok Ki Ageng pun, saya membutuhkan sebuah buku yang telah ditulis atau dirangkai oleh kawan-kawannya. Tanpa literasi, saya tidak akan pernah mengenal siapa dan bagaimana Ki Ageng Suryomentaram. Tetapi, apakah literasi dapat menjadi pahlawan milenial?
Tentu saja besar kemungkinannya bahwa literasi akan menjadi pahlawan milenial. Pahlawan tidak melulu menyinggung soal tokoh publik. Beberapa orang dapat menceritakan perubahan hidupnya dimulai dari membaca sebuah buku yang menggerakkan dirinya. Literasi sebagai pahlawan di mata milenial menjadi semakin terbuka. Sebab, akses menuju ke dunia literasi yang dijembatani oleh teknologi, tuntutan zaman, dan pemerintah dalam dunia pendidikan sangat diperhatikan. Hal ini memang dipersiapkan untuk milenial supaya mampu bersaing di era globalisasi.
Mengapa harus literasi? Kenapa tidak tokoh lainnya? Tidak ada yang mengharuskan dalam memilih sosok pahlawan untuk menggerakkan arah hidup wajib seorang individu yang berperan penting dalam suatu negara. Siapa pun bebas memilih sosok pahlawannya. Literasi juga dapat menjadi pahlawan dengan melihat perannya dalam dunia pendidikan. Pemerintah menggaungkan seluruh masyarakat untuk terhindar dari provokasi suku, agama, ras, golongan, dan politik, serta mengawasi diri sendiri dari berita hoaks.
Mereka yang kerap menyebarkan berita dari grup whatsapp yang tidak teruji kebenarannya (dari sumber antah berantah) dipastikan minim literasi. Contoh dekat lainnya yakni membaca kolom komentar di akun media yang memaparkan tentang berita. Media memang kerap menayangkan judul berita yang “nakal” atau dengan penekanan agak provokatif supaya menarik para pembaca.
Sederhananya dapat disebut dengan clickbait. Ketika media menayangkan berita dengan judul mengandung unsur clickbait, kolom komentar sudah dipenuhi dengan hujatan dan kebencian terhadap isi judul. Tentu bukan judulnya yang dikomentari, tapi seakan-akan dengan membaca judul sudah memahami isi berita dan langsung secara percaya diri melontarkan “analisa pintarnya”.
Kembali ke pertanyaan, kenapa harus literasi? Ya karena literasi sangat fundamental untuk kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Mengagumi sosok lain silakan, tetapi literasi juga akan berperan penting ke depannya. Pada kenyataannya, mengagumi sosok seperti Bung Karno juga diperlukan literasi yang kuat, baik dari sikapnya yang suka membaca buku dan mengenali dirinya melalui tulisan.
Kapan milenial mulai menyadari bahwa literasi adalah pahlawannya? Milenial akan menyadari bahwa literasi dapat menjadi pahlawannya ketika dirinya tertekan oleh keadaan di mana mengharuskan untuk mengungkapkan sesuatu dengan membaca dan menganalisa dalam bentuk tulisan. Salah satu contoh yang sederhana, banyak dialami oleh setiap orang, dan sering dikeluhkan yaitu, skripsi.
Mahasiswa akhir yang sedang mengalami proses skripsi tak jarang mengeluh dengan mengatakan andaikan dirinya lebih bisa mempersiapkan dengan membaca buku dan menulis skripsi dengan tepat waktu. Tenggat waktu dan keteteran karena kurang sumber bacaan dan lambannya dalam menulis menjadi bukti bahwa ternyata literasi di kalangan mahasiswa sangat kurang. Tetapi, di balik kejadian itu, ada hikmah yang bisa diambil yaitu literasi berperan penting untuk kehidupan manusia.
Dalam hal ini, literasi dapat menjadi pahlawan bagi setiap individu apabila sejak kecil mereka selalu dididik dan diberikan contoh betapa pentingnya literasi untuk masa depan diri sendiri dan negeri. Penyadaran akan kapan literasi menjadi pahlawan juga dapat dialami oleh setiap individu ketika mereka mengabaikan lalu ketika masuk dunia kuliah atau kerja yang mewajibkan untuk harus membaca supaya mendapatkan data yang akurat dan menguraikannya dalam tulisan. Lambat laun literasi akan meruak ke berbagai milenial untuk menyadarkan dan menggerakkan kaum milenial untuk lebih menempatkan literasi sebagai bagian penting dalam diri sendiri.
Literasi berperan penting sebagai pahlawan dalam ranah dan porsinya. Maksudnya, literasi akan berperan tetap dalam ranah membaca dan menulis, tetapi dampak yang diberikannya sangat luas. Dengan membaca dan menulis, wawasan milenial akan terbuka dan lebih luas dalam melihat suatu duduk perkara dan melatih critical thinking serta aspek berbahasa. Dan juga membawa dampak pada milenial untuk mampu menguraikan analisa pikirannya dalam bentuk tulisan, sehingga masyarakat dari berbagai golongan dapat membaca.
Dengan membaca uraian di atas, sepertinya dapat ditarik dan dipahami perihal letak kepahlawanan dalam bentuk literasi. Letaknya, abstrak, berada di idea, tetapi memiliki energi dan dampak yang sangat kuat. Menggalakkan literasi, akan menyadarkan bahwa ternyata letak dari literasi berada di dua titik; dunia ide yakni, pikiran manusia dan hasil akhir. Awalnya berada pada dunia idea (pikiran) untuk menciptakan suatu bentuk literasi yang ideal, lalu diterapkan pada realitas, terlebih diri sendiri untuk menjadi pelaku dari literasi tersebut. Dan hasilnya dari menjalankan literasi sangat banyak antara lain, melatih daya berpikir, membuka wawasan, melatih aspek kebahasaan, ketangkasan dalam melihat masalah, dan sebagainya.
Menurut hemat saya, pahlawan di mata milenial yang jarang disadari adalah literasi. Sebab, dengan literasi, milenial akan mampu mengubah dunia. Melalui dunia literasi, milenial mampu mendobrak dan menciptakan suatu dunia yang lebih baru dan lebih maju, pastinya lebih baik dari kondisi dunia saat ini. Oleh karena itu, literasi sangat penting untuk perkembangan dan pengasahan diri sendiri negeri. Manfaat untuk diri sendiri akan memiliki kemampuan yang bisa menciptakan rumusan dan kekritisan dalam berpikir. Manfaat diri sendiri nantinya akan berdampak pula untuk negeri. Dengan berbekal daya berpikir yang kritis dan mampu menciptakan rumusan masalah, dapat membantu menyelesaikan sejumlah permasalahan di negeri ini dengan menjadi pejabat/rakyat yang memiliki kemampuan untuk bersaing dengan berbagai negara dan membawa nama bangsa.
Penulis: Yosef Billyarto
Ig: Compagnondevie_
Sangat setuju pak Yosef, hal yang sangat fundamental dan sering dilupakan yaitu literasi, padahal bila hal tersebut ditanamkan sebagai dasar bagi semua generasi muda, maka bangsa ini akan semakin matang dan dewasa dalam menyikapi segala hal. Sukses selalu dan tetap menginspirasi dari tulisan pak Yosef ?
Setuju banget, semakin masyarakatnya rajin berliterasi akan semakin cerdas dalam mengambil dan melakukan suatu keputusan. Apalagi di dunia ini sudah bukan zamannya perang fisik antar negara, tetapi perang kecerdasan antar negara.
Setuju dengan ide cemerlang dari pa Yosef,, saatnya harus membangun kesadaran akan pentingnya dunia literasi. Karena melalui dunia literasi membuat setiap orang mampu menciptakan sesuatu untuk mengubah dunia ke arah yang lebih baik. Dengan literasi ini membuat orang dapat berpikir secara komprehensif dan sistematis. Terimakasih ya pa Yosef untuk inspirasi yang luar biasa.