Ini Kisah Getir Masinis yang Dituduh Jadi Penyebab ‘Tragedi Bintaro’

Baca Juga

MINEWS.ID, JAKARTA – Bagi Slamet Suradio, tanggal 19 Oktober 1987, adalah hari yang memutar kehidupannya menjadi lebih getir di usia senja. Kini harapannya tidak banyak, sebagai mantan masinis kereta api ingin sekali bisa menikmati uang pensiun yang mungkin juga sangat sedikit dan pernyataan ‘tidak bersalah’ telah menyebabkan “Tragedi Bintaro”

Slamet adalah masinis kereta api KA 225 relasi Rangkasbitung-Tanah Abang. Kereta itu bertabrakan dengan KA 220 di Pondok Betung, Jakarta Selatan yang dikenal dengan ‘Tragedi Bintaro’.

Harapan itu direkam dalam sebuah vlog berdurasi lebih dari 40 menit yang mengulas ‘tragedi memilukan’ seperti kata penyanyi Ebiet G Ade. Harapan Slamet ditayangkan menit akhir video yang diunggah akun “Kisah Tanah Jawa” di platform youtube.

Selama ini publik mengetahui Slamet lah biang terjadinya kecelakaan kereta api paling mengerikan di masanya itu. Sedikitnya 156 orang meninggal dunia seketika saat itu.

Di vlog tersebut, Slamet mengungkapkan semua yang dialaminya saat mengemudikan KA 225. Satu kata yang menggambarkan nasibnya adalah dia telah difitnah oleh sistem.

Pada 19 Oktober 1987, kereta yang dikemudikan Slamet seharusnya bersilang dengan KA 220 relasi Kebayoran ke Merak, di Stasiun Sudimara .

Namun, Pengatur Perjalanan Kereta Api (PPKA) membatalkannya. Slamet pun diberikan PTP (Pemberitahuan Tentang Persilangan). Isinya, kereta yang awalnya bersilangan di Sudimara, dipindah ke Stasiun Kebayoran.

Meski begitu Slamet belum menjalankan keretanya, masih menunggu perintah PPKA untuk berangkat. Petugas PPKA saat itu akhirnya memerintahkan berangkat dari Sudimara dengan semboyan 40 dan 41. Kereta yang penuh dengan penumpang ke Jakarta akhirnya berangkat sambil membunyikan klakson.

Di perjalanan menuju Pondok Bitung, Slamet tidak melihat tanda-tanda sinyal bahaya, karenanya dia menambah kecepatan kereta agar cepat tiba di Stasiun Kebayoran.

Betapa kagetnya dia saat menjelang lokasi kecelakaan terlihat KA 220 di rel yang sama datang dari arah Kebayoran.

Slamet mengaku sempat menarik rem bahaya, namun karena jarak mereka terlalu dekat sehingga tidak sanggup menghindari tabrakan maut yang juga jadi inspirasi lagu Iwan Fals tersebut.

Akibat tabrakan itu, Slamet terpental dan wajahnya menghantam kaca lokomotif yang hancur berkeping-keping akibat benturan tersebut. Setelah itu, dia sempat merayap keluar lokomotif dan ditolong seorang perempuan yang membawanya RS Pelni, lalu dilanjutkan ke RS Cipto Mangunkusumo.

Sekitar dua minggu di RS Cipto dia dipindah ke RS Polri Kramat Jati. Di situ dia dipaksa mengaku menjalankan kereta tanpa perintah petugas PPKA.

Dia menolak menandatangani berita acara pemeriksaan bahkan setelah divonis bersalah dan dijatuhi pidana penjara selama lima tahun oleh pengadilan.

Kegetiran Slamet tidak selesai di situ. Ketika sedang menjalani masa pemidanaan di LP Cipinang, istrinya menuntut cerai.

Maka, ketika hukuman yang tidak seharusnya dia terima berakhir pada 1993, Slamet bingung menentukan tujuan. Sebab, selama ini dia hanya mengontrak rumah, sedangkan sang istri pergi dengan lelaki lain.

Sejak saat itu, Slamet hanya satu kali apel di kantornya karena sudah dibebastugaskan. Pada tahun 1994 dia dipecat dari jabatannya sebagai masinis dan nomor induk pegawainya dicabut pada 1996, alhasil dia tidak mendapat uang pensiun.

Kini Slamet Suradio yang sudah menginjak 80 tahun memilih kembali ke kampung halamannya, di Kabupaten Purworejo dan menghidupi dirinya dengan berjualan rokok di sebuah sudut minimarket. Tempat berjualan pun tidak besar hanya etalase kecil dari kayu yang hanya mampu menampung beberapa puluh bungkus rokok saja.

Pengadilan dunia memang tidak bisa kita harapkan berlaku adil, sebab seringkali hanya membutuhkan orang untuk dipersalahkan.

 

 

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Siap Amankan Natal dan Tahun Baru, GP Ansor Gunungkidul Siagakan 300 Anggota.

Mata Indonesia, Gunungkidul - Ketua PC Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kab. Gunungkidul, Gus H. Luthfi Kharis Mahfudz menyampaikan, dalam menjaga Toleransi antar umat beragama dan keamanan wilayah. GP Ansor Gunungkidul Siagakan 300 Anggota untuk Pengamanan Nataru di Berbagai Wilayah di Kab. Gunungkidul.
- Advertisement -

Baca berita yang ini