La Marseillaise Ditulis Hanya Beberapa Jam Sebelum Prancis Perang dengan Austria

Baca Juga

MATA INDONESIA, PARIS – Rasanya saat ini hanya ada satu lagu di dunia yang dinyanyikan semua orang. Lagu kebangsaan Prancis yang berjudul La Marseillaise.

Di zaman sekarang ini, lagu ini tayang di radio bercampur dengan lagu-lagu pop. Juga diperdengarkan di ruang-ruang konser, terutama oleh New York Metropolitan Opera beberapa waktu lalu. Puluhan orang telah mengunggah rekaman suara mereka saat menyanyikan lagu itu pada volume penuh ke dunia maya.

Lagu ini, tak lagi sekadar menjadi lagu kebangsaan Prancis. Ia telah menjadi simbol utama solidaritas tentang kebebasan, perjuangan dan tak lupa kemerdekaan.

Penulis La Marseillaise adalah Claude Joseph Rouget de Lisle. Seorang tentara dan pemain biola amatir berusia 31 tahun. Saat itu dia sedang berada di Strasbourg pada malam 25 April 1729. Sebagai tentara Prancis, ia harap-harap cemas akan bertempur dengan Austria yang hendak menyerang Prancis setelah terjadi Revolusi Prancis.

Claude Joseph Rouget de Lisle pencipta La Marseillaise
Claude Joseph Rouget de Lisle pencipta La Marseillaise

Sebenarnya semuanya serba tak sengaja. Wali Kota Strasbourg PF Dietrich putus asa dan cemas dengan ancaman Austria yang hendak menyerbu Prancis. Ia membutuhkan sesuatu yang bisa menginspirasi kota yang sedang menghadapi kehancuran. Malam itu,  ia memohon Rouget de Lisle untuk menulis sesuatu – apa pun, mau lagu maupun puisi – yang bisa membantu memotivasi pasukan dan warga Prancis.

Usai pertemuan, Rouget de Lisle berlari kembali dari pertemuan dengan wali kota. Dalam kondisi setengah mabuk menuju kamarnya. Hanya hitungan jam ia menulis La Marseillaise.

Bisa jadi Rouget mencuri musiknya dari lagu yang sedang populer saat itu. Atau setengah syair lagu itu adalah hasil mencuri dari grafiti yang terpampang di seantero kota. Tapi apa yang dia diciptakan malam itu berdampak hingga sekarang. Lagu ini membawa makna perjuangan dan semangat kebebasan bagi setiap orang yang mendengarnya.

Simak saja liriknya.

Mugir ces féroces (soldats) soldats

Ils viennent jusque dans vos bras

Égorger vos fils et vos compagnes

“Bisakah engkau mendengar mereka di pedesaan datang untuk menggorok leher istri dan anak-anakmu?”

Sementara bagian chorusnya terdengar seperti pekikan

“Demi senjata, wahai warga … mari kita sirami ladang-ladang dengan darah murni.”

Rouget de Lisle sadar. Ia membuat lagu ini supaya lebih memotivasi. Lagu ini awalnya berjudul Chant de guerre pour I’Armée du Rhin (Lagu Perang untuk Tentara Rhine). Akan tetapi, ketika batalion relawan Merseille memasuki kota Paris pada 10 Agustus 1792, dengan penuh semangat mereka mendengarkan lagu partriotik tersebut.

Sejak saat itu lah warga Prancis menyebutnya sebagai La Merseille. Lalu pada 14 Juli 1795, La Marseillase menjadi lagu kebangsaan Prancis.

Namun karena liriknya yang terlalu kasar, dan khawatir mengobarkan semangat pemberontakan, saat Napoleon berkuasa, ia langsung melarang lagu tersebut. Demikian juga ketika keturunan Napoleon, yaitu Kaisar Napoleon III juga melarang lagu ini. Barulah pada 1879, parlemen Prancis merehabilitasi lagu ini dan kembali menjadi lagu kebangsaan.

Lagu ini juga telah menginspirasi banyak orang. Khususnya warga Prancis. Bahkan seorang jenderal Prancis pernah mengatakan lagu tersebut setara dengan 1000 tambahan pasukan dalam sebuah pertempuran.

Seorang penyair Jerman pernah menulis bahwa lagu kebangsaan tersebut bertanggung jawab atas kematian 50.000 orang Jerman. Baik dalam Perang Dunia I maupun Perang Dunia II. Lagu itu dinyanyikan terus di Prancis dalam upaya untuk membangkitkan semangat.

Di masa sekarang, sejumlah seniman menjadikan lagu ini sebagai bagian dari karya mereka. Mulai dari komponis Richard Wagner hingga The Beatles.

Reporter : Adinda Catelina Fadjrin

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pembangunan Infrastruktur Sekolah Rakyat jadi Tonggak Pemerataan Pendidikan

Oleh: Didin Waluyo)* Komitmen pemerintahan Prabowo Subianto dalam mewujudkan akses pendidikanyang lebih merata terlihat semakin nyata. Pemerintah akhirnya menetapkanDesember 2025 sebagai titik awal pembangunan Infrastruktur Sekolah Rakyat.  Langkah ini dipandang sebagai dorongan baru untuk menegaskan bahwapendidikan tidak boleh menjadi hak istimewa bagi segelintir kelompok saja.Pembangunan ini juga menjadi sinyal kuat bahwa negara mulai menempatkankualitas dan aksesibilitas pendidikan sebagai prioritas utama.  Pembangunan infrastruktur ini masuk dalam pembangunan tahap II yang dilakukandi 104 lokasi di seluruh Indonesia. Dengan memulai proyek pada akhir 2025, pemerintah ingin memastikan bahwa percepatan pembangunan dapat segeradirasakan oleh masyarakat luas. Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo mengatakan, Pembangunan Sekolah Rakyat Adalah bentuk nyata komitmen pemerintah untuk membangunsumber daya manusia yang unggul. Ia menjelaskan bahwa Pembangunan tahap II dilakukan guna memperluas akses Pendidikan berkualitas bagi anak-anak darikeluarga kurang mampu.  Berdasarkan data yang dihimpun dari Kementerian PU, total anggaran yang dialokasikan untuk percepatan pembangunan Sekolah Rakyat ini sebsar Rp20 triliun, yang mana biaya pembangunan diperkirakan Rp200 miliar per sekolah. Sementara itu 104 lokasi yang tersebar antara lain, 27 lokasi di Sumatera, 40 lokasidi Jawa, 12 lokasi di Kalimantan,...
- Advertisement -

Baca berita yang ini