Ibu Kota Negara Baru Dibangun-Paksa oleh Jokowi, untuk Siapa?

Baca Juga

MATA INDONESIA, – Tau gak, kalau jarak dari Pelabuhan Jayapura, sebagai titik keluar masuknya barang dari dan ke Provinsi Papua, dari Pelabuhan Tanjung Priok adalah 3.458 km?

Itu sama jauhnya jarak dari negara Lebanon ke negara Inggris di Eropa loh! Melintasi kurang lebih 18 negara. Sementara di Indonesia, kita dalam satu negara yang sama.

Tau gak, berdasarkan diskusi saya dengan Pelindo di salah satu kota di Indonesia Timur, sekitar 94 persen kontainer kosong saat kembali mengantarkan dari satu wilayah ke wilayah lain. Pelaku UMKM di Indonesia Timur takut mengirimkan barang dagangan mereka ke para pembeli di Tanah Jawa. Harga ongkos kirim tak sebanding dengan penjualan produknya.

Ada 66 ribu anak-anak muda dari Indonesia Timur yang saat ini menjadi pelaku UMKM. Kesulitan untuk menjual produknya ke pusat ekonomi di Jakarta dan di Jawa. Rantai pasok kita terlalu berpusat di jawa. Sehingga memberikan keuntungan tidak berimbang kepada penduduk Pulau Jawa dibandingkan dengan mereka di luar Pulau Jawa.

Di saat negara-negara lain di dunia memisahkan Ibukota Administrasi Pemerintahan dengan kegiatan industri dan bisnisnya, Indonesia masih menggabungkan pusat pemerintahan dengan pusat bisnis. Semuanya bertumpuk di Jakarta. Pengalaman saya sekolah di Australia. Saya belajar di Canberra, ibu kota administrasi pemerintahan, tempat kantor-kantor pemerintahan dan DPR. Nah, kalau bicara bisnis dan industri maka pusatnya ada di Sydney yang jaraknya cukup jauh dari Canberra.

Begitu juga dengan Amerika Serikat. Ibu Kotanya ada di Washington DC. Sementara pusat bisnisnya ada di New York dan Los Angeles. Kedua kota ini terletak di ujung Timur dan ujung Barat Negara Amerika. Jauh dari ibu kota negara.

Jangan jauh-jauh. Malaysia negara terdekat dengan kita. Juga memisahkan pusat bisnis dan industrinya yang terletak di Kuala Lumpur dan ibu kota pemerintahan di Putra Jaya yang terletak tidak terlalu jauh.

Kalau negara-negara lain, berhasil mengelola pemerintahannya dan memaksimalkan pembangunan dengan Pemisahan fungsi kota ini, maka Indonesia tentunya juga menuju ke arah sana.

Ada beberapa alasan Presiden Jokowi mendorong pembangunan IKN ini, yaitu sebagai berikut:

Mengurangi citra Indonesia yang Jawasentris dengan memindahkan letak Ibukota Negara yang selama ini berada di pulau Jawa. Akibatnya sejumlah besar kota paling maju di Indonesia berada di pulau yang sama dengan Ibu Kota Negara.

Harapannya dengan pindahnya Ibu Kota Negara maka akses kordinasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah lebih meluas. Dengan cakupan seluruh Indonesia tidak hanya berpusat di pulau Jawa saja. Maka sebutan Ibu Kota Negara kelak adalah Nusantara.

Alasan berikutnya seringkali pemerintah daerah melalui kepala daerahnya melakukan perjalanan dinas ke Jakarta. Padahal beberapa wilayah jaraknya cukup jauh sehingga anggaran dinas luar kota membengkak.

Alasan terakhir dan terutama yaitu pemerataaan pembangunan yang inklusif di Indonesia. Dengan memotong rantai pasok dan logistik untuk meningkatkan ekonomi dan perdagangan untuk semua.

Sekitar bulan Maret tahun 2020 lalu, Presiden Jokowi memanggil saya bersama-sama dengan beberapa Staf Khusus Presiden lainnya, dan memberikan tugas, untuk ikut memberikan masukan terkait mendesain agar Ibukota Negara yang baru ini dapat menjadi pusat pendidikan dan inovasi Indonesia. Saya kemudian lalu menyusun satu halaman strategi dan konsep untuk mencapai hal tersebut.

Respons dari Pak Jokowi kepada saya adalah sebagai berikut:

“Mas Billy, saya ikuti cerita perjuangan mas Billy, dan anak-anak Papua lainnya. Yang mengejar pendidikan harus jauh-jauh mengejar hingga ke Jawa. Saya mengharapkan, dengan adanya pembangunan pusat pendidikan berkelas dunia di Ibukota yang baru ini. Yang jaraknya di tengah-tengah. Dapat mengurangi jarak tempuh dari anak-anak bangsa di provinsi yang jauh. Untuk dapat datang dan belajar. Selain itu, harapannya adalah dapat mendorong pemerataan pendidikan. Baik ke Timur, maupun ke barat, ke utara dan ke selatan”

Dari diskusi saya dengan Pak Jokowi, saya belajar bahwa pemikiran memindahkan ibu kota negara ini bukan legacy pribadi. Seperti tuduhan berbagai pihak. Bukan pencitraan dan narsisisme personal seperi serangan berbagai pihak. Bukan pula untuk melemahkan dan menyerang pemerintah daerah tertentu. Dalam rangka melanggengkan kekuasaan, atau juga bukan sebuah ambisi pribadi semata.

Pemikiran Pak Jokowi hanya satu: Sebuah titik pusat pemerintahan. Yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat. Yang dapat mendorong pemerataan pembangunan untuk semua. Pak Jokowi, yang adalah orang asli Jawa. Tidak menginginkan Indonesia menjadi terlalu Jawasentris. Pak Jokowi ingin agar semua warga negara, termasuk saya dan saudara saya dari Indonesia Timur, bisa lebih merasakan kehadiran negara. Karena letak geografis Ibukota Negara kami, bergeser lebih dekat ke Provinsi kami.

Jadi, untuk Siapa Pak Jokowi “Bangun Paksa” IKN? Untuk kita semua, yah. Terlebih khusus kita semua yang selama ini tinggal di titik-titik terjauh Nusantara. Yang sulit merasakan hadirnya negara ini dapat merasakan hangatnya proses pembangunan dari sentra pemerintahan yang letaknya ‘lebih dekat’ dengan kita.

Penulis: Billy Mambrasar 

(Staf Khusus Presiden RI) 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Ketersediaan Pangan dan Harga Terjangkau Salah Satu Indikator Kesuksesan Libur Nataru

Jakarta – Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, mengatakan pihaknya telah memastikan ketersediaan pangan pokok strategis serta...
- Advertisement -

Baca berita yang ini