MINEWS, SULTENG – Sebanyak 1.659 rumah di Kota Palu, Sulawesi Tengah berada di garis patahan sesar Palu Koro yang masuk dalam zona merah berdasarkan peta zona rawan bencana.
Karena alasan keselamatan jiwa jika sewaktu-waktu terjadi gempa, Pemkot Palu pun menyebut ribuan rumah yang berada di jalur patahan itu sudah tidak layak huni lagi.
“Jumlah itu berdasarkan data yang dihimpun pemkoy dan ditetapkan melalui SK Wali Kota Palu,” ujar Sekda Kota Palu Asri, Rabu 19 Juni 2019.
Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan dan Kelurahan Balaroa, Kecamatan Palu Barat, merupakan wilayah terdampak parah akibat gempa disusul pencairah tanah atau likuefaksi.
Asri menjelaskan, berdasarkan data rumah rusak dan tidak layak huni akibat gempa, tsunami dan likuefaksi 28 September 2018 lalu yang di rilis Pemkot Palu ada sebanyak 5.963 rumah. Sebanyak 1.544 rumah berada di Kelurahan Balaroa dan 2.433 rumah di Kelurahan Petobo.
Selebihnya tersebar di 13 kelurahan, rumah yang terdampak tsunami di sepanjang pinggiran teluk Palu sebanyak 1.977 unit. Rumah rusak terdampak tsunami di sepanjang pinggiran teluk Palu sebanyak 401 rumah di Kecamatan Mantokulore, 620 rumah di Kecamatan Tawaeli, 286 rumah di Kecamatan Palu Utara dan 286 rumah di Kecamatan Palu Barat serta 384 rumah di Kecamatan Ulujadi.
“Jumlah keseluruhan rumah tidak layak huni akibat bencana di Kota Palu yang berada digaris patahan sebanyak 7.622 rumah,” ujar Asri.
Gempa, tsunami dan likuefaksi yang memporakporandakan Kota Palu, Kabupaten Sigi, Donggala dan sebagian wilayah Kabupaten Parigi Moutong menelan ribuan korban jiwa.
Data terakhir yang dicatat Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kegempaan Provinsi Sulawesi Tengah akibat musibah tersebut menimbulkan kerugian sebesar Rp 18,48 triliun.
Kota Palu mengalami kerugian senilai Rp 8,3 triliun. Lalu Kabupaten Sigi R p6,9 triliun, Donggala Rp 2,7 triliun dan Kabupaten Parigi Moutong Rp 640 miliar.