Shina Novalinga, Perempuan yang Mempopulerkan Kembali Nyanyian Tenggorokan di TikTok

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA- Throat singing atau nyanyian tenggorokan ini berasal dari suku Inuit Kanada. Tradisi ini terancam punah karena selama ratusan tahun yang lalu dihapus oleh Inggris. Namun, nyanyian tenggorokan muncul kembali berkat perempuan bernama Shina Novalinga.

Bersama Ibunya, ia berhasil mempopulerkan kembali tradisi tersebut lewat akun TikTok nya. Di dalam video yang diunggah olehnya, terlihat mereka berdua saling berbalas dan menciptakan irama yang indah. Tapi terkadang nyanyian itu sulit untuk ditebak jenis bunyinya. Untungnya, postingan itu disukai oleh anak muda dan menerima banyak komentar positif.

Bayangkan saja, setelah dia memposting nyanyian itu terhitung pengikutnya bertambah menjadi 1,9 juta akun. Hebatnya lagi, kontennya tersebut disukai 60 juta, dan mayoritas anak muda. Sejarah mengatakan bahwa nyanyian tenggorokan sudah ada sejak suku Inuit berdiri. Namun tahukah kalian bahwa yang menciptakan nyanyian tenggorokan bukan manusia, melainkan burung kecil dengan ciri ciri serupa yang disebut Tunirtuaruit.

Evi Mark, profesor dari Nunavik Sivunitsavut mengatakan bahwa burung-burung itu biasanya tinggal di rumah salju. Mereka takut kepada manusia.

Nyanyian tenggorokan ternyata juga dipopulerkan di tradisi Khoomei Mongolia, Siberia dan wilayah Tuva perbatasan antara Rusia-Mongolia. Bedanya dalam tradisi Khoomei, nyanyian itu dilakukan oleh laki laki.

Menurut Evi Mark, dulu selama pandemi flu Spanyol nyanyian tenggorokan dilakukan untuk menghibur diri sendiri. “Dengan menyanyikan lagu sangat penting bagi menemukan kebahagiaan. Hal itu juga kami lakukan saat ini selama pandemi Covid-19,” kata Evi Mark.

Kembali ke cerita Shina Novalingga, ia mampu melakukan nyanyian tenggorokan berkat ibunya, Caroline Novalingga. Diketahui dari usianya yang baru menginjak empat tahun, Caroline Novalingga sudah memperkenalkan tradisi Inuit kepada anaknya tersebut.

Barulah ketika Shina Novalingga menginjak usia 17 tahun, ibunya tersebut mengajarinya teknik nyanyian tenggorokan. Mengetahui anaknya sudah ahli  dalam memainkan nyanyian tenggorokan, Caroline Novalingga menangis dan bahagia. “Saya menangis saat dia bernyanyi. Saya sangat bahagia dan bangga,”kata Caroline Novalingga.

Ibunya juga mengatakan bahwa tradisi tersebut membuat hubungannya semakin baik. “Kami memiliki hubungan yang tidak dapat dijelaskan antara ibu dan anak perempuan. Hubungan itu memberi kami zona nyaman saat melantunkan nyanyian tenggorkan,” kata Caroline Novalingga.

Hingga kini konten yang mereka buat terus mendapat respons positif. Shina Novalingga mengatakan ia akan terus membuktikan bahwa nyanyian itu tetap ada. ”Melihat begitu banyak tanggapan positif, kami terdorong untuk terus maju. Kami ingin menunjukan kepada orang banyak bahwa bahwa tradisi itu akan tetap ada,” kata Shina Novalingga.

Reporter : R Al Redho Radja S

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Flu Singapura Tak Ditemukan di Bantul, Dinkes Tetap Waspadai Gejala yang Muncul

Mata Indonesia, Bantul - Dinkes Kabupaten Bantul menyatakan bahwa hingga akhir April 2024 kemarin, belum terdapat kasus flu Singapura yang teridentifikasi. Namun, Dinkes Bantul tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada. "Kami belum menerima laporan terkait kasus flu Singapura di Bantul. Kami berharap tidak ada," ujar Agus Tri Widiyantara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul, Sabtu 4 Mei 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini