Libur Perayaan Imlek di Indonesia Ternyata Sudah Ada Sejak Zaman Penjajahan Jepang

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Perayaan Tahun Baru Imlek di Indonesia selama tahun 1967 – 1999 dilarang dirayakan di depan umum. Dengan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya Imlek.

Namun, setelah reformasi, keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan Tahun Baru Imlek pada 17 Januari 2000 ketika Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mencabut Inpres Nomor 14/1967.

Kemudian Gus Dur menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2001 tertanggal 9 April 2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya). Baru pada tahun 2003, Imlek resmi menjadi salah satu hari libur nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.

Akan tetapi, jauh sebelum Gus Dur, pernah pada zaman pendudukan Jepang tahun 1943, Hari Raya Imlek menjadi hari libur resmi. Penetapan itu termaktub dalam Keputusan Osamu Seirei Nomor 26 tanggal 1 Agustus 1943. Inilah pertama kali dalam sejarah Tionghoa di Indonesia, Imlek menjadi hari libur resmi.

Lalu di masa awal revolusi, Pemerintah Republik Indonesia juga mengizinkan perayaan tahun baru Cina oleh masyarakat Tionghoa. Presiden Soekarno mengeluarkan maklumat boleh mengibarkan bendera kebangsaan Tiongkok dalam setiap hari raya bangsa Tionghoa. Pada tahun ajaran 1946, tiga hari raya Tionghoa (Imlek, wafatnya Nabi Konghucu, dan Tsing Bing) menjadi hari libur resmi.

Pelarangan tahun baru Imlek selama 32 tahun di masa orde baru, dalam kenyataanya tetap meriah saat beberapa orang Tionghoa merayakan Imlek. Biasanya perayaan meriah terjadi di banyak kota besar terutama kawasan Pecinan. Lengkap dengan lampu-lampu lampion dan pertunjukan barongsai serta liong di ruang terbuka. Tak mengherankan, nuansa merah akan selalu menghiasi tiap-tiap daerah yang merayakan Tahun Baru Imlek.

Tahun Baru Imlek merupakan perayaan terpenting bagi orang Tionghoa. Perayaan tahun baru imlek bermula di hari pertama bulan pertama di penanggalan Tionghoa. Dan berakhir dengan Cap Go Meh di tanggal kelima belas (pada saat bulan purnama). Malam tahun Baru Imlek biasanya sebutannya Chúx yang berarti “malam pergantian tahun”.

Pada hari raya Imlek, bagi masyarakat Tionghoa adalah suatu keharusan untuk melaksanakan pemujaan kepada leluhur, seperti dalam upacara kematian, memelihara meja abu atau lingwei (lembar papan kayu bertuliskan nama almarhum leluhur), serta bersembahyang untuk leluhur pada hari Ceng Beng (hari khusus untuk berziarah dan membersihkan kuburan leluhur).

Oleh sebab itu, pada Hari Raya Imlek anggota keluarga akan mengunjungi rumah anggota keluarga yang memelihara lingwei (meja abu) leluhur untuk bersembahyang, atau mengunjungi rumah abu tempat penitipan lingwei leluhur.

Itulah yang menyebabkan setiap menjelang perayaan Imlek terjadi fenomena mudik besar-besaran oleh masyarakat Tionghoa. Tradisi mudik itu pun disebut Chunyun.

Sejarawan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Yerry Wirawan mengatakan bahwa tradisi mudik sudah sangat erat bagi etnis Tionghoa. Baik itu di negaranya maupun keturunan yang berada di berbagai negara.

“Karena banyaknya orang Cina yang menjadi perantau, sementara dalam tahun baru mereka harus memberikan hormat kepada orangtua yang biasanya di daerah asal. Karenanya muncul istilah mudik,” ujar Yerry.

Menurut Ravando Lie, sejarawan dan kandidat doktor sejarah Universitas Melbourne, tradisi ini dilakukan 15 hari sebelum perayaan Imlek. Dan dapat berlangsung hingga 40 hari. Tradisi ini hampir mirip dengan tradisi mudik di Indonesia ketika Lebaran.

Bedanya, di Indonesia waktunya lebih singkat dan libur hanya satu hari saja sedangkan di Cina waktunya lebih panjang.

Reporter: Indah Utami

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Tol Baru, Tantangan Baru: Polisi Siapkan Strategi Hadapi Kepadatan di Jogja saat Nataru

Mata Indonesia, Yogyakarta - Tol Jogja-Solo segmen Klaten-Prambanan dipastikan mulai beroperasi secara fungsional selama libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2024/2025. Kehadiran tol ini diperkirakan akan meningkatkan jumlah kendaraan yang masuk ke wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Untuk mengantisipasi kepadatan, polisi lalu lintas telah mempersiapkan sejumlah rekayasa lalu lintas.
- Advertisement -

Baca berita yang ini