Hari Imlek Tahun Ini Tidak Turun Hujan, Pertanda Apa?

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Perayaan Tahun Baru Imlek tidak hanya di Cina saja. Orang-orang Tionghoa yang tersebar di berbagai belahan dunia juga ikut merayakan Tahun Baru Imlek, termasuk di Indonesia. Tapi sayangnya, hujan tidak turun di Indonesia pada Tahun Baru Imlek, tahun ini.

Imlek biasanya identik dengan turunnya hujan, kebanyakan masyarakat pasti akan mengingat hujan seharian jika mendengar kata Imlek. Dalam perayaannya yang selalu dibarengi dengan turunnya hujan ini membentuk kepercayaan pada orang Tiongkok bahwa hujan adalah pertanda keberuntungan. Dari situlah kepercayaan pada masyarakat Tiongkok menyebar luas hingga ke Indonesia.

Para ahli Fengshui juga menuturkan hujan merupakan simbol keberuntungan bagi kehidupan Tionghoa. Berkah turun dari langit karena Dewi Kwam Im sedang menyiram bunga Mei Hua. Hingga intensitas curah hujan pun akhirnya menjadi tolak ukur keberuntungan. Semakin deras curah hujan, semakin banyak rezeki yang akan didapat, begitu pula sebaliknya.

Hujan adalah berkah penyeimbang alam, membantu sungai terisi. Kemudian, mengalir keberkahan untuk masyarakat yang tinggal di sekitar aliran sungai. Berdasarkan ilmu Fengshui, hujan adalah energi air. Secara pemaknaan harfiah, “Feng” berarti angin dan “Shui” artinya air. Salah satu air adalah air hujan yang mengisi sungai.

Ada pula yang menganggap hujan saat Imlek karena memang bertepatan dengan bulan Januari hingga Februari. Saat bulan-bulan tersebut, hujan dengan beragam intensitas melanda sejumlah wilayah di Indonesia. Secara ilmiah juga, Kalender Cina yang sebagai dasar perhitungan tanggal jatuhnya Tahun Baru Imlek berbeda dengan kalender Masehi maupun Hijriah. Sebab, jika perhitungan menggunakan kalender Cina, berdasarkan fase bulan memutari bumi dengan bumi memutari matahari, Tahun Baru Imlek akan jatuh pada akhir bulan Januari atau awal bulan Februari.

Berdasarkan penjelasan BMKG, antara bulan Januari hingga Februari memang merupakan puncak dari musim hujan di wilayah Indonesia bagian selatan Khatulistiwa. Secara, klimatologis pun pada pertengahan bulan Januari sampai pertengahan bulan Februari adalah periode curah hujan yang tinggi juga intensif. Wajar jika hujan selalu terjadi selama Tahun Baru Imlek.

Sementara itu, dalam sejarah hari raya Imlek menjadi momen bersyukurnya masyarakat Cina dengan datangnya musik semi. Kaum petani mempercayai bahwa hujan adalah tanda kemakmuran panen setahun ke depan. Hujan di hari Imlek menjadi permulaan bagus di musim semi.

Sehingga saat musim semi datang, hasil panen akan melimpah ruah. Terlepas dari semua mitos soal hujan saat Imlek yang membawa keberuntungan pada sudut pandang masing-masing orang, ada kalanya di sejumlah daerah seperti saat ini tidak turun hujan. Juga tidak memengaruhi keberuntungan mereka.

Reporter : Anggita Ayu Pratiwi

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Kebijakan Penyesuaian PPN 1% Sudah Berdasarkan UU dan Kesepakatan Stakeholder

Oleh: Adnan Ramdani )* Kebijakan penyesuaian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1% merupakanlangkah besar yang diambil pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara danmenciptakan sistem perpajakan yang lebih efisien serta berkeadilan. Kebijakan initelah disusun dengan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk peraturanperundang-undangan yang berlaku dan kesepakatan antara berbagai pihak terkait, sehingga tidak hanya berlandaskan pada keputusan sepihak, tetapi denganpartisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan.  Pengenaan penyesuaian PPN sebesar 1% ini merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang disahkansebagai langkah reformasi pajak di Indonesia. UU ini bertujuan untuk memperbaikisistem perpajakan yang sudah ada agar lebih modern, adil, dan efisien. Dalamproses perumusan kebijakan ini, pemerintah telah melibatkan berbagai stakeholder seperti pengusaha, asosiasi, dan masyarakat untuk memperoleh pandangan yang beragam dan mengakomodasi kepentingan berbagai pihak. Ini menunjukkan bahwakebijakan tersebut bukan hanya kebijakan yang bersifat top-down, tetapi lebihkepada hasil kesepakatan bersama yang diharapkan mampu membawa dampakpositif bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Menyoal PPN yang mengalami kenaikan sampai 12%,  Menteri Koordinator BidangPerekonomian, Airlangga Hartanto, mengatakan bahwa PPN tersebut merupakanAmanah dari Undang-Undang Nomor 7 pada tahun 2021 soal HarmonisasiPeraturan Perpajakan (UU HPP). Pada Pasal 7 ayat 1 UU HPP disebutkan bahwatarif PPN sebesar 12 persen berlaku paling lamban pada 1 Januari 2025. Selain itu, Airlangga juga menyatakan bahwa untuk mengantisipasi kenaikan tarif PPN, pemerintah telah mengeluarkan sederet paket insentif untuk tahun depan. Hal inidiperuntukan agar daya beli masyarakat tetap terjaga. Tarif PPN tersebutdipertahankan dengan kebijakan insentif PPN DTP, di mana pemerintahmenanggung 1 persen dari tarif PPN ketiga barang pokok penting yang seharusnyanaik menjadi 12 persen. Dengan adanya penyesuaian tarif PPN ini, banyak pihak yang melihatnya sebagailangkah yang tepat untuk memperkuat sistem perpajakan Indonesia. Sebelumnya, banyak pihak yang menganggap bahwa struktur pajak yang ada belum sepenuhnyamampu menjawab tantangan ekonomi yang semakin kompleks. Kebijakan PPN yang baru ini, meskipun ada penyesuaian tarif, tetap memberikan insentif bagisektor-sektor tertentu yang dianggap penting untuk pertumbuhan ekonomi, sepertisektor UMKM dan sektor ekspor. Selain itu, kebijakan ini juga bertujuan untuk meningkatkan transparansi dankepatuhan wajib pajak. Dengan adanya sistem yang lebih sederhana dan lebihterintegrasi, pengawasan terhadap penerimaan pajak diharapkan bisa lebih efektif. Hal ini juga sejalan dengan tujuan utama dari Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yaitu untuk menciptakan sistem pajak yang lebih mudah dipahami oleh masyarakatdan pelaku usaha, sehingga meminimalisir praktik-praktik penghindaran pajak yang selama ini masih menjadi masalah di berbagai sektor. Pemerintah pun telahberupaya memberikan sosialisasi dan pelatihan kepada masyarakat dan pelakuusaha terkait perubahan ini, agar transisi berjalan lancar dan tidak menimbulkankesalahpahaman. Kebijakan penyesuaian PPN 1% juga telah mempertimbangkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang beragam. Dalam hal ini, pemerintah memastikan bahwakebijakan ini tidak akan memberatkan masyarakat, terutama kelompokberpendapatan rendah. Salah satu contoh nyata dari kebijakan ini adalahpembebasan PPN untuk barang dan jasa kebutuhan pokok, seperti makanan danobat-obatan, yang tetap mempertahankan prinsip keadilan sosial. Sementara itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan Pemerintahakan menanggung kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 1 persen untuktiga komoditas saat PPN 12 persen diimplementasikan pada 1 Januari 2025. Ketigakomoditas itu yakni tepung terigu, gula untuk industri, dan minyak goreng rakyat atauMinyaKita. Ketiga komoditas itu dinilai sangat diperlukan oleh masyarakat umum, sehingga Pemerintah memutuskan untuk menerapkan PPN ditanggung pemerintah(DTP) atas kenaikan tarif PPN...
- Advertisement -

Baca berita yang ini