Di Hari Pemakaman Putri Diana, Hubungan Pangeran Harry dan William Makin Retak

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Di hari pemakaman ibunya, Putri Diana, hubungan Pangeran Harry dengan Pangeran William dikabarkan semakin retak. Hal itu diduga dipicu oleh kesepakatan Harry-Meghan Markle dengan Netflix untuk membuat film dokumenter tentang Diana.

Seperti dilaporkan Mirror, kesepakatan itu dikabarkan senilai 150 juta dolar AS atau lebih dari Rp 2 miliar.

Hingga kesepakatan tersebut belum final. Pangeran dan Putri dari Sussex tersebut mengaku akan memberi tahu saudaranya, William jika kesepakatan sudah mengarah kepada kepastian.

Meski film dokumenter tersebut dinyatakan sebagai penghormatan untuk almarhumah Putri Diana yang tewas pada kecelakaan mobil 31 Agustus 1997 dan pemakamannya dilakukan 6 September 1997 tersebut, namun sumber-sumber Istana Buckingham menyebut sepertinya memicu ketegangan dan keretakan kedua saudara tersebut.

Masih menurut laporan Mirror, hubungan William dan Harry kini semakin sulit dan mereka tidak saling bertegur sapa dalam tiga bulan belakangan.

Minggu lalu muncul Netflix akan melakukan streaming rekaman pertunjukan panggung tentang Princess of Wales – berjudul “Diana: A New Musical.” Namun film itu tidak ada hubungannya dengan kedua anak Diana dengan Pangeran Charles tersebut.

Film itu disebut mengisahkan keretakan pernikahan Charles dan Diana dengan dialog yang vulgar hingga beredar seruan agar Netflix membatalkan program itu.

Jika film dokumenter Harry dan Meghan dilanjutkan, disebut akan mengungkap warisan Diana dan warisan luar biasa yang dia tinggalkan.

Netflix sudah membayangkan keuntungan menggiurkan jika film tersebut diputar, sebab ada 12 juta orang Inggris dari total 192 juta orang di dunia yang melanggan perusahaan streaming film itu.

Berkat memutar film tentang Putri Diana tahun lalu, Netflix bisa meraup untung 1,7 miliar poundstreling setara Rp 33 Triliun.

Film topnya termasuk Birdbox dan Murder Mystery, masing-masing dengan 80 juta dan 73 juta penonton. Dan serial TV Stranger Things telah menarik 64 juta penonton.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini