Bangga! Indonesia Miliki SMK Pertama di Luar Negeri

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Wikan Sakarinto, meresmikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) pertama di luar negeri tepatnya berdiri di Negeri Sabah, Malaysia.

Keberadaan SMK ini sangat penting untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas SDM sebagai bekal untuk membangun bangsa. Tak hanya itu keberadaan SMK ini mampu menampung anak-anak Pekerja Migran Indonesia di Negeri Sabah.

Menurut dia, terwujudnya ‘link and match’ yang optimal akan memberi optimisme bahwa Indonesia ke depan akan maju dalam bidang industri dan SDM.

Ia memuji upaya Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK) yang telah menjalin kerja sama dengan pelaku industri di negeri jiran itu dalam rangka memperlancar kegiatan belajar dan praktik bagi siswa SMK.

SIKK telah mulai menerima siswa sejak 2017 dan membutuhkan gedung belajar baru yang kemudian dijawab dengan peletakan batu pertama pada Jumat. Pembangunan unit sekolah baru (USB) SMK SIKK ditujukan untuk kompetensi keahlian tata boga dan perhotelan.

Direktur SMK Kemendikbud, M. Bakrun, mengatakan pembangunan USB SMK SIKK memiliki sejarah panjang karena merupakan amanah Presiden RI untuk mengembangkan sekolah di Malaysia. Direncanakan dimulai 2018, pembangunan akan dibagi dalam dua tahap.

Tahun ini lantai bawah dengan anggaran Rp 9 miliar, tahun depan lantai dua dan tiga dengan anggaran sekitar Rp 18-19 miliar. Pembangunan keseluruhan diharapkan selesai pada akhir 2021.

Konsul Jenderal RI Kota Kinabalu, Krishna Djelani, mengapresiasi Kemendikbud atas terwujudnya pembangunan gedung baru SMK SIKK. Ia harapkan, tersedianya sarana dan prasarana akan memberikan kesempatan bagi siswa melakukan pembelajaran dengan baik.

SIKK sebagai sekolah induk bagi 234 Community Learning Center (CLC) di Sabah disebutnya saat ini telah membina 17.139 peserta didik. Keberadaan gedung baru SMK tersebut dinilai sangat tepat dan mendesak berhubung keterbatasan daya tampung di SIKK.

Kepala SIKK Dadang Hermawan mengatakan SIKK telah beroperasi sejak 1 Desember 2008 dengan tugas memberikan akses layanan pendidikan bagi anak-anak pekerja migran Indonesia di Malaysia.

Mempunyai program kuliner, perhotelan dan jasa pariwisata, serta teknologi pesawat udara, SMK SIKK telah bekerja sama dengan dunia usaha dan industri di Sabah, Malaysia, yakni hotel, restoran, Layang Layang Aerospace, dan Institut Latihan Perindustrian Kota Kinabalu.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini